Sabtu, 21 Februari 2015

Tasawuf dalam Pandangan Imam Khomeini




Oleh KH. Dr. Jalaluddin Rakhmat

Pada 12 Day 1367 HS (merujuk ke penanggalan Iran – Red.), satu rombongan Iran tiba di istana Kremlin. Mereka datang bukan untuk tujuan politik, kebudayaan, ataupun ekonomi. Pemimpin rombongan bukan presiden, menteri, atau tokoh kenamaan dalam kerajaan. Ayatullah Syaikh Javadi Amuli – alim, mufasir, dan filosof Islam – menemui Gorbachev untuk menyampaikan surat Imam Khomeini. Selama 65 menit, Gorbachev menyimak surat Imam dengan penuh perhatian. Sekali-sekali air mukanya berubah, mengikuti apa yang didengarnya. Untuk pertama kalinya ia mendengar langsung serangan kepada ideologinya, pandangan hidupnya, bahkan hakikat dirinya. Imam Khomeini menulis antara lain:

Dialah Allah, yang Mahamulia Mahatinggi. Kepada-Nya kita semua menuju, walaupun kita sendiri tidak menyadarinya. Manusia selalu berkeinginan mencapai ‘Haq yang Mutlak’ untuk melebur dalam Allah. Pada prinsipnya, sesungguhnya kerinduan pada kehidupan abadi yang berakar pada fitrah manusia adalah bukti tentang wujudnya alam kekal, yang terlepas dari kematian.

Jika Anda ingin meneliti persoalan ini, Anda dapat memerintahkan orang-orang yang takhasus dalam ilmu-ilmu ini untuk menelaah – di samping buku-buku filsafat Barat – tulisan Al-Farabi dan Abu Ali Sina r.a. dalam Hikmat Al-Mashaiyyin untuk menjelaskan bahwa hukum sebab-akibat bersifat ma’qul dan bukan mahsus (berdasarkan kepada pancaindra), walaupun semua kriteria – yang aqliah dan yang hisiyah – bersandar padanya. Begitu pula menjadi jelas bahwa meng-idrak makna yang kulliy dan prinsip-prinsip umum adalah idrak yang aqliah dam bukan hisiyah, walaupun semua istidlal – yang hisiyah dan aqliah – bersandar juga padanya?

Mereka juga boleh merujuk kepada kitab-kitab Suhrawardi dalam Hikmat Al-Isyraq sehingga jelas bagi Anda bahwa jisim dan semua maujud material memerlukan nur mutlak yang tidak dapat di-idrak dengan pancaindera. Demikian pula idrak yang syuhudi dan langsung dari diri manusia pada hakikatnya terlepas dari gejala-gejala hisiyah.

Perintahkanlah para profesor besar untuk menelaah Asfar Al-Hikmah Al-Muta’aliyyah dari Shadr Al-Muta’allihin sehingga jelas bahwa hakikat ilmu adalah wujud yang terlepas dari materi dan bahwa semua makrifat hakiki terlepas dari kebendaan dan tidak tunduk pada hukum dan kriterianya.

Saya tidak bermaksud menyulitkan Anda. Saya tidak menyentuh kitab para ‘urafa, terutama sekali kitab Muhyiddin Ibn ‘Arabi. Bila Anda mau menelaah pembahasan orang besar ini, Anda boleh memilih beberapa orang pandai di antara para sarjana Anda yang mempunyai kemampuan untuk sampai ke pembahasan ini dan mengantar mereka ke Qum untuk meneliti – dengan tawakkal kepada Allah – selama beberapa tahun sehingga mendalami tingkat-tingkat makrifat, sedalam-dalamnya. Tanpa perjalanan ini, tidak mungkin tercapai makrifat seperti itu.

Setelah selesai mendengarkan pembacaan surat, Gorbachev antara lain berkata, “Sebagaimana Imam Khomeini mengajak kami kepada Islam, bolehkah kami juga mengajak Imam untuk menerima akidah kami.” Tetapi ucapan ini segera disusulnya dengan perkataan, “Saya hanya bergurau belaka.”

Kepada utusan Gorbachev yang datang ke Qum, Shevamadze, Imam Khomeini berkata, “Aku ingin membukakan kepadanya satu lubang dari alam gaib. Aku tidak bermaksud berbicara kepadanya tentang hal-hal yang material.”[1]

Surat Imam Khomeini kepada Gorbachev sangat menarik untuk kita teliti. Bukan saja karena itu merupakan surat panggilan kepada Islam, yang ditulis seorang pemimpin Islam buat pemimpin “Kafir”; dan bukan saja karena surat itu meramalkan dengan tepat kejatuhan sistem komunisme (dan Marxisme-Materialisme). Surat itu menarik karena di dalamnya terdapat petunjuk awal bagi mereka yang ingin menempuh jalan menuju Allah, Al-Haq Al-Muthlaq, Al-Nur Al-Muthlaq. Imam Khomeini menyebut ahli hikmah seperti Al-Farabi dan Ibnu Sina; juga ahli makrifat seperti Suhrawardi dan Ibn Arabi. Inilah petunjuk jalan bagi orang yang ingin meninggalkan dunia material di alam syahadah menuju dunia ruhani di alam gaib. Inilah pengantar kepada apa yang lazim disebut tasawuf – walaupun Imam Khomeini tidak menyebutnya demikian.

Apa yang Disebut Tasawuf?

Dalam berbagai ucapan dan tulisannya, Imam tidak pernah secara khusus menyebut kata tasawuf. Sebagai gantinya, beliau sering menyebut kata ‘irfan. Memang ada banyak definisi tentang tasawuf. Al-Suhrawardi mengatakan, “Qawl para guru tasawuf tentang apa itu tasawuf lebih dari seribu banyaknya, yang tentunya akan panjang sekali kalau dikutip semuanya.”[2]

Walaupun begitu, Al-Suhrawardi menyebutkan juga beberapa definisi dari tokoh-tokoh kenamaan dalam dunia tasawuf. Seperti Al-Suhrawardi, kita pun akan mengutipkan sebagian darinya. Tidak terinci, tetapi sekadar contoh saja.[3]

Menurut Abu Sa’id Al-Kharraz (wafat 268 H): Ia ditanya tentang sufi dan ia berkata, “Orang yang telah Allah bersihkan hatinya. Kemudian hatinya dipenuhi cahaya. Ia masuk dalam hakikat kenikmatan dengan berzikir kepada Allah.”

Menurut Al-Junayd Al-Baghdadi (wafat 497 H): “Tasawuf ialah (keadaan ketika) Al-Haq mematikan kamu dari kamu dan menghidupkan kamu dengan-Nya.”

Menurut Abu Bakar Al-Kattani (wafat 322 H): “Tasawuf ialah shafa (penyucian) dan musyahadah (penyaksian).”

Menurut Ja’far Al-Khuldi (wafat 348 H): “Tasawuf ialah menenggelamkan diri dalam ‘ubudiyyah, keluar dari basyariyyah, dan melihat kepada Al-Haq secara kuliyyah.”

Sewaktu Al-Syibli ditanya tentang tasawwuf, ia berkata, “Permulaannya makrifat kepada Allah dan akhirnya mengesakan-Nya.”

Tanpa penjelasan tambahan, definisi-definisi itu tidak berarti apa-apa. Pada umumnya, orang mengelirukan pengertian tasawuf dengan “zuhud” dan “ibadah”; atau sufi dengan zahid dan ‘abid. Adalah Ibnu Sina yang membedakan dengan jelas ketiganya; dan dengan begitu menegaskan makna tasawuf.

Zahid adalah orang yang memalingkan diri dari kesenangan dan kenikmatan dunia. ‘abid adalah orang yang memelihara perbuatan ibadat seperti shalat dan puasa. ‘arif adalah orang yang memusatkan perhatiannya kepada kesucian jabarut, terus-menerus mempertahankan sinar cahaya Al-Haq dalam sirr-nya. Dan ‘arif yang dimaksud oleh Ibnu Sina adalah sufi yang kita maksud dalam pembicaraan sekarang.

Seseorang boleh zahid, tetapi tidak ‘abid; seperti juga seseorang boleh ‘abid tetapi tidak zahid. Baik zahid maupun ‘abid belum tentu ‘arif Tetapi seorang ‘arif telah semestinya ‘abid dan zahid. Ibadah dan zuhud seorang ‘arif (sufi) berbeda dari ibadah dan zuhud seorang yang bukan ‘arif. Menurut Al-Tilimsani, yang membedakannya adalah tujuan, bukan cara. Seorang sufi berlaku zuhud karena ia ingin menghindarkan diri dari sesuatu yang memalingkan perhatiannya dari Allah SWT. Ia juga beribadah bukan karena menginginkan pahala atau takut akan neraka. Sufi beribadat karena Ia berhak diibadati. Sufi menyembah Allah karena cinta.

Imam Ali berkata, “Ada kaum yang menyembah Allah karena menginginkan pahala, itulah ibadat pedagang. Ada kaum yang menyembah Allah karena takut akan siksanya, itulah ibadat hamba sahaya. Ada kaum yang menyