Oleh Ahmad
Fadhil (Dosen Filsafat Islam di Fakultas Ushuluddin
Dan Dakwah IAIN SMH Banten)
Allah SWT berfirman:
هو أنشأكم من الأرض واستعمركم فيها
“Dia telah menciptakanmu dari bumi (tanah) dan
menjadikan kamu sebagai pemakmurnya.” (QS. Hud: 61)
Nabi saw bersabda:
(إن الله نظيف يحب النظافة)
“Sesungguhnya Allah Mahabersih dan mencintai
kebersihan.” (HR. at-Tirmidzi)
Sayyidina Ali, di dalam suratnya kepada Gubernurnya di
Mesir, berkata: “Hendaklah perhatianmu terhadap upaya pemakmuran (mengolah)
bumi lebih besar daripada perhatianmu terhadap penarikan kharaj (pajak bumi),
karena orang yang menarik kharaj (pajak bumi) tanpa memakmurkannya, berarti dia
telah merusak negeri dan membinasakan rakyat.”
Pendahuluan
Lingkungan adalah amanah dari Sang Pencipta yang Dia
berikan dan titipkan kepada manusia dalam keadaan bersih dan indah. Dalam
keadaan ini, lingkungan dapat tetap menjadi tempat dan wadah yang baik, juga
menjadi teman yang membantunya untuk mewujudkan tujuan-tujuan penciptaannya.
Jika manusia merusak alam, maka efek negatifnya akan kembali kepada dirinya
sendiri.
Di kalangan akademisi dan pemikir dunia, telah ramai
diskusi tentang environmental ethich (etika lingkungan). Wacana ini
mengingatkan bahwa manusia telah mengambil banyak sekali manfaat dari alam
sehingga manusia memiliki tanggung jawab yang besar juga untuk menjaga dan
melestarikannya.
Wacana ini merupakan koreksi terhadap salah satu
prinsip dalam sains modern yang berkembang di Barat setelah Renaisans, yang
menyatakan bahwa manusia dapat menggunakan alam dalam cara apa pun untuk kepentingannya.
Bacon mengatakan bahwa tujuan pengetahuan adalah untuk mengembangkan dominasi
manusia pada alam, sehingga manusia dapat mengaturnya. Thomas Aquinas pun
berpandangan manusia tidak memiliki tanggung jawab secara langsung kepada alam,
karena alam tidak memiliki akal. Pandangan ini telah membawa krisis lingkungan
karena sains modern telah memperkosa alam.
Para pemikir Barat kini telah mengoreksi
pandangan-pandangan tersebut. Minimal ada dua alasan. Pertama, karena kita
telah mengambil keuntungan dari alam, maka kita memiliki tanggung jawab
terhadapnya. Kedua, kita memiliki tanggung jawab untuk mewariskan alam yang
baik kepada generasi berikut, dan tidak mengekspoitasinya habis-habisan untuk
kepentingan generasi kita sendiri.
Lingkungan adalah bingkai tempat manusia hidup,
memperoleh elemen-elemen penting dalam kehidupannya, melakukan relasi-relasi
dengan sesamanya dan berbagai makhluk lain baik makhluk hidup atau mati.
Lingkungan memuat manusia dan benda-benda di
sekitarnya. Benda-benda di sekitar manusia ini ada dua macam. Pertama,
benda-benda alami selain manusia, berupa binatang, tumbuh-tumbuhan, udara, air,
dan tanah. Kedua, benda-benda ciptaan dan produk manusia yang disebut
“teknologi”. Manusia membuat benda-benda ini untuk memudahkannya mewujudkan
harapan dan keinginannya terhadap dunia fisik.
Pemecahan kontradiksi antara kedua jenis benda ini
merupakan tantangan besar bagi para pemerhati lingkungan, agar tidak terjadi
kemena-menaan, penyia-nyiaan, perusakan, salah penggunaan, dan … melainkan tercipta
keseimbangan, kebaikan, perhatian, dan perlindungan terhadap alam fisik. Sebab,
pada akhirnya, pada kedua kondisi tersebut, manusialah yang mendapat manfaat
terbesar dan dia juga yang mendapat bahaya terbesar.
Bagaimana pandangan Islam tentang wacana ini?
Tulisan ini akan mengkaji masalah pertama, yaitu
bagaimana seharusnya sikap manusia terhadap benda-benda alami selain manusia,
lewat dua sumber utama ajaran Islam, yaitu al-Quran dan Sunnah.
1. Lingkungan Dalam Perspektif Al-Quran
Jika kita membuka kitab utama Islam, yaitu al-Quran,
maka kita akan mendapatkan ayat-ayat yang mengindikasikan bahwa makhluk-makhluk
selain manusia pun memiliki akal. Di dalam surah an-Naml terdapat kisah ketika
Nabi Sulaiman dan pasukannya tiba di lembah semut, Raja Semut memerintahkan
rakyatnya untuk masuk ke dalam rumah-rumah mereka, agar tidak terinjak oleh
pasukan Sulaiman. Ini menandakan semut mampu mengetahui, menyadari, dan
berkomunikasi.
Masih di dalam surah an-Naml, kita membaca cerita
tentang burung Hudhud. Ketika Nabi Sulaiman memeriksa pasukan burung, ia tidak
melihat Hudhud. Ia sangat marah dan berkata akan menghukum atau menyembelih
Hudhud, kecuali Hudhud memiliki alasan yang kuat. Dalam hukum positif hukuman
hanya diberikan kepada yang berakal. Karena itu, anak kecil yang melakukan
kesalahan dapat tidak dihukum. Yang dapat membuat alasan pun hanya makhluk yang
berakal. Cerita Hudhud di dalam al-Quran selanjutnya—yang menjelaskan alasan
Hudhud absen dari apel tersebut—mengindikasikan bahwa Hudhud mengenali konsep-konsep
yang rumit, seperti laki-laki dan perempuan, peribadatan, setan, dan hidayah.
Lebih dari itu, al-Quran menyatakan bahwa “benda-benda
mati” juga dapat memiliki kesadaran pada saat mereka diperintahkan oleh Allah
SWT. Misalnya, pada hari Kiamat, bumi “bercerita” mengapa ia berguncang (QS.
az-Zalzalah); tangan, kaki, lidah, dan kulit manusia dapat “berbicara” dan
“bersaksi” karena Allah SWT memerintahkan mereka untuk melakukan hal tersebut.
Di dalam surah Yasin ada ayat yang menerangkan, “Pada hari itu, kami menutup
mulut-mulut mereka, lalu tangan-tangan mereka berbicara dan kaki-kaki mereka
memberi kesaksian atas apa yang mereka lakukan.”
Sebagai pendahuluan, dapat kami katakan bahwa terdapat
lebih dari 700 ayat al-Quran yang mengulas lingkungan dan isinya dalam
pengertian yang telah kami sebutkan. Ayat-ayat ini dapat diklasifikasi menjadi
lima macam:
Pertama: ayat-ayat yang menegaskan
ketuhanan Allah SWT terhadap lingkungan.
Allah SWT adalah Pencipta, Pemilik, dan Pengatur
lingkungan, dan lingkungan bertasbih kepada-Nya. Manusia dapat mengambil
manfaat dari lingkungan berdasarkan criteria-kriteria yang disyariatkan-Nya dan
dengan cara-cara yang benar.
