Selasa, 23 Desember 2014

Islam dan Isu Ekologi




Oleh Ahmad Fadhil (Dosen Filsafat Islam di Fakultas Ushuluddin Dan Dakwah IAIN SMH Banten)

Allah SWT berfirman:

هو أنشأكم من الأرض واستعمركم فيها

“Dia telah menciptakanmu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu sebagai pemakmurnya.” (QS. Hud: 61)

Nabi saw bersabda:

(إن الله نظيف يحب النظافة)

“Sesungguhnya Allah Mahabersih dan mencintai kebersihan.” (HR. at-Tirmidzi)

Sayyidina Ali, di dalam suratnya kepada Gubernurnya di Mesir, berkata: “Hendaklah perhatianmu terhadap upaya pemakmuran (mengolah) bumi lebih besar daripada perhatianmu terhadap penarikan kharaj (pajak bumi), karena orang yang menarik kharaj (pajak bumi) tanpa memakmurkannya, berarti dia telah merusak negeri dan membinasakan rakyat.”

Pendahuluan

Lingkungan adalah amanah dari Sang Pencipta yang Dia berikan dan titipkan kepada manusia dalam keadaan bersih dan indah. Dalam keadaan ini, lingkungan dapat tetap menjadi tempat dan wadah yang baik, juga menjadi teman yang membantunya untuk mewujudkan tujuan-tujuan penciptaannya. Jika manusia merusak alam, maka efek negatifnya akan kembali kepada dirinya sendiri.

Di kalangan akademisi dan pemikir dunia, telah ramai diskusi tentang environmental ethich (etika lingkungan). Wacana ini mengingatkan bahwa manusia telah mengambil banyak sekali manfaat dari alam sehingga manusia memiliki tanggung jawab yang besar juga untuk menjaga dan melestarikannya.

Wacana ini merupakan koreksi terhadap salah satu prinsip dalam sains modern yang berkembang di Barat setelah Renaisans, yang menyatakan bahwa manusia dapat menggunakan alam dalam cara apa pun untuk kepentingannya. Bacon mengatakan bahwa tujuan pengetahuan adalah untuk mengembangkan dominasi manusia pada alam, sehingga manusia dapat mengaturnya. Thomas Aquinas pun berpandangan manusia tidak memiliki tanggung jawab secara langsung kepada alam, karena alam tidak memiliki akal. Pandangan ini telah membawa krisis lingkungan karena sains modern telah memperkosa alam.

Para pemikir Barat kini telah mengoreksi pandangan-pandangan tersebut. Minimal ada dua alasan. Pertama, karena kita telah mengambil keuntungan dari alam, maka kita memiliki tanggung jawab terhadapnya. Kedua, kita memiliki tanggung jawab untuk mewariskan alam yang baik kepada generasi berikut, dan tidak mengekspoitasinya habis-habisan untuk kepentingan generasi kita sendiri.

Lingkungan adalah bingkai tempat manusia hidup, memperoleh elemen-elemen penting dalam kehidupannya, melakukan relasi-relasi dengan sesamanya dan berbagai makhluk lain baik makhluk hidup atau mati.

Lingkungan memuat manusia dan benda-benda di sekitarnya. Benda-benda di sekitar manusia ini ada dua macam. Pertama, benda-benda alami selain manusia, berupa binatang, tumbuh-tumbuhan, udara, air, dan tanah. Kedua, benda-benda ciptaan dan produk manusia yang disebut “teknologi”. Manusia membuat benda-benda ini untuk memudahkannya mewujudkan harapan dan keinginannya terhadap dunia fisik.

Pemecahan kontradiksi antara kedua jenis benda ini merupakan tantangan besar bagi para pemerhati lingkungan, agar tidak terjadi kemena-menaan, penyia-nyiaan, perusakan, salah penggunaan, dan … melainkan tercipta keseimbangan, kebaikan, perhatian, dan perlindungan terhadap alam fisik. Sebab, pada akhirnya, pada kedua kondisi tersebut, manusialah yang mendapat manfaat terbesar dan dia juga yang mendapat bahaya terbesar.

Bagaimana pandangan Islam tentang wacana ini?

Tulisan ini akan mengkaji masalah pertama, yaitu bagaimana seharusnya sikap manusia terhadap benda-benda alami selain manusia, lewat dua sumber utama ajaran Islam, yaitu al-Quran dan Sunnah.

1. Lingkungan Dalam Perspektif Al-Quran

Jika kita membuka kitab utama Islam, yaitu al-Quran, maka kita akan mendapatkan ayat-ayat yang mengindikasikan bahwa makhluk-makhluk selain manusia pun memiliki akal. Di dalam surah an-Naml terdapat kisah ketika Nabi Sulaiman dan pasukannya tiba di lembah semut, Raja Semut memerintahkan rakyatnya untuk masuk ke dalam rumah-rumah mereka, agar tidak terinjak oleh pasukan Sulaiman. Ini menandakan semut mampu mengetahui, menyadari, dan berkomunikasi.

Masih di dalam surah an-Naml, kita membaca cerita tentang burung Hudhud. Ketika Nabi Sulaiman memeriksa pasukan burung, ia tidak melihat Hudhud. Ia sangat marah dan berkata akan menghukum atau menyembelih Hudhud, kecuali Hudhud memiliki alasan yang kuat. Dalam hukum positif hukuman hanya diberikan kepada yang berakal. Karena itu, anak kecil yang melakukan kesalahan dapat tidak dihukum. Yang dapat membuat alasan pun hanya makhluk yang berakal. Cerita Hudhud di dalam al-Quran selanjutnya—yang menjelaskan alasan Hudhud absen dari apel tersebut—mengindikasikan bahwa Hudhud mengenali konsep-konsep yang rumit, seperti laki-laki dan perempuan, peribadatan, setan, dan hidayah.

Lebih dari itu, al-Quran menyatakan bahwa “benda-benda mati” juga dapat memiliki kesadaran pada saat mereka diperintahkan oleh Allah SWT. Misalnya, pada hari Kiamat, bumi “bercerita” mengapa ia berguncang (QS. az-Zalzalah); tangan, kaki, lidah, dan kulit manusia dapat “berbicara” dan “bersaksi” karena Allah SWT memerintahkan mereka untuk melakukan hal tersebut. Di dalam surah Yasin ada ayat yang menerangkan, “Pada hari itu, kami menutup mulut-mulut mereka, lalu tangan-tangan mereka berbicara dan kaki-kaki mereka memberi kesaksian atas apa yang mereka lakukan.”

Sebagai pendahuluan, dapat kami katakan bahwa terdapat lebih dari 700 ayat al-Quran yang mengulas lingkungan dan isinya dalam pengertian yang telah kami sebutkan. Ayat-ayat ini dapat diklasifikasi menjadi lima macam:

Pertama: ayat-ayat yang menegaskan ketuhanan Allah SWT terhadap lingkungan.

Allah SWT adalah Pencipta, Pemilik, dan Pengatur lingkungan, dan lingkungan bertasbih kepada-Nya. Manusia dapat mengambil manfaat dari lingkungan berdasarkan criteria-kriteria yang disyariatkan-Nya dan dengan cara-cara yang benar.

Allah SWT berfirman:

يا أيها الناس اعبدوا ربكم الذي خلقكم والذين من قبلكم لعلكم تتقون* الذي جعل لكم الأرض فراشاً والسماء بناء وأنزل من السماء ماءً فأخرج به من الثمرات رزقاً لكم

“Wahai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dan orang-orang yang sebelum kami agar kamu bertakwa. (Dialah) yang menjadikan bumi sebagai hambaran bagimu dan langit sebagai atap, dan Dialah yang menurunkan air dari langit, lalu Dia hasilkan dengan itu buah-buahan sebagai rezeki untukmu ….” (QS. Al-Baqarah: 21-22)

Dalam ayat lain Dia berfirman:

وإن من شيء إلا يسبح بحمده

“Dan tidak ada sesuatu pun selain bertasbih dengan memuji-Nya.” (QS. Al-Isra: 44)

Dalam ayat lain Dia berfirman:

ألم تروا أن الله سخر لكم ما في السموات وما في الأرض وأسبغ عليكم نعمه ظاهرة وباطنة

“Tidakkah kamu memperhatikan bahwa Allah telah menundukkan apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi untuk kepentinganmu dan menyempurnakan nikmat-Nya untukmu lahir dan batin.” (QS. Luqman: 20)

Kedua: Allah SWT menciptakan manusia dari elemen lingkungan alami.

Allah SWT berfirman:

ولقد خلقنا الإنسان من سلالة من طين

“Dan sungguh Kami telah menciptakan manusia dari saripati dari tanah.” (QS. Al-Mukminun: 12)

Dalam ayat lain:

ومن آياته أن خلقكم من تراب ثم إذا أنتم بشر تنتشرون

“Dan di antara tanda-tanda-Nya ialah Dia menciptakan kamu dari tanah, kemudian tiba-tiba kamu menjadi manusia yang berkembang biak.” (QS. Ar-Rum: 20)

Ketiga: Allah SWT mengangkat manusia sebagai khalifah atas lingkungan alami agar ia mengambil manfaat darinya dengan adil dan baik.

Allah SWT berfirman:

الله الذي سخر لكم البحر لتجري الفلك بأمره ولتبتغوا من فضله ولعلكم تشكرون

“Allah-lah yang menundukkan laut untukmu agar kapal-kapal dapat berlayar di atasnya dengan perintah-Nya, dan agar kamu dapat mencari sebagian karunia-Nya, dan agar kamu bersyukur.” (QS. Al-Jatsiyah: 12)

Keempat: salah satu tujuan ibadah adalah mewujudkan pelaksanaan kekhalifahan tersebut dengan baik.

Allah SWT berfirman:

ولو أنهم أقاموا التوراة والإنجيل وما أنزل إليهم من ربهم لأكلوا من فوقهم ومن تحت أرجلهم

“Dan sekiranya mereka sungguh-sungguh menjalankan Taurat, Injil, dan yang diturunkan kepada mereka dari Tuhannya (al-Quran) niscaya mereka akan mendapat makanan dari atas mereka dan dari bawah kaki mereka.” (QS. Al-Maidah: 66)

Dalam ayat lain:

وأن لو استقاموا على الطريقة لأسقيناهم ماءً غدقاً

“Dan sekiranya mereka tetap berjalan lurus di atas jalan itu (agama Islam), niscaya Kami akan mencurahkan kepada mereka air yang cukup.” (QS. Al-Jinn: 16)

Kelima: peringatan kepada manusia atas perbuatan merusak dan mengubah elemen lingkungan alami.

Allah SWT berfirman:

ولا تطيعوا أمر المسرفين الذين يفسدون في الأرض ولا يصلحون

“Dan janganlah kamu menaati perintah orang-orang yang melampaui batas, yang berbuat kerusakan di bumi dan tidak mengadakan perbaikan.” (QS. Asy-Syu’ara: 151-152)

Kerusakan adalah pencemaran dalam segala bentuknya, penghambur-hamburan, pengubahan karakter elemen alam. Semua ini dilarang.

2. Lingkungan dalam perspektif Sunnah

Jika kita beralih pada Sunnah, yaitu tradisi yang diajarkan oleh Nabi Muhammad saw, kita akan mendapatkan petunjuk-petunjuk yang sangat indah mengenai perlakuan manusia terhadap alam. Ada hadits yang menyatakan bahwa binatang memiliki enam hak atas manusia. Mereka tidak boleh dibebani di luar kemampuan mereka; harus diberi makan sebelum lapar, tidak boleh dipukul karena mereka bertasbih, dan tidak boleh dilukai perasaannya. Nabi saw juga berpesan agar pemilik binatang membersihkan kandang dan menjaga kebersihan badan binatang peliharaannya. Nabi saw melarang orang membunuh binatang tanpa alasan yang kuat, dan Allah akan meminta pertanggungjawaban orang yang melakukan hal itu pada hari kiamat.

Berdasarkan petunjuk-petunjuk tersebut, para fuqaha muslim mendeduksi hukum-hukum yang sangat peduli terhadap lingkungan. Misalnya, orang tidak boleh memisahkan anak binatang yang masih kecil dan tergantung pada induknya. Jika seseorang mengambil madu dari sarang lebah, maka ia harus menyisakan madu itu untuk si lebah. Jika seseorang memeras susu kambing atau lainnya, maka ia harus menyisakan untuk anak kambing tersebut. Jika seseorang menyembelih binatang, maka dia harus menajamkan pisaunya. Bahkan, untuk menjaga perasaan binatang yang lain, orang tidak boleh menyembelih binatang di hadapan binatang lain. Dalam salah satu mazhab diterangkan bahwa orang boleh mengqashar shalat hanya dalam perjalanan yang diniati untuk kebaikan. Perjalanan memburu binatang hanya untuk kesenangan adalah haram. Karena itu, jika seseorang berburu binatang hanya untuk kesenangan, maka ia tidak boleh mengqashar shalatnya. Ada hukum lain yang cukup menarik: seorang yang telah menternak binatang, tidak boleh menyembelih sendiri binatang peliharaannya, karena di antara mereka telah terjalin hubungan kasih sayang. Orang tidak boleh memotong dahan, kecuali terpaksa atau ada alasan yang kuat, dan jika seseorang melihat dahan atau ranting yang patah, maka ia harus memperbaikinya. Serta hukum-hukum lain yang mengindikasikan kepedulian yang tinggi terhadap lingkungan.

Kekayaan khazanah Islam dalam wacara etika lingkungan ini dapat kita lihat juga pada tulisan para saintis dan pemikir Muslim. Al-Biruni, seorang ahli fisika yang pada abad 4 H telah menginisiasi wacana kesalahan teori geo-centrisme, menyatakan bahwa mineral atau barang-barang tambang adalah makhluk-makhluk Allah SWT yang bergerak menuju tujuan tertentu, aktif dan tidak pasif, hidup, dan memiliki persepsi yang samar-samar (syu’ur khafi), sehingga kita tidak dapat merampas hak hidup mereka tanpa alasan. Di sini ia mendeduksi sebuah firman Allah SWT, “Sesungguhnya orang-orang yang menyimpan emas dan perak, dan tidak menginfakkannya ….”

Apa yang dipaparkan di atas, menunjukkan bahwa para pemikir Islam telah sangat memperhatikan issu etika lingkungan. Ironisnya, mengapa dunia Islam kini menjadi negeri yang paling disorot sebagai negeri yang mengabaikan etika lingkungan? Indonesia sebagai bagian dari dunia internasional dengan penduduk sebagian besar muslim harus peduli atas pemeliharaan dan pelestarian lingkungan dalam skala kecil maupun besar sebagai tugas kemanusiaan dan tugas keagamaan. Global warming (pemanasan global) adalah sub issu dari diskusi ini, dan dalam bagian ini, Indonesia termasuk negara yang mendapat banyak sorotan sebagai salah satu pemilik hutan tropis terluas di dunia yang tidak mampu menjaganya.

Jika lingkungan atau alam fisik terdiri dari hewan, tumbuh-tumbuhan, air, dan tanah, maka hadits Nabi saw mencakup kesemuanya dengan seruan kepada manusia untuk memperhatikan dan merawatnya, serta menggunakannya dengan santun dan baik di dalam perjalanan yang mewujudkan tujuan mulia penciptaan manusia.

Mari kita perinci hal ini dalam poin-poin berikut:

Pertama, seruan tegas dan jelas untuk bersikap lembut terhadap binatang.

Sangat banyak hadits yang berkaitan dengan hal ini. Di antaranya:
Nabi saw bersabda:

(بينما رجل يمشي بطريق اشتد عليه العطش فنزل بئراً فشرب منها ثم خرج فإذا هو بكلب يلهث يأكل الثرى من العطش، فقال: لقد بلغ هذا مثل الذي بلغ بي فنزل البئر فملأ خفه ثم أمسكه بفيه ثم رقى فسقى الكلب فشكر الله له فغفر له، قالوا: يا رسول الله وإن لنا في البهائم أجراً ؟ قال: في كل كبد رطبة أجر)

“Ketika seseorang sedang berjalan di sebuah jalan, dia merasa sangat kehausan. Maka dia turunk ke sumur, lalu minum airnya. Lalu dia naik. Tiba-tiba dia melihat anjing sedang menjulur-julurkan lidah dan menjilat-jilat debu karena kehausan. Orang itu berkata, ‘Anjing ini mengalami apa yang tadi aku alami.’ Dia pun turun lagi ke dalam sumur, memenuhi terompahnya dengan air, lalu menggigitnya dengan mulut, lalu memanjat sumur itu dan memberi minum kepada anjing tersebut. Maka, Allah berterima kasih kepadanya dan mengampuninya.” Para sahabat berkata, “Wahai Rasulullah, apakah kami akan mendapat pahala karena binatang?” Beliau menjawab, “Di dalam setiap hati yang basah terdapat pahala.” (HR. Al-Bukhari)

Dalam hadits lain Rasulullah saw bersabda:

(دخلت إمرأة النار في هرة ربطتها فلم تطعمها ولم تدعها تأكل من خشاش الأرض)

“Seorang wanita masuk neraka karena kucing yang ia ikat lalu ia tidak memberinya makan dan tidak membiarkannya makan dari sisa-sisa makanan di tanah.” (HR. Al-Bukhari)

Kedua, seruan untuk mengeluarkan upaya maksimal untuk merawat tumbuh-tumbuhan dan tanaman.

Di dalam masalah ini terdapat banyak sekali hadits, di antaranya sebagai contoh saja:

(ما من مسلم يغرس غرساً أو يزرع زرعاً فيأكل منه طير أو إنسان أو بهيمة إلا كان له به صدقة)

“Tidaklah seorang muslim menanam pohon atau tanaman, lalu burung, manusia, atau binatang ternak memperoleh makanan darinya, kecuali itu menjadi sedekah baginya.” (HR. Al-Bukhari)

Di dalam hadits lain:

(من كانت له أرض فليزرعها أو ليمنحها فإن لم يفعل فليمسك أرضه)

“Siapa yang memiliki tanah, hendaklah orang itu menanaminya atau memberikannya kepada orang yang dapat menanaminya. Jika orang tersebut tidak menanaminya, maka hendaklah dia mengambil kembali tanah tersebut.” (HR. Al-Bukhari)

Ketiga, air adalah nikmat yang sangat besar dan harus dijaga dengan baik: tidak boleh disia-siakan, dihambur-hamburkan, dicemari, karena semua tindakan ini adalah haram dan kejahatan.

Nabi saw bersabda:

(سبع يجري للعبد أجرهن وهو في قبره بعد موته، من علَّم علماً أو كرى نهراً أو حفر بئراً أو غرس شجرة أو بنى مسجداً أو ورَّث مصحفاً أو ترك ولداً يستغفر له بعد موته)

“Tujuh hal yang pahalanya tetap mengalir bagi seseorang padahal ia telah mati dan dikubur: orang yang mengajarkan ilmu, membelah sungai, menggali sumur, menanam pohon, membangun masjid, mewakafkan mushaf, atau meninggalkan anak yang memohon ampunan baginya setelah kematiannya.” (Kitab at-Targhib wa at-Tarhib)

Dalam hadits lain:

(لا يبولن أحدكم في الماء الراكد)

“Jangan sekali-kali seseorang di antara kamu buang air kecil di air yang tidak mengalir.”
Dalam hadits lain:

(إذا شرب أحدكم فلا يتنفس في الإناء)

“Jika salah seorang di antara kamu minum, hendaklah ia tidak bernafas di wadah minumannya.”

Keempat, memelihara fasilitas-fasilitas umum.

Hal ini merupakan kewajiban Islami. Rasulullah saw bersabda:

(الإيمان بضع وسبعون شعبة أفضلها قول لا إله إلا الله وأدناها إماطة الأذى عن الطريق والحياء شعبة من الإيمان)

“Iman itu 70 sekian cabang. Yang paling utama adalah perkataan tiada Tuhan selain Allah, dan yang paling rendah adalah menyingkirkan kotoran dari jalan, dan malu adalah salah satu cabang iman.” (HR. Muslim)

Dalam hadits lain:

(بينما رجل يمشي في طريق وجد غصن شوك فأخره فشكر الله فغفر له)

“Ketika seseorang berjalan, dia melihat ranting berduri di jalan, lalu dia menyingkirkannya. Maka, Allah berterima kasih kepadanya dan mengampuninya.” (HR. At-Tirmidzi)

Nabi saw sangat menganjurkan kebersihan dan menjaga kesehatan secara umum di rumah, badan, makanan, dan minuman. Beliau bersabda:

(إن الله طيب يحب الطيب نظيف يحب النظافة كريم يحب الكرم جواد يحب الجود، فنظفوا أفنيتكم ولا تشبهوا باليهود)

“Sesungguhnya Allah itu baik dan menyukai kebaikan, bersih dan menyukai kebersihan, mulia dan menyukai kemuliaan, pemurah dan menyukai kemurahan. Karena itu, bersihkanlah halaman kalian dan janganlah kalian menyerupai orang Yahudi.” (HR. At-Tirmidzi)

Dalam hadits lain:

(نظفوا أفنيتكم ولا تبيِّتوا القمامة في بيوتكم وأخرجوها منها فإنها مقهد الشيطان)

“Bersihkanlah halaman kalian, jangan biarkan sampah bermalam di rumahmu. Buanglah keluar karena sampah adalah tempat duduk setan.” (HR. Ath-Thabarani di dalam al-Awsath)

Berkaitan dengan badan, Nabi saw bersabda:

(لله تعالى على كل مسلم حق أن يغتسل في كل سبعة أيام يوماً)

“Allah SWT memiliki hak atas setiap muslim yakni ia mandi minimal sekali dalam tujuh hari.” (HR. Al-Bukhari)

Dalam hadits lain:

(ولولا أن أشق على أمتي لأمرتهم بالسواك مع كل صلاة)

“Sekiranya tidak memberatkan umatku, pasti kuperintahkan mereka bersiwak setiap kali hendak salat.” (HR. Al-Bukhari)

Berkaitan dengan melindungi makanan dan minuman dan memeliharanya dari pencemaran serta apa pun yang menimbulkan penyakit terdapat banyak sekali hadits.

Akhirnya, sebagai penutup, apa yang sudah dipaparkan di dalam tulisan ini hanya setetes air dari lautan hikmah kenabian. Kaum Muslim harus berupaya menjaga kebersihan dan kemurnian lingkungan. Jika tidak, maka malapetaka menanti masa depan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar