Rabu, 31 Desember 2014

Manusia Purba Adalah Seniman Maestro Pertama




Inovasi terhebat dalam sejarah manusia bukanlah peranti batu maupun pedang baja, melainkan penemuan ekspresi simbolis para seniman pertama.

Oleh Chip Walter (nationalgeographic.co.id)

Kami seakan-akan berjalan memasuki tenggorokan seekor binatang raksasa. Susuran logam yang kami lewati bagai lidah yang melengkung ke atas, lalu menukik ke kegelapan di bawah.

Langit-langit menghimpit. Di beberapa tempat, dinding gua yang tebal cukup rapat hingga menyentuh bahu saya. Kemudian rongga batu kapur itu terbuka, dan kami memasuki sebuah bilik luas, perut sang binatang.

Di sinilah singa-singa gua bersarang.

Juga badak berbulu, mamut, dan bison, kumpulan fauna purba, berderap, bertarung, membuntuti dalam hening. Di luar gua, mereka semua sudah punah. Di sini mereka tetap hidup di ceruk-ceruk dinding bernaung bayangan.

Sekitar 36.000 tahun silam, seseorang ber­jalan dari mulut gua yang asli ke bilik tempat kami berdiri. Ditemani kerlip api, ia pun mulai melukis di dinding: profil tampak samping singa gua, kawanan badak dan mamut, bison besar di sebelah kanan, dan makhluk se­macam chimeria—setengah bison, setengah perempuan—menjelma dari tonjolan batu besar berbentuk kerucut di langit-langit.

Ada kuda, kambing gunung, dan banteng di bilik-bilik lainnya; seekor burung hantu digambar dari lumpur dengan satu jari di salah satu dinding batu; seekor bison tegap dibentuk dari cap tangan berlumur oker; dan beruang-beruang gua berjalan santai, seolah-olah tengah mencari tempat untuk berhibernasi selama musim dingin. Gambar-gambar itu kebanyakan dibuat hanya dengan satu tarikan garis sempurna.

Jika ditotal, para seniman itu menggambarkan 442 binatang—mungkin selama ribuan tahun—memanfaatkan 36.000 meter persegi permukaan gua sebagai kanvas mereka. Beberapa binatang terlihat sendiri, bahkan tersembunyi. Tetapi, kebanyakan berkumpul dalam mozaik-mozaik besar seperti yang sedang saya lihat saat ini, di bagian terdalam gua.

Tertutup sebongkah batu selama 22.000 tahun, keberadaan gua itu terungkap pada Desember 1994, ketika tiga orang penjelajah gua merayap di celah sempit sebuah tebing dan turun ke mulut gua yang gelap.

Sejak itu, gua yang kini dikenal dengan nama Chauvet-Pont-d’Arc, dilindungi dengan penuh kesiagaan oleh Kementerian Kebudayaan Prancis. Kami termasuk segelintir orang yang diizinkan menapak tilas perjalanan para seniman purba. Setiap goresan arang, setiap cipratan oker terlihat segar, seolah-olah baru dibuat kemarin.

Bagaimana pencapaian sebesar itu diraih manusia, dahulu kala, seolah-olah begitu saja? Hingga baru-baru ini, gambar-gambar yang ditemukan di dinding gua-gua Paleolitikum Tua tersohor di wilayah timur Eropa seperti Altamira, Lascaux, dan Chauvet dianggap sebagai ekspresi manusia superior—kita—yang hadir di benua ini, dan mengusir para manusia Neanderthal yang brutal dan buta seni, yang telah tinggal dan berevolusi di sana selama ratusan ribu tahun.

Ternyata ceritanya jauh lebih rumit, dan lebih menarik. Kisah ini diawali, sebagaimana kisah-kisah lainnya, di Afrika.

Christopher Henshilwood mengamati Sa­mudra Hindia. Dia berdiri di ujung Afrika, dan selain karang luas yang telah lama didera ombak di bawahnya, tidak ada sesuatu pun memisahkan sepatu botnya dengan Antartika kecuali laut yang membentang sejauh 2.400 kilometer.

“Bukan hari yang buruk,” ujarnya. Henshil­wood, dari University of the Witwatersrand, Afrika Selatan, dan Univerity of Bergen, Norwegia, bersama para koleganya telah meng­gali sepanjang pagi di Klipdrift Shelter. Mereka menambahkan beberapa peranti batu dan temuan-temuan baru lainnya ke timbunan barang bukti, bahwa manusia modern pernah menghuni perbukitan ini dan gua-gua dangkal di sekitarnya selama lebih dari 165.000 tahun. Beberapa temuan terbaiknya berasal dari Gua Blombos, 45 kilometer di timur Klipdrift.

Pada suatu hari pada 2000, timnya menemukan se­buah balok oker merah berukuran sedikit lebih kecil daripada ponsel. Oker telah umum ditemukan di bagian Afrika ini, dan telah diguna­kan selama ribuan tahun untuk beraneka ragam keperluan, dari pewarna badan hingga pengawet makanan. Keping ini, bagaimanapun, berbeda: Sekitar 75.000 tahun silam, beberapa manusia cerdas telah dengan hati-hati membuat pola tanda segi tiga paralel yang saling ber­tumpukan di permukaannya.

Tidak ada yang mengetahui makna tanda itu, yang kemudian ditemukan di 13 keping oker lainnya. Tanda tangan? Hitungan? Daftar belanjaan purba? Apa pun itu, umurnya 35.000 tahun lebih tua daripada bukti tak terbantahkan mengenai perilaku simbolis lainnya yang sudah terungkap saat itu.

Pada awalnya, penemuan ini diliputi kontro­versi. Sebagian ilmuwan mengecam batu kecil itu sebagai perkecualian, sekadar coretan acak. “Mereka menganggapnya tidak bermakna,” kata Henshilwood. “Mereka mengucapkan semua komentar negatif yang bisa Anda pikirkan.” Seiring waktu, sebagian ilmuwan menganggap temuan itu sebuah terobosan.

Tidak lama berselang, berbagai contoh simbol dan ornamen lainnya ditemukan. Tim Henshilwood menemukan cangkang-cangkang siput laut kecil bernama Nassarius yang ber­umur sekitar 75.000 tahun dan berlubang, bukti bahwa seutas tali pernah merangkainya. Temuan-temuan lainnya berusia jauh lebih tua. Manik-manik Nassarius dapat dirunut hingga 82.000 tahun silam di sebuah situs bernama Grotte des Pigeons (Gua Merpati) di Taforalt, Maroko. Di ujung lain Mediterania, manik-manik serupa yang ditemukan di dua gua Israel, Qafzeh dan Skhul, berumur 92.000 dan 100.000 tahun. Di Afrika Selatan pada 2010, tim yang dikepalai oleh Pierre-Jean Texier dari University of Bordeaux dilaporkan menemukan cangkang-cangkang telur burung unta berukir berumur 60.000 tahun di Diepkloof Rock Shelter, sebelah utara Cape Town.

Sementara itu, Blombos terus melahirkan harta karun: peranti-peranti tulang yang berukir halus dan berhias, dan bukti bahwa 100.000 tahun silam para penghuni gua telah dengan sadar menumbuk oker menjadi serbuk halus, dan mencampurnya dengan bahan lain untuk membuat pasta. Tersimpan di cangkang abalon—bentuk wadah tertua—pasta itu mungkin digunakan untuk mewarnai badan, wajah, peralatan, atau pakaian. Pada 2009, Henshilwood melaporkan penemuan oker lebih banyak lagi, juga batu bertanda silang-silang, yang berasal dari 100.000 tahun silam.

Dibandingkan dengan keindahan men­cengangkan yang dibuat di Gua Chauvet 65.000 tahun kemudian, artefak-artefak semacam ini terlihat biasa. Namun, membuat bentuk sederhana yang memiliki makna—sebuah simbol, hasil dari akal seseorang, yang dapat dibagi kepada orang lain—jelas membuktikan sebuah fakta. Lebih penting dari karya seni gua itu sendiri, ekspresi kesadaran konkret pertama ini mencerminkan lonjakan dari sifat hewani menuju hakikat diri kita sekarang—spesies yang bermandikan simbol, dari rambu-rambu yang memandu kita di jalan raya hingga cincin kawin di jari dan ikon-ikon di iPhone kita.

Ada fakta lain yang terungkap dari ledakan simbolisme awal di Afrika dan Timur Tengah: Mereka datang, kemudian pergi. Manik-manik, pewarna, hiasan di lempeng oker dan telur burung unta—dalam setiap kasus, artefak muncul di catatan arkeologi, terus ada di area terbatas selama beberapa ribu tahun, kemudian lenyap. Hal yang sama juga terjadi pada inovasi teknologi. Mata harpun dari tulang, yang tidak ditemukan selain dari 45.000 tahun silam, terungkap dari dalam lapisan sedimen di Republik Demokratik Kongo dengan usia dua kali lipatnya. Di Afrika Selatan, dua tradisi peranti batu dan tulang yang relatif rumit muncul—di Still Bay 75.000 tahun silam dan Howieson’s Poort 65.000 tahun silam. Namun, yang disebut terakhir hanya ber­tahan selama 6.000 tahun, yang pertama 4.000 tahun.

Tidak pernah ditemukan tradisi yang menyebar melintasi jarak dan waktu, memadukan kekayaan dan keanekaragaman, hingga sesaat sebelum 40.000 tahun silam, ketika seni rupa lebih banyak muncul di Afrika, Eurasia, dan Australasia. Hingga jauh ke timur di Pulau Sulawesi, Indonesia, cap tangan—yang semula dianggap sebagai penemuan dari Zaman Paleolitikum Tua Eropa—baru-baru ini ditemukan, berusia mendekati 40.000 tahun.

Jadi, bagaimanakah kita menjelaskan ledakan kreativitas yang tampak sporadis ini? Salah satu hipotesis menyebutkan bahwa penyebabnya bukan manusia jenis baru, melainkan kepadatan manusia yang semakin tinggi, dengan lonjakan populasi yang memicu kontak antarkelompok, yang kemudian menciptakan semacam himpunan buah pikiran. Simbol-simbol dapat membantu merekatkan himpunan ini. Ketika populasi turun kembali hingga di bawah titik kritis, kelompok-kelompok pun terisolasi, dan ide-ide baru terbengkalai. Berbagai inovasi yang telah ada pun layu dan mati.

Teori semacam ini sulit dibuktikan. Tetapi, analisis genetika pada populasi manusia modern memang menunjukkan lonjakan populasi di Afrika 100.000 tahun silam. Penelitian pada 2009 memberikan dukungan statistik bagi kekuatan populasi yang lebih besar dalam menggerakkan inovasi. Riset oleh Joseph Henrich, dari University of British Columbia, menyebutkan bahwa seiring menurunnya populasi, manusia semakin kesulitan mempertahankan inovasi yang telah ada. Penduduk Pulau Tasmania telah membuat peranti dari tulang belulang, pakaian musim dingin, dan perlengkapan memancing selama 15.000 tahun sebelum kecanggihan mereka lenyap dari catatan arkeologi 3.000 tahun silam. Henrich berpendapat bahwa ketika permukaan laut naik pada 12.000 hingga 10.000 tahun silam dan mengisolasi Tasmania dari seluruh dunia, populasi pintar yang beranggota sekitar 4.000 manusia itu tidak lagi cukup besar untuk melestarikan tradisi budaya.

Tidak jelas mengapa catatan arkeologi Afrika di bidang seni rupa tampak suram selama 150 abad. Barangkali karena wabah penyakit, bencana alam, atau perubahan iklim yang ekstrem. Tetapi, Francesco d’Errico, arkeolog dari University of Bordeaux, menekankan bahwa meski kondisi sulit dapat membinasakan suatu kebudayaan, beberapa kebudayaan lainnya  mungkin justru diuntungkan.

“Setiap wilayah di dunia ini menghasilkan kebudayaan dengan berbagai macam tolok ukur,” kata d’Errico. “Bisa jadi ada situasi se­macam bencana jangka pendek yang menyapu bersih kebudayaan di satu area, tetapi di area lainnya, manusia mampu mengambil keuntungan dari tantangan itu.”

“Izinkan saya menunjukkan sesuatu kepada Anda.” Nicholas Conard dengan hati-hati memutar kunci brankas besar di kantornya, yang berlokasi di puri Jerman abad ke-16 di Tübingen University. Dari brankas itu, dia mengeluarkan empat kotak kayu pinus kecil dan meletakkannya perlahan-lahan di meja di depan saya. Di dalam setiap kotak tersimpan sebuah ukiran kecil: masing-masing seekor kuda, mamut, bison, dan singa. Semuanya berasal dari sebuah gua bernama Vogelherd di Jerman. Karya seni itu menunjukkan ke­anggunan, kecantikan, dan kejenakaan yang dapat membuat seniman modern bangga. Tetapi, karya seni itu berumur 40.000 tahun—lebih tua 4.000 tahun dari lukisan di Chauvet.

“Menakjubkan,” ujar Conard, direktur sains prasejarah di universitasnya. “Masing-masing karya terlihat berbeda. Tetapi jika Anda mencermatinya, jelas bahwa semuanya membentuk suatu keutuhan.”

Para manusia yang membuat karya-karya ini merupakan bagian dari populasi yang me­ninggalkan kampung halaman Afrika sekitar 60.000 tahun silam. Mereka mengambil rute melewati Timur Tengah dan wilayah yang kini bernama Turki, menyusuri pesisir barat Laut Hitam, dan mendaki Lembah Sungai Danube. Sejauh pengetahuan kami, di sepanjang rute itu mereka sama sekali tidak meninggalkan jejak berupa tanda-tanda ketertarikan artistik. Tetapi, begitu mereka menetap sekitar 43.000 tahun silam di Lembah Sungai Lone dan Ach di selatan Jerman, mereka tiba-tiba mulai mencipta—bukan lagi hiasan kasar, melainkan sosok-sosok binatang realistis yang diukir di gading mamut.

Sumber sebagian besar karya-karya itu adalah empat gua: Hohle Fels dan Geissenklösterle di Lembah Ach, dan Hohlenstein-Stadel dan Vogelherd di Lone. Gua-gua itu bisa diabaikan begitu saja oleh seseorang yang bermobil di wilayah pegunungan di barat daya Jerman. Walaupun kini subur dan hijau, Lembah Ach dan Lone 40.000 tahun yang lalu, pada awal periode yang dikenal dengan nama Aurignacian, merupakan hamparan padang gundul. Meskipun kondisi di sana buruk, kekayaan situs-situs arkeologi menunjukkan bahwa populasi pada Zaman Aurignacian tengah tumbuh. Perkembangan itu dapat membantu menjelaskan ledakan kreativitas yang ada. Mungkin kesulitan yang dihadapi oleh mereka di Eropa, kata Conrad, mendorong mereka untuk membagi kebiasaan. Pada masa-masa sulit, ukiran dan peranti yang bagus dapat memperlancar jalan menuju pernikahan, perdagangan, pertemanan antarsuku, dan membantu menyebarkan teknik-teknik baru di bidang perburuan, pembangunan tempat berteduh, dan pembuatan pakaian.

Di Hohle Fels, tim Conrad baru-baru ini menemukan beberapa benda dengan pesan seksual. Salah satunya adalah ukiran seorang wanita dengan payudara dan alat kelamin sangat besar yang ditemukan pada 2008. Setidaknya berumur 35.000 tahun, Venus dari Hohle Fels menjadi figur terkuno berwujud manusia yang pernah ditemukan. Sebelumnya, tim yang sama pernah menemukan sebatang tongkat batu lanau mulus, memiliki panjang sekitar 20 sentimeter dan diameter tiga sentimeter, dengan cincin terpasang di ujungnya—kemungkinan simbol kejantanan. Sekitar satu meter dari fi­gur Venus, tim Conrad menggali sebuah seru­ling yang diukir dari selongsong tulang burung bangkai, dan di Gua Geissenklösterle ditemukan tiga seruling lainnya, salah satunya terbuat dari gading dan lainnya dari tulang sayap angsa. Seruling-seru­ling itu merupakan alat musik tertua di dunia. Kami tidak tahu apakah orang-orang itu me­ngonsumsi obat-obatan terlarang. Tetapi, yang jelas, mereka menggemari seks dan rock and roll.

Dari semua temuan dari periode ini di Jerman, tidak ada yang lebih menarik dari Löwenmensch (Manusia Singa) dari Gua Hohlenstein Stadel, sebuah patung fantastis berumur hampir 40.000 tahun. Fragmen-fragmen Löwenmensch pada mulanya—berjumlah sekitar 200—ditemu­kan pada 1939, sebelum Perang Dunia II pecah, oleh Robert Wetzel, profesor anatomi dari Tübingen University, dan seorang ahli geologi bernama Otto Völzing. Namun kepingan-kepingan itu tetap teronggok di kotak selama 30 tahun. Kemudian, pada 1969, arkeolog Joachim Hahn mengeluarkannya dan mulai merekatkannya.

Perlahan-lahan, sebuah karya seni luar biasa mewujud. Dengan tinggi 29,6 sentimeter, Löwenmensch menjulang melampaui ukiran-ukiran lainnya yang telah ditemukan di lembah-lembah Jerman hingga saat itu. Ialah yang pertama menggambarkan makhluk yang sepenuhnya imajiner, setengah manusia dan setengah singa. Karya seperti ini tidak hanya membutuhkan akal yang luar biasa tajam, tetapi juga keahlian teknis yang mengesankan dan waktu yang lama—kira-kira 400 jam.

Anda dapat merasakan kekuatan figur itu saat menatapnya, perpaduan mulus dari sosok manusia tegap dan binatang buas. Apakah patung ini mencerminkan harapan untuk mengha­dirkan kekuatan singa pada manusia? Hohlenstein-Stadel adalah satu-satunya gua di wilayah itu tempat para arkeolog menemukan peralatan hidup, tulang-belulang, atau sampah. Gua itu juga lebih dalam dari gua lainnya. Mudah untuk membayangkan bahwa di dalam bilik-biliknya para pemburu purba memuja Manusia Singa dan bahwa gua tersebut merupakan titik awal perkembangan agama prasejarah.

Conrad menduga orang-orang ini memiliki pikiran semodern kita dan, seperti kita, menggunakan ritual dan mitos untuk menjawab misteri-misteri kehidupan, terutama di hadapan dunia yang penuh ketidakpastian. Siapakah yang mengatur migrasi satwa, menumbuhkan pepohonan, membentuk bulan, menyalakan bintang-bintang? Mengapa kita harus mati, dan ke mana kita akan pergi sesudahnya? “Mereka menginginkan jawaban,” katanya, “tetapi tidak memiliki penjelasan berlandaskan ilmu pengetahuan untuk dunia di sekitar mereka.”

Segera setelah manusia modern tiba di Eropa, penduduk jangka panjang benua itu mulai punah. Manusia Neanderthal muncul di Eurasia sekitar 200.000 tahun sebelumnya. Hanya ada sangat sedikit bukti yang menunjukkan bahwa mereka pernah berperilaku simbolik. Tetapi, pandangan tradisional yang menganggap manusia Neanderthal sebagai makhluk brutal perlahan-lahan sirna. Karena tidak pernah mencapai kepadatan populasi yang mungkin memicu kelahiran simbolisme di Afrika, manusia Neanderthal mungkin tidak pernah membutuhkannya, atau mengungkapkannya dengan cara yang belum kita pahami.

Perdebatan selama puluhan tahun mengenai kemampuan manusia Neanderthal untuk melampaui standar para pendahulu mereka berpusat di sebuah situs bernama Grotte du Renne di Prancis, tempat artefak-artefak yang normalnya diasosiasikan dengan manusia modern dari Zaman Paleolitikum Tua. Peranti tulang, kapak perimbas, dan gigi binatang yang telah dilubangi dan dipahat mungkin untuk dijadikan bandul; ditemukan di antara fosil Neanderthal. Beberapa peneliti berpendapat bahwa walaupun manusia Neanderthal mungkin bertanggung jawab atas lahirnya tradisi peralatan ini (yang dikenal dengan nama Châtelperronian), mereka tetaplah spesies yang hanya mampu meniru ketrampilan tetangga modern mereka, bukan menemukan sendiri.

Semakin banyak yang kita ketahui tentang Neanderthal, termasuk kemampuan mereka untuk berkawin silang dengan leluhur langsung kita, penjelasan “penjiplakan” untuk Châtelperronian pun semakin terasa mengada-ada. Catatan mengenai perilaku simbolik Neanderthal mungkin samar-samar, namun bukan tidak ada. Beberapa ilmuwan berpendapat bahwa kerangka-kerangka Neanderthal yang ditemukan di Prancis dan Irak dikubur dengan sengaja.

Bekas potongan yang baru-baru ini ditemukan di tulang-tulang sayap burung menunjukkan bahwa Neanderthal memanfaatkan bulu burung sebagai ornamen hingga 50.000 tahun silam, dan pola silang-menyilang yang diukir di permukaan batu salah satu gua Neanderthal di Gibraltar 39.000 tahun yang lalu menunjukkan bahwa mereka dapat berpikir abstrak. Keping merah yang digambar di dinding Gua El Castillo di Spanyol baru-baru ini disimpulkan berasal dari sekitar 41.000 tahun silam, sangat dekat dengan masa ketika hanya Neanderthal yang diketahui menghuni wilayah barat Eropa. Barangkali merekalah, bukan kita, yang menjadi seniman gua pertama.

Namun sebagian besar lukisan gua di selatan Prancis dan Spanyol dibuat setelah Neanderthal punah. Mengapa di sana? Mengapa saat itu? Salah satu petunjuknya adalah gua-gua itu sendiri—lebih dalam dan luas daripada gua-gua di Lembah Sungai Ach dan Lone di Jerman atau naungan-naungan batu di Afrika. Tito Bustillo di utara Spanyol setidaknya memiliki panjang 700 meter dari ujung ke ujung. El Castillo dan gua-gua lainnya di Monte Castillo menghunjam dan berulir ke dalam tanah bagaikan sekrup raksasa. Lascaux, Grotte du Renne, dan Chauvet di Prancis menembus batuan hingga ratusan meter di bawah tanah, dengan banyak cabang dan bilik-bilik sebesar katedral.

Mungkin kreativitas di dinding gua-gua ini sebagian terinspirasi oleh kedalaman dan kegelapan di sana—atau lebih tepatnya, perpaduan antara cahaya dan kegelapan. Diterangi kerlip cahaya dari api atau lentera batu yang berbahan bakar lemak hewan, seperti yang ditemukan di Lascaux, tonjolan can cekungan di dinding gua menghadirkan bentuk-bentuk alami. Di Altamira, wilayah utara Spanyol, para pelukis yang tersohor dengan bisonnya memanfaatkan lekukan-lekukan batu untuk memberikan nyawa dan dimensi pada gambar mereka. Di Chauvet terdapat panel lukisan empat kepala kuda di atas lekukan batu yang melandai sedemikian rupa sehingga moncong dan dahi mereka terlihat menonjol.

Sebagaimana penjelasan pemandu kami, binatang-binatang itu seakan-akan sudah ada di dalam batu, menunggu untuk diwujudkan oleh mata arang dan pewarna sang seniman.

Di bukunya La Préhistoire du Cinéma, sutra­dara dan arkeolog Mark Azéma menyampai­kan pendapatnya bahwa sebagian seniman purba itu adalah animator pertama di dunia. Ia juga menulis bahwa gambar-gambar runut yang berpadu dengan kerlip cahaya api di gua yang gelap gulita dapat menciptakan ilusi gambar bergerak. “Mereka ingin menghidupkan gambar-gambar ini,” ujar Azéma.

Dia pernah membuat ulang versi digital dari sebagian lukisan gua yang mengilustrasikan efek tersebut. Panel Singa di bilik terdalam Chauvet menjadi contoh bagus. Panel itu menampilkan kepala sepuluh ekor singa, semuanya tampak memusatkan perhatian pada mangsa mereka. Tetapi di bawah cahaya obor atau lentera batu yang diletakkan secara strategis, kesepuluh singa ini bisa jadi hanya satu, atau mungkin dua atau tiga singa yang bergerak menyampaikan sebuah cerita. Di belakang singa-singa itu berdiri sekawanan badak. Kepala dan cula badak digambar berulang hingga enam kali, saling bertumpukan, seolah-olah tengah menanduk.

Ribuan tahun kemudian kekuatan yang hadir saat kita menyusuri bilik-bilik gua masih terasa. Tarikan napas yang terdengar berat di telinga, tetesan air yang secara teratur jatuh dari dinding dan langit-langit gua.

Di dalam iramanya kita nyaris dapat men­dengar tabuhan musik purba yang rancak, sementara seorang dalang mengarahkan nyala obornya ke sebuah gambar, dan memikat para penonton dengan kisahnya. 


Kamis, 25 Desember 2014

Nama-nama Tahun Baru di Iran




Sejak media informasi Iran menayangkan kehadiran pemimpin spiritual Islam yang dikenal dengan sebutan Rahbar revolusioner Islam Ayatullah Sayyid Ali Khamenei, yang pada enam tahun terakhir setiap kali terjadi peralihan tahun baru Hijriah Syamsiah sebagai kalender perhitungan hari dan bulan oleh rakyat Iran, beliau mengucapkan kata sambutan dan sekaligus mencanangkan nama tahun sebagai mengiringi masuknya tahun-tahun tersebut, hal ini menambah nilai positif peringatan dan penyambutan tahun baru bagi rakyat Iran yang memuat nilai-nilai spiritual yang tinggi yang membawa pada arah yang tepat menuju tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh gerakan kebangsaan dan kehidupan bernegara dalam setiap putaran masa setahun bagi mereka.

Rahbar sendiri menerangkan falsafah pemberian nama untuk setiap peralihan tahun dengan nama-nama yang memuat motto dan cita-cita gerakan pembangunan negara yang menekankan sisi fungsi arah juang dalam mengisi hari demi harinya seiring dengan nama yang dicanangkan untuknya, beliau berkata:  

“Adapun kita mencanangkan nama bagi setiap tahun itu tidak berarti hanya sebagai tindakan bermegah-megahan dalam merayakan masuknya tahun baru tetapi pencanangan ini akan menjadi slogan dan pilar perjuangan dan gerak bersama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dalam memulai tahun baru, tentunya hanya meletakan nama bukanlah perkara penting, tetapi yang penting dalam peletakan nama apabila dapat memberikan spirit bagi kita, rakyat dan para pemimpin yaitu dapat memacu semangat juang untuk mencapai cita-cita bangsa dan negara yang diinginkan bersama bahkan untuk mencapai apa yang semestinya kita harus mencapainya”

Hitungan tahun Hijriah yang ditandai oleh peristiwa berhijrahnya Nabi besar Muhammad saww dari kota Makkah yang diliputi oleh kegelapan jahiliah menuju Kota Madinah yang dicemerlangkan penghuninya oleh cahaya Iman dan makrifat terhadap hakekat hidup manusia dan alam semesta yang bertumpu pada ajaran Tuhan Yang Esa sebagai Mabda’ alam dan pemilik mutlak segala wujud yaitu zat yang maha berkuasa, Pengasih dan Penyayang yaitu Allah swt sebagai sumber hidup dan tempat kembalinya segala makhluk ciptaan-Nya, mempunyai dua cara perhitungan tahun yang keduanya diistilahkan sebagai tahun Islam, satu diantaranya disebut hitungan Qamariah yang didasari dengan hitungan lintasan bulan mengelilingi bumi, olehnya diistilahkan sebagai tahun Hijriah Qamariah, yang awalnya ditandai dengan hitungan satu Muharram.

Satu lagi hitungan Syamsiah yang didasari dengan hitungan lintasan bumi mengelilingi Matahari olehnya diistilahkan dengan tahun Hijriah Syamsiah yang awal tahunnya ditandai dengan hitungan satu Farwardin, dan hitungan tahun yang kedua ini biasanya digunakan oleh rakyat Iran dalam urusan kalender hari-hari mereka. 

Di Iran walaupun secara tertulis dalam kalender perhitungan hari dan bulan, mereka menggunakan ketiga hitungan kalender yaitu ditambah dengan kalender hitungan tahun Miladi Masihi, namun yang menjadi primadona dalam perayaan tahun baru bagi mereka adalah tahun baru Hijriah Syamsiah, hitungan ini juga seiring dengan sikon alam empat musim yang ada meliputi kehidupan mereka dan buminya, sebagai sikon alam yang dimiliki oleh negara-negara yang berada di belahan Asia tengah yang mempunyai empat musim (Semi, Gugur, Dingin dan Panas) dalam setiap putaran waktu setahunnya, yang setiap memasuki tahun baru seiring dengan masuknya musim semi, yang menyeruakan panorama indah tumbuh dan berkuncupnya daun-daun pohon-pohon dan memekarnya bunga-bunga yang berwarna-warni menampakan pembaharuan wujud alam yang segar dan menyenangkan sekali. 

Menghayati Arti Tahun Baru Dalam Menghayati Nilai-Nilai Revolusi  Islam 

Pencanangan nama tahun oleh seorang pemimpin revolusioner sejak beberapa tahun terakhir menunjukkan langkah tepat telah dijalani untuk menghayati arti tahun baru dalam mengekalkan nilai-nilai juang revolusi Islam yang telah meraih kemenangannya sejak puluhan tahun yang lalu. Dan sejak beberapa tahun terakhir nama-nama cemerlang mewarnai laluan tahun-tahun tersebut seperti tahun 1381 sebagai tahun “Imam Ali as” yaitu tahun “Mengambil tauladan dari prilaku Alawiyin”, tahun  1382 bernama  tahun “Imam Husein as” yaitu tahun “Kemuliaan dan kebanggaan Husaini”, tahun 1383 bernama tahun “Pertanggungjawaban pemerintah terhadap rakyat”, tahun 1384 bernama tahun “Kebaktian nasional dan  gotong-royong secara umum”, tahun 1385 bernama tahun “Nabi besar Muhammad saww”, dan tahun 1386 bernama tahun “Persatuan Bangsa dan Pengokohan kebersamaan Islam”.  

Pencanangan nama yang baik dan memuat spirit hidup bagi setiap tahun oleh seorang pemimpin revolusioner Islam tentunya akan lebih memberi arti terhadap kisaran sikon waktunya dengan penuh berkah mengiringi gerak juang revolusi Islam yang memberi warna dalam setiap gemingan harinya untuk menjadi baik dan lebih baik –yang merentangkan kesadaran yang termuai sepanjang jaman sebagai tujuan utama penobatan nama-nama agung bagi tahun-demi tahun. Dentingan hari demi harinya telah menjurus pada satu derap mengungkap nilai-nilai tinggi yang termuat dalam makna yang dikandung oleh nama-nama agung tersebut, yang sudah pasti penghayatan nilai-nilainya tetap tidak akan dianggap cukup dalam masa setahun, namun pencanangan itu akan meminta keberlanjutan hingga berakhirnya jaman, karena muatan makna nama-namanya adalah nilai-nilai sakral yang diilhami oleh ajaran hakiki keabadian Islam yang sekaligus menjadi racikan kesempurnaan Insani manusia.  

Dari itu sangat disayangkan keteledoran manusia dalam mengisi hari-hari hidupnya sebagai kebiasaan yang terjadi pada kalangan lain seperti rakyat tanah air kita, Indonesia, dan di belahan Eropa dan di lain-lain tempat di kebanyakan negara yang ada di selaput bumi ini yang kita dapat melihat pada perayaan tahun baru bagi mereka, yang sudah menjadi kebiasaan terutama kalangan kawula mudanya, mereka menyambut tahun baru dengan tindakan-tindakan amoral, seperti peletupan mercun di sana-sini, berkerumun dalam arena-arena diskotik, bermabuk-mabukan dengan arak dan munculnya berbagai tindakan kriminal hingga seks bebas, terutama di malam tahun baru, yang sudah tidak asing lagi bagi rakyat kita dan telah dapat dibuktikan bersama di setiap peralihan tahun baru Miladi. Tentunya prilaku dan budaya seperti ini bukan bingkisan ajaran Islam, dari itu sudah semestinya ummat Islam bermawas diri untuk menyesuaikan prilakunya dengan apa yang diajarkan oleh Islam dalam menyambut peralihan tahun baru.

Mengambil contoh dari perilaku penyambutan tahun baru seperti yang ada di negeri Iran tentunya akan membawa efek positif bagi perkembangan perbaikan tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara bagi umat Islam yang berada di negara-negara lain. Menyambutnya dengan membaca dzikir dan doa akhir tahun dan awal tahun yang dilakukan secara nasional akan tampak lebih syahdu dan penuh khidmat sekaligus merenungkan prilaku baik dan buruk sembari menginstrospeksi diri untuk menjadi lebih baik dalam mengisi tahun berikutnya adalah lebih memacu manusia untuk menemukan jati dirinya yang lebih sempurna pada masa yang akan datang –dan mencanangkan nama khusus bagi setiap tahun baru akan lebih mengacu dan mematri langkah yang tepat untuk menuju apa yang dicita-citakan. 

Selasa, 23 Desember 2014

Islam dan Isu Ekologi




Oleh Ahmad Fadhil (Dosen Filsafat Islam di Fakultas Ushuluddin Dan Dakwah IAIN SMH Banten)

Allah SWT berfirman:

هو أنشأكم من الأرض واستعمركم فيها

“Dia telah menciptakanmu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu sebagai pemakmurnya.” (QS. Hud: 61)

Nabi saw bersabda:

(إن الله نظيف يحب النظافة)

“Sesungguhnya Allah Mahabersih dan mencintai kebersihan.” (HR. at-Tirmidzi)

Sayyidina Ali, di dalam suratnya kepada Gubernurnya di Mesir, berkata: “Hendaklah perhatianmu terhadap upaya pemakmuran (mengolah) bumi lebih besar daripada perhatianmu terhadap penarikan kharaj (pajak bumi), karena orang yang menarik kharaj (pajak bumi) tanpa memakmurkannya, berarti dia telah merusak negeri dan membinasakan rakyat.”

Pendahuluan

Lingkungan adalah amanah dari Sang Pencipta yang Dia berikan dan titipkan kepada manusia dalam keadaan bersih dan indah. Dalam keadaan ini, lingkungan dapat tetap menjadi tempat dan wadah yang baik, juga menjadi teman yang membantunya untuk mewujudkan tujuan-tujuan penciptaannya. Jika manusia merusak alam, maka efek negatifnya akan kembali kepada dirinya sendiri.

Di kalangan akademisi dan pemikir dunia, telah ramai diskusi tentang environmental ethich (etika lingkungan). Wacana ini mengingatkan bahwa manusia telah mengambil banyak sekali manfaat dari alam sehingga manusia memiliki tanggung jawab yang besar juga untuk menjaga dan melestarikannya.

Wacana ini merupakan koreksi terhadap salah satu prinsip dalam sains modern yang berkembang di Barat setelah Renaisans, yang menyatakan bahwa manusia dapat menggunakan alam dalam cara apa pun untuk kepentingannya. Bacon mengatakan bahwa tujuan pengetahuan adalah untuk mengembangkan dominasi manusia pada alam, sehingga manusia dapat mengaturnya. Thomas Aquinas pun berpandangan manusia tidak memiliki tanggung jawab secara langsung kepada alam, karena alam tidak memiliki akal. Pandangan ini telah membawa krisis lingkungan karena sains modern telah memperkosa alam.

Para pemikir Barat kini telah mengoreksi pandangan-pandangan tersebut. Minimal ada dua alasan. Pertama, karena kita telah mengambil keuntungan dari alam, maka kita memiliki tanggung jawab terhadapnya. Kedua, kita memiliki tanggung jawab untuk mewariskan alam yang baik kepada generasi berikut, dan tidak mengekspoitasinya habis-habisan untuk kepentingan generasi kita sendiri.

Lingkungan adalah bingkai tempat manusia hidup, memperoleh elemen-elemen penting dalam kehidupannya, melakukan relasi-relasi dengan sesamanya dan berbagai makhluk lain baik makhluk hidup atau mati.

Lingkungan memuat manusia dan benda-benda di sekitarnya. Benda-benda di sekitar manusia ini ada dua macam. Pertama, benda-benda alami selain manusia, berupa binatang, tumbuh-tumbuhan, udara, air, dan tanah. Kedua, benda-benda ciptaan dan produk manusia yang disebut “teknologi”. Manusia membuat benda-benda ini untuk memudahkannya mewujudkan harapan dan keinginannya terhadap dunia fisik.

Pemecahan kontradiksi antara kedua jenis benda ini merupakan tantangan besar bagi para pemerhati lingkungan, agar tidak terjadi kemena-menaan, penyia-nyiaan, perusakan, salah penggunaan, dan … melainkan tercipta keseimbangan, kebaikan, perhatian, dan perlindungan terhadap alam fisik. Sebab, pada akhirnya, pada kedua kondisi tersebut, manusialah yang mendapat manfaat terbesar dan dia juga yang mendapat bahaya terbesar.

Bagaimana pandangan Islam tentang wacana ini?

Tulisan ini akan mengkaji masalah pertama, yaitu bagaimana seharusnya sikap manusia terhadap benda-benda alami selain manusia, lewat dua sumber utama ajaran Islam, yaitu al-Quran dan Sunnah.

1. Lingkungan Dalam Perspektif Al-Quran

Jika kita membuka kitab utama Islam, yaitu al-Quran, maka kita akan mendapatkan ayat-ayat yang mengindikasikan bahwa makhluk-makhluk selain manusia pun memiliki akal. Di dalam surah an-Naml terdapat kisah ketika Nabi Sulaiman dan pasukannya tiba di lembah semut, Raja Semut memerintahkan rakyatnya untuk masuk ke dalam rumah-rumah mereka, agar tidak terinjak oleh pasukan Sulaiman. Ini menandakan semut mampu mengetahui, menyadari, dan berkomunikasi.

Masih di dalam surah an-Naml, kita membaca cerita tentang burung Hudhud. Ketika Nabi Sulaiman memeriksa pasukan burung, ia tidak melihat Hudhud. Ia sangat marah dan berkata akan menghukum atau menyembelih Hudhud, kecuali Hudhud memiliki alasan yang kuat. Dalam hukum positif hukuman hanya diberikan kepada yang berakal. Karena itu, anak kecil yang melakukan kesalahan dapat tidak dihukum. Yang dapat membuat alasan pun hanya makhluk yang berakal. Cerita Hudhud di dalam al-Quran selanjutnya—yang menjelaskan alasan Hudhud absen dari apel tersebut—mengindikasikan bahwa Hudhud mengenali konsep-konsep yang rumit, seperti laki-laki dan perempuan, peribadatan, setan, dan hidayah.

Lebih dari itu, al-Quran menyatakan bahwa “benda-benda mati” juga dapat memiliki kesadaran pada saat mereka diperintahkan oleh Allah SWT. Misalnya, pada hari Kiamat, bumi “bercerita” mengapa ia berguncang (QS. az-Zalzalah); tangan, kaki, lidah, dan kulit manusia dapat “berbicara” dan “bersaksi” karena Allah SWT memerintahkan mereka untuk melakukan hal tersebut. Di dalam surah Yasin ada ayat yang menerangkan, “Pada hari itu, kami menutup mulut-mulut mereka, lalu tangan-tangan mereka berbicara dan kaki-kaki mereka memberi kesaksian atas apa yang mereka lakukan.”

Sebagai pendahuluan, dapat kami katakan bahwa terdapat lebih dari 700 ayat al-Quran yang mengulas lingkungan dan isinya dalam pengertian yang telah kami sebutkan. Ayat-ayat ini dapat diklasifikasi menjadi lima macam:

Pertama: ayat-ayat yang menegaskan ketuhanan Allah SWT terhadap lingkungan.

Allah SWT adalah Pencipta, Pemilik, dan Pengatur lingkungan, dan lingkungan bertasbih kepada-Nya. Manusia dapat mengambil manfaat dari lingkungan berdasarkan criteria-kriteria yang disyariatkan-Nya dan dengan cara-cara yang benar.

Allah SWT berfirman:

يا أيها الناس اعبدوا ربكم الذي خلقكم والذين من قبلكم لعلكم تتقون* الذي جعل لكم الأرض فراشاً والسماء بناء وأنزل من السماء ماءً فأخرج به من الثمرات رزقاً لكم

“Wahai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dan orang-orang yang sebelum kami agar kamu bertakwa. (Dialah) yang menjadikan bumi sebagai hambaran bagimu dan langit sebagai atap, dan Dialah yang menurunkan air dari langit, lalu Dia hasilkan dengan itu buah-buahan sebagai rezeki untukmu ….” (QS. Al-Baqarah: 21-22)

Dalam ayat lain Dia berfirman:

وإن من شيء إلا يسبح بحمده

“Dan tidak ada sesuatu pun selain bertasbih dengan memuji-Nya.” (QS. Al-Isra: 44)

Dalam ayat lain Dia berfirman:

ألم تروا أن الله سخر لكم ما في السموات وما في الأرض وأسبغ عليكم نعمه ظاهرة وباطنة

“Tidakkah kamu memperhatikan bahwa Allah telah menundukkan apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi untuk kepentinganmu dan menyempurnakan nikmat-Nya untukmu lahir dan batin.” (QS. Luqman: 20)

Kedua: Allah SWT menciptakan manusia dari elemen lingkungan alami.

Allah SWT berfirman:

ولقد خلقنا الإنسان من سلالة من طين

“Dan sungguh Kami telah menciptakan manusia dari saripati dari tanah.” (QS. Al-Mukminun: 12)

Dalam ayat lain:

ومن آياته أن خلقكم من تراب ثم إذا أنتم بشر تنتشرون

“Dan di antara tanda-tanda-Nya ialah Dia menciptakan kamu dari tanah, kemudian tiba-tiba kamu menjadi manusia yang berkembang biak.” (QS. Ar-Rum: 20)

Ketiga: Allah SWT mengangkat manusia sebagai khalifah atas lingkungan alami agar ia mengambil manfaat darinya dengan adil dan baik.

Allah SWT berfirman:

الله الذي سخر لكم البحر لتجري الفلك بأمره ولتبتغوا من فضله ولعلكم تشكرون

“Allah-lah yang menundukkan laut untukmu agar kapal-kapal dapat berlayar di atasnya dengan perintah-Nya, dan agar kamu dapat mencari sebagian karunia-Nya, dan agar kamu bersyukur.” (QS. Al-Jatsiyah: 12)

Keempat: salah satu tujuan ibadah adalah mewujudkan pelaksanaan kekhalifahan tersebut dengan baik.

Allah SWT berfirman:

ولو أنهم أقاموا التوراة والإنجيل وما أنزل إليهم من ربهم لأكلوا من فوقهم ومن تحت أرجلهم

“Dan sekiranya mereka sungguh-sungguh menjalankan Taurat, Injil, dan yang diturunkan kepada mereka dari Tuhannya (al-Quran) niscaya mereka akan mendapat makanan dari atas mereka dan dari bawah kaki mereka.” (QS. Al-Maidah: 66)

Dalam ayat lain:

وأن لو استقاموا على الطريقة لأسقيناهم ماءً غدقاً

“Dan sekiranya mereka tetap berjalan lurus di atas jalan itu (agama Islam), niscaya Kami akan mencurahkan kepada mereka air yang cukup.” (QS. Al-Jinn: 16)

Kelima: peringatan kepada manusia atas perbuatan merusak dan mengubah elemen lingkungan alami.

Allah SWT berfirman:

ولا تطيعوا أمر المسرفين الذين يفسدون في الأرض ولا يصلحون

“Dan janganlah kamu menaati perintah orang-orang yang melampaui batas, yang berbuat kerusakan di bumi dan tidak mengadakan perbaikan.” (QS. Asy-Syu’ara: 151-152)

Kerusakan adalah pencemaran dalam segala bentuknya, penghambur-hamburan, pengubahan karakter elemen alam. Semua ini dilarang.

2. Lingkungan dalam perspektif Sunnah

Jika kita beralih pada Sunnah, yaitu tradisi yang diajarkan oleh Nabi Muhammad saw, kita akan mendapatkan petunjuk-petunjuk yang sangat indah mengenai perlakuan manusia terhadap alam. Ada hadits yang menyatakan bahwa binatang memiliki enam hak atas manusia. Mereka tidak boleh dibebani di luar kemampuan mereka; harus diberi makan sebelum lapar, tidak boleh dipukul karena mereka bertasbih, dan tidak boleh dilukai perasaannya. Nabi saw juga berpesan agar pemilik binatang membersihkan kandang dan menjaga kebersihan badan binatang peliharaannya. Nabi saw melarang orang membunuh binatang tanpa alasan yang kuat, dan Allah akan meminta pertanggungjawaban orang yang melakukan hal itu pada hari kiamat.

Berdasarkan petunjuk-petunjuk tersebut, para fuqaha muslim mendeduksi hukum-hukum yang sangat peduli terhadap lingkungan. Misalnya, orang tidak boleh memisahkan anak binatang yang masih kecil dan tergantung pada induknya. Jika seseorang mengambil madu dari sarang lebah, maka ia harus menyisakan madu itu untuk si lebah. Jika seseorang memeras susu kambing atau lainnya, maka ia harus menyisakan untuk anak kambing tersebut. Jika seseorang menyembelih binatang, maka dia harus menajamkan pisaunya. Bahkan, untuk menjaga perasaan binatang yang lain, orang tidak boleh menyembelih binatang di hadapan binatang lain. Dalam salah satu mazhab diterangkan bahwa orang boleh mengqashar shalat hanya dalam perjalanan yang diniati untuk kebaikan. Perjalanan memburu binatang hanya untuk kesenangan adalah haram. Karena itu, jika seseorang berburu binatang hanya untuk kesenangan, maka ia tidak boleh mengqashar shalatnya. Ada hukum lain yang cukup menarik: seorang yang telah menternak binatang, tidak boleh menyembelih sendiri binatang peliharaannya, karena di antara mereka telah terjalin hubungan kasih sayang. Orang tidak boleh memotong dahan, kecuali terpaksa atau ada alasan yang kuat, dan jika seseorang melihat dahan atau ranting yang patah, maka ia harus memperbaikinya. Serta hukum-hukum lain yang mengindikasikan kepedulian yang tinggi terhadap lingkungan.

Kekayaan khazanah Islam dalam wacara etika lingkungan ini dapat kita lihat juga pada tulisan para saintis dan pemikir Muslim. Al-Biruni, seorang ahli fisika yang pada abad 4 H telah menginisiasi wacana kesalahan teori geo-centrisme, menyatakan bahwa mineral atau barang-barang tambang adalah makhluk-makhluk Allah SWT yang bergerak menuju tujuan tertentu, aktif dan tidak pasif, hidup, dan memiliki persepsi yang samar-samar (syu’ur khafi), sehingga kita tidak dapat merampas hak hidup mereka tanpa alasan. Di sini ia mendeduksi sebuah firman Allah SWT, “Sesungguhnya orang-orang yang menyimpan emas dan perak, dan tidak menginfakkannya ….”

Apa yang dipaparkan di atas, menunjukkan bahwa para pemikir Islam telah sangat memperhatikan issu etika lingkungan. Ironisnya, mengapa dunia Islam kini menjadi negeri yang paling disorot sebagai negeri yang mengabaikan etika lingkungan? Indonesia sebagai bagian dari dunia internasional dengan penduduk sebagian besar muslim harus peduli atas pemeliharaan dan pelestarian lingkungan dalam skala kecil maupun besar sebagai tugas kemanusiaan dan tugas keagamaan. Global warming (pemanasan global) adalah sub issu dari diskusi ini, dan dalam bagian ini, Indonesia termasuk negara yang mendapat banyak sorotan sebagai salah satu pemilik hutan tropis terluas di dunia yang tidak mampu menjaganya.

Jika lingkungan atau alam fisik terdiri dari hewan, tumbuh-tumbuhan, air, dan tanah, maka hadits Nabi saw mencakup kesemuanya dengan seruan kepada manusia untuk memperhatikan dan merawatnya, serta menggunakannya dengan santun dan baik di dalam perjalanan yang mewujudkan tujuan mulia penciptaan manusia.

Mari kita perinci hal ini dalam poin-poin berikut:

Pertama, seruan tegas dan jelas untuk bersikap lembut terhadap binatang.

Sangat banyak hadits yang berkaitan dengan hal ini. Di antaranya:
Nabi saw bersabda:

(بينما رجل يمشي بطريق اشتد عليه العطش فنزل بئراً فشرب منها ثم خرج فإذا هو بكلب يلهث يأكل الثرى من العطش، فقال: لقد بلغ هذا مثل الذي بلغ بي فنزل البئر فملأ خفه ثم أمسكه بفيه ثم رقى فسقى الكلب فشكر الله له فغفر له، قالوا: يا رسول الله وإن لنا في البهائم أجراً ؟ قال: في كل كبد رطبة أجر)

“Ketika seseorang sedang berjalan di sebuah jalan, dia merasa sangat kehausan. Maka dia turunk ke sumur, lalu minum airnya. Lalu dia naik. Tiba-tiba dia melihat anjing sedang menjulur-julurkan lidah dan menjilat-jilat debu karena kehausan. Orang itu berkata, ‘Anjing ini mengalami apa yang tadi aku alami.’ Dia pun turun lagi ke dalam sumur, memenuhi terompahnya dengan air, lalu menggigitnya dengan mulut, lalu memanjat sumur itu dan memberi minum kepada anjing tersebut. Maka, Allah berterima kasih kepadanya dan mengampuninya.” Para sahabat berkata, “Wahai Rasulullah, apakah kami akan mendapat pahala karena binatang?” Beliau menjawab, “Di dalam setiap hati yang basah terdapat pahala.” (HR. Al-Bukhari)

Dalam hadits lain Rasulullah saw bersabda:

(دخلت إمرأة النار في هرة ربطتها فلم تطعمها ولم تدعها تأكل من خشاش الأرض)

“Seorang wanita masuk neraka karena kucing yang ia ikat lalu ia tidak memberinya makan dan tidak membiarkannya makan dari sisa-sisa makanan di tanah.” (HR. Al-Bukhari)

Kedua, seruan untuk mengeluarkan upaya maksimal untuk merawat tumbuh-tumbuhan dan tanaman.

Di dalam masalah ini terdapat banyak sekali hadits, di antaranya sebagai contoh saja:

(ما من مسلم يغرس غرساً أو يزرع زرعاً فيأكل منه طير أو إنسان أو بهيمة إلا كان له به صدقة)

“Tidaklah seorang muslim menanam pohon atau tanaman, lalu burung, manusia, atau binatang ternak memperoleh makanan darinya, kecuali itu menjadi sedekah baginya.” (HR. Al-Bukhari)

Di dalam hadits lain:

(من كانت له أرض فليزرعها أو ليمنحها فإن لم يفعل فليمسك أرضه)

“Siapa yang memiliki tanah, hendaklah orang itu menanaminya atau memberikannya kepada orang yang dapat menanaminya. Jika orang tersebut tidak menanaminya, maka hendaklah dia mengambil kembali tanah tersebut.” (HR. Al-Bukhari)

Ketiga, air adalah nikmat yang sangat besar dan harus dijaga dengan baik: tidak boleh disia-siakan, dihambur-hamburkan, dicemari, karena semua tindakan ini adalah haram dan kejahatan.

Nabi saw bersabda:

(سبع يجري للعبد أجرهن وهو في قبره بعد موته، من علَّم علماً أو كرى نهراً أو حفر بئراً أو غرس شجرة أو بنى مسجداً أو ورَّث مصحفاً أو ترك ولداً يستغفر له بعد موته)

“Tujuh hal yang pahalanya tetap mengalir bagi seseorang padahal ia telah mati dan dikubur: orang yang mengajarkan ilmu, membelah sungai, menggali sumur, menanam pohon, membangun masjid, mewakafkan mushaf, atau meninggalkan anak yang memohon ampunan baginya setelah kematiannya.” (Kitab at-Targhib wa at-Tarhib)

Dalam hadits lain:

(لا يبولن أحدكم في الماء الراكد)

“Jangan sekali-kali seseorang di antara kamu buang air kecil di air yang tidak mengalir.”
Dalam hadits lain:

(إذا شرب أحدكم فلا يتنفس في الإناء)

“Jika salah seorang di antara kamu minum, hendaklah ia tidak bernafas di wadah minumannya.”

Keempat, memelihara fasilitas-fasilitas umum.

Hal ini merupakan kewajiban Islami. Rasulullah saw bersabda:

(الإيمان بضع وسبعون شعبة أفضلها قول لا إله إلا الله وأدناها إماطة الأذى عن الطريق والحياء شعبة من الإيمان)

“Iman itu 70 sekian cabang. Yang paling utama adalah perkataan tiada Tuhan selain Allah, dan yang paling rendah adalah menyingkirkan kotoran dari jalan, dan malu adalah salah satu cabang iman.” (HR. Muslim)

Dalam hadits lain:

(بينما رجل يمشي في طريق وجد غصن شوك فأخره فشكر الله فغفر له)

“Ketika seseorang berjalan, dia melihat ranting berduri di jalan, lalu dia menyingkirkannya. Maka, Allah berterima kasih kepadanya dan mengampuninya.” (HR. At-Tirmidzi)

Nabi saw sangat menganjurkan kebersihan dan menjaga kesehatan secara umum di rumah, badan, makanan, dan minuman. Beliau bersabda:

(إن الله طيب يحب الطيب نظيف يحب النظافة كريم يحب الكرم جواد يحب الجود، فنظفوا أفنيتكم ولا تشبهوا باليهود)

“Sesungguhnya Allah itu baik dan menyukai kebaikan, bersih dan menyukai kebersihan, mulia dan menyukai kemuliaan, pemurah dan menyukai kemurahan. Karena itu, bersihkanlah halaman kalian dan janganlah kalian menyerupai orang Yahudi.” (HR. At-Tirmidzi)

Dalam hadits lain:

(نظفوا أفنيتكم ولا تبيِّتوا القمامة في بيوتكم وأخرجوها منها فإنها مقهد الشيطان)

“Bersihkanlah halaman kalian, jangan biarkan sampah bermalam di rumahmu. Buanglah keluar karena sampah adalah tempat duduk setan.” (HR. Ath-Thabarani di dalam al-Awsath)

Berkaitan dengan badan, Nabi saw bersabda:

(لله تعالى على كل مسلم حق أن يغتسل في كل سبعة أيام يوماً)

“Allah SWT memiliki hak atas setiap muslim yakni ia mandi minimal sekali dalam tujuh hari.” (HR. Al-Bukhari)

Dalam hadits lain:

(ولولا أن أشق على أمتي لأمرتهم بالسواك مع كل صلاة)

“Sekiranya tidak memberatkan umatku, pasti kuperintahkan mereka bersiwak setiap kali hendak salat.” (HR. Al-Bukhari)

Berkaitan dengan melindungi makanan dan minuman dan memeliharanya dari pencemaran serta apa pun yang menimbulkan penyakit terdapat banyak sekali hadits.

Akhirnya, sebagai penutup, apa yang sudah dipaparkan di dalam tulisan ini hanya setetes air dari lautan hikmah kenabian. Kaum Muslim harus berupaya menjaga kebersihan dan kemurnian lingkungan. Jika tidak, maka malapetaka menanti masa depan.