Allah SWT berfirman:
يا أيها الناس اعبدوا ربكم الذي خلقكم والذين من قبلكم لعلكم تتقون* الذي جعل لكم الأرض فراشاً والسماء بناء وأنزل من السماء ماءً فأخرج به من الثمرات رزقاً لكم…
“Wahai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah
menciptakan kamu dan orang-orang yang sebelum kami agar kamu bertakwa. (Dialah)
yang menjadikan bumi sebagai hambaran bagimu dan langit sebagai atap, dan
Dialah yang menurunkan air dari langit, lalu Dia hasilkan dengan itu
buah-buahan sebagai rezeki untukmu ….” (QS. Al-Baqarah: 21-22)
Dalam ayat lain Dia berfirman:
وإن من شيء إلا يسبح بحمده
“Dan tidak ada sesuatu pun selain bertasbih dengan
memuji-Nya.” (QS. Al-Isra: 44)
Dalam ayat lain Dia berfirman:
ألم تروا أن الله سخر لكم ما في السموات وما في الأرض وأسبغ عليكم نعمه ظاهرة وباطنة…
“Tidakkah kamu memperhatikan bahwa Allah telah
menundukkan apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi untuk kepentinganmu
dan menyempurnakan nikmat-Nya untukmu lahir dan batin.” (QS. Luqman: 20)
Kedua: Allah SWT menciptakan manusia
dari elemen lingkungan alami.
Allah SWT berfirman:
ولقد خلقنا الإنسان من سلالة من طين
“Dan sungguh Kami telah menciptakan manusia dari
saripati dari tanah.” (QS. Al-Mukminun: 12)
Dalam ayat lain:
ومن آياته أن خلقكم من تراب ثم إذا أنتم بشر تنتشرون
“Dan di antara tanda-tanda-Nya ialah Dia menciptakan
kamu dari tanah, kemudian tiba-tiba kamu menjadi manusia yang berkembang biak.”
(QS. Ar-Rum: 20)
Ketiga: Allah SWT mengangkat manusia
sebagai khalifah atas lingkungan alami agar ia mengambil manfaat darinya dengan
adil dan baik.
Allah SWT berfirman:
الله الذي سخر لكم البحر لتجري الفلك بأمره ولتبتغوا من فضله ولعلكم تشكرون
“Allah-lah yang menundukkan laut untukmu agar
kapal-kapal dapat berlayar di atasnya dengan perintah-Nya, dan agar kamu dapat
mencari sebagian karunia-Nya, dan agar kamu bersyukur.” (QS. Al-Jatsiyah: 12)
Keempat: salah satu tujuan ibadah adalah
mewujudkan pelaksanaan kekhalifahan tersebut dengan baik.
Allah SWT berfirman:
ولو أنهم أقاموا التوراة والإنجيل وما أنزل إليهم من ربهم لأكلوا من فوقهم ومن تحت أرجلهم
“Dan sekiranya mereka sungguh-sungguh menjalankan
Taurat, Injil, dan yang diturunkan kepada mereka dari Tuhannya (al-Quran)
niscaya mereka akan mendapat makanan dari atas mereka dan dari bawah kaki
mereka.” (QS. Al-Maidah: 66)
Dalam ayat lain:
وأن لو استقاموا على الطريقة لأسقيناهم ماءً غدقاً
“Dan sekiranya mereka tetap berjalan lurus di atas
jalan itu (agama Islam), niscaya Kami akan mencurahkan kepada mereka air yang
cukup.” (QS. Al-Jinn: 16)
Kelima: peringatan kepada manusia atas
perbuatan merusak dan mengubah elemen lingkungan alami.
Allah SWT berfirman:
ولا تطيعوا أمر المسرفين الذين يفسدون في الأرض ولا يصلحون
“Dan janganlah kamu menaati perintah orang-orang yang
melampaui batas, yang berbuat kerusakan di bumi dan tidak mengadakan
perbaikan.” (QS. Asy-Syu’ara: 151-152)
Kerusakan adalah pencemaran dalam segala bentuknya,
penghambur-hamburan, pengubahan karakter elemen alam. Semua ini dilarang.
2. Lingkungan dalam perspektif Sunnah
Jika kita beralih pada Sunnah, yaitu tradisi yang
diajarkan oleh Nabi Muhammad saw, kita akan mendapatkan petunjuk-petunjuk yang
sangat indah mengenai perlakuan manusia terhadap alam. Ada hadits yang
menyatakan bahwa binatang memiliki enam hak atas manusia. Mereka tidak boleh
dibebani di luar kemampuan mereka; harus diberi makan sebelum lapar, tidak
boleh dipukul karena mereka bertasbih, dan tidak boleh dilukai perasaannya.
Nabi saw juga berpesan agar pemilik binatang membersihkan kandang dan menjaga
kebersihan badan binatang peliharaannya. Nabi saw melarang orang membunuh
binatang tanpa alasan yang kuat, dan Allah akan meminta pertanggungjawaban
orang yang melakukan hal itu pada hari kiamat.
Berdasarkan petunjuk-petunjuk tersebut, para fuqaha
muslim mendeduksi hukum-hukum yang sangat peduli terhadap lingkungan. Misalnya,
orang tidak boleh memisahkan anak binatang yang masih kecil dan tergantung pada
induknya. Jika seseorang mengambil madu dari sarang lebah, maka ia harus
menyisakan madu itu untuk si lebah. Jika seseorang memeras susu kambing atau
lainnya, maka ia harus menyisakan untuk anak kambing tersebut. Jika seseorang
menyembelih binatang, maka dia harus menajamkan pisaunya. Bahkan, untuk menjaga
perasaan binatang yang lain, orang tidak boleh menyembelih binatang di hadapan
binatang lain. Dalam salah satu mazhab diterangkan bahwa orang boleh mengqashar
shalat hanya dalam perjalanan yang diniati untuk kebaikan. Perjalanan memburu
binatang hanya untuk kesenangan adalah haram. Karena itu, jika seseorang
berburu binatang hanya untuk kesenangan, maka ia tidak boleh mengqashar
shalatnya. Ada hukum lain yang cukup menarik: seorang yang telah menternak
binatang, tidak boleh menyembelih sendiri binatang peliharaannya, karena di
antara mereka telah terjalin hubungan kasih sayang. Orang tidak boleh memotong
dahan, kecuali terpaksa atau ada alasan yang kuat, dan jika seseorang melihat
dahan atau ranting yang patah, maka ia harus memperbaikinya. Serta hukum-hukum
lain yang mengindikasikan kepedulian yang tinggi terhadap lingkungan.
Kekayaan khazanah Islam dalam wacara etika lingkungan
ini dapat kita lihat juga pada tulisan para saintis dan pemikir Muslim.
Al-Biruni, seorang ahli fisika yang pada abad 4 H telah menginisiasi wacana
kesalahan teori geo-centrisme, menyatakan bahwa mineral atau barang-barang
tambang adalah makhluk-makhluk Allah SWT yang bergerak menuju tujuan tertentu,
aktif dan tidak pasif, hidup, dan memiliki persepsi yang samar-samar (syu’ur
khafi), sehingga kita tidak dapat merampas hak hidup mereka tanpa alasan. Di
sini ia mendeduksi sebuah firman Allah SWT, “Sesungguhnya orang-orang yang menyimpan
emas dan perak, dan tidak menginfakkannya ….”
Apa yang dipaparkan di atas, menunjukkan bahwa para
pemikir Islam telah sangat memperhatikan issu etika lingkungan. Ironisnya,
mengapa dunia Islam kini menjadi negeri yang paling disorot sebagai negeri yang
mengabaikan etika lingkungan? Indonesia sebagai bagian dari dunia internasional
dengan penduduk sebagian besar muslim harus peduli atas pemeliharaan dan
pelestarian lingkungan dalam skala kecil maupun besar sebagai tugas kemanusiaan
dan tugas keagamaan. Global warming (pemanasan global) adalah sub issu
dari diskusi ini, dan dalam bagian ini, Indonesia termasuk negara yang mendapat
banyak sorotan sebagai salah satu pemilik hutan tropis terluas di dunia yang
tidak mampu menjaganya.
Jika lingkungan atau alam fisik terdiri dari hewan,
tumbuh-tumbuhan, air, dan tanah, maka hadits Nabi saw mencakup kesemuanya
dengan seruan kepada manusia untuk memperhatikan dan merawatnya, serta
menggunakannya dengan santun dan baik di dalam perjalanan yang mewujudkan
tujuan mulia penciptaan manusia.
Mari kita perinci hal ini dalam poin-poin berikut:
Pertama, seruan tegas dan jelas untuk
bersikap lembut terhadap binatang.
Sangat banyak hadits yang berkaitan dengan hal ini. Di
antaranya:
Nabi saw bersabda:
(بينما رجل يمشي بطريق اشتد عليه العطش فنزل بئراً فشرب منها ثم خرج فإذا هو بكلب يلهث يأكل الثرى من العطش، فقال: لقد بلغ هذا مثل الذي بلغ بي فنزل البئر فملأ خفه ثم أمسكه بفيه ثم رقى فسقى الكلب فشكر الله له فغفر له، قالوا: يا رسول الله وإن لنا في البهائم أجراً ؟ قال: في كل كبد رطبة أجر)
“Ketika seseorang sedang berjalan di sebuah jalan, dia
merasa sangat kehausan. Maka dia turunk ke sumur, lalu minum airnya. Lalu dia
naik. Tiba-tiba dia melihat anjing sedang menjulur-julurkan lidah dan
menjilat-jilat debu karena kehausan. Orang itu berkata, ‘Anjing ini mengalami
apa yang tadi aku alami.’ Dia pun turun lagi ke dalam sumur, memenuhi
terompahnya dengan air, lalu menggigitnya dengan mulut, lalu memanjat sumur itu
dan memberi minum kepada anjing tersebut. Maka, Allah berterima kasih kepadanya
dan mengampuninya.” Para sahabat berkata, “Wahai Rasulullah, apakah kami akan
mendapat pahala karena binatang?” Beliau menjawab, “Di dalam setiap hati yang
basah terdapat pahala.” (HR. Al-Bukhari)
Dalam hadits lain Rasulullah saw bersabda:
(دخلت إمرأة النار في هرة ربطتها فلم تطعمها ولم تدعها تأكل من خشاش الأرض)
“Seorang wanita masuk neraka karena kucing yang ia
ikat lalu ia tidak memberinya makan dan tidak membiarkannya makan dari
sisa-sisa makanan di tanah.” (HR. Al-Bukhari)
Kedua, seruan untuk mengeluarkan upaya
maksimal untuk merawat tumbuh-tumbuhan dan tanaman.
Di dalam masalah ini terdapat banyak sekali hadits, di
antaranya sebagai contoh saja:
(ما من مسلم يغرس غرساً أو يزرع زرعاً فيأكل منه طير أو إنسان أو بهيمة إلا كان له به صدقة)
“Tidaklah seorang muslim menanam pohon atau tanaman,
lalu burung, manusia, atau binatang ternak memperoleh makanan darinya, kecuali
itu menjadi sedekah baginya.” (HR. Al-Bukhari)
Di dalam hadits lain:
(من كانت له أرض فليزرعها أو ليمنحها فإن لم يفعل فليمسك أرضه)
“Siapa yang memiliki tanah, hendaklah orang itu
menanaminya atau memberikannya kepada orang yang dapat menanaminya. Jika orang
tersebut tidak menanaminya, maka hendaklah dia mengambil kembali tanah
tersebut.” (HR. Al-Bukhari)
Ketiga, air adalah nikmat yang sangat
besar dan harus dijaga dengan baik: tidak boleh disia-siakan,
dihambur-hamburkan, dicemari, karena semua tindakan ini adalah haram dan
kejahatan.
Nabi saw bersabda:
(سبع يجري للعبد أجرهن وهو في قبره بعد موته، من علَّم علماً أو كرى نهراً أو حفر بئراً أو غرس شجرة أو بنى مسجداً أو ورَّث مصحفاً أو ترك ولداً يستغفر له بعد موته)
“Tujuh hal yang pahalanya tetap mengalir bagi
seseorang padahal ia telah mati dan dikubur: orang yang mengajarkan ilmu,
membelah sungai, menggali sumur, menanam pohon, membangun masjid, mewakafkan
mushaf, atau meninggalkan anak yang memohon ampunan baginya setelah
kematiannya.” (Kitab at-Targhib wa at-Tarhib)
Dalam hadits lain:
(لا يبولن أحدكم في الماء الراكد)
“Jangan sekali-kali seseorang di antara kamu buang air
kecil di air yang tidak mengalir.”
Dalam hadits lain:
(إذا شرب أحدكم فلا يتنفس في الإناء)
“Jika salah seorang di antara kamu minum, hendaklah ia
tidak bernafas di wadah minumannya.”
Keempat, memelihara fasilitas-fasilitas
umum.
Hal ini merupakan kewajiban Islami. Rasulullah saw
bersabda:
(الإيمان بضع وسبعون شعبة أفضلها قول لا إله إلا الله وأدناها إماطة الأذى عن الطريق والحياء شعبة من الإيمان)
“Iman itu 70 sekian cabang. Yang paling utama adalah
perkataan tiada Tuhan selain Allah, dan yang paling rendah adalah menyingkirkan
kotoran dari jalan, dan malu adalah salah satu cabang iman.” (HR. Muslim)
Dalam hadits lain:
(بينما رجل يمشي في طريق وجد غصن شوك فأخره فشكر الله فغفر له)
“Ketika seseorang berjalan, dia melihat ranting
berduri di jalan, lalu dia menyingkirkannya. Maka, Allah berterima kasih
kepadanya dan mengampuninya.” (HR. At-Tirmidzi)
Nabi saw sangat menganjurkan kebersihan dan menjaga
kesehatan secara umum di rumah, badan, makanan, dan minuman. Beliau bersabda:
(إن الله طيب يحب الطيب نظيف يحب النظافة كريم يحب الكرم جواد يحب الجود، فنظفوا أفنيتكم ولا تشبهوا باليهود)
“Sesungguhnya Allah itu baik dan menyukai kebaikan,
bersih dan menyukai kebersihan, mulia dan menyukai kemuliaan, pemurah dan
menyukai kemurahan. Karena itu, bersihkanlah halaman kalian dan janganlah
kalian menyerupai orang Yahudi.” (HR. At-Tirmidzi)
Dalam hadits lain:
(نظفوا أفنيتكم ولا تبيِّتوا القمامة في بيوتكم وأخرجوها منها فإنها مقهد الشيطان)
“Bersihkanlah halaman kalian, jangan biarkan sampah
bermalam di rumahmu. Buanglah keluar karena sampah adalah tempat duduk setan.”
(HR. Ath-Thabarani di dalam al-Awsath)
Berkaitan dengan badan, Nabi saw bersabda:
(لله تعالى على كل مسلم حق أن يغتسل في كل سبعة أيام يوماً)
“Allah SWT memiliki hak atas setiap muslim yakni ia
mandi minimal sekali dalam tujuh hari.” (HR. Al-Bukhari)
Dalam hadits lain:
(ولولا أن أشق على أمتي لأمرتهم بالسواك مع كل صلاة)
“Sekiranya tidak memberatkan umatku, pasti
kuperintahkan mereka bersiwak setiap kali hendak salat.” (HR. Al-Bukhari)
Berkaitan dengan melindungi makanan dan minuman dan
memeliharanya dari pencemaran serta apa pun yang menimbulkan penyakit terdapat
banyak sekali hadits.
Akhirnya, sebagai penutup, apa yang sudah dipaparkan
di dalam tulisan ini hanya setetes air dari lautan hikmah kenabian. Kaum Muslim
harus berupaya menjaga kebersihan dan kemurnian lingkungan. Jika tidak, maka
malapetaka menanti masa depan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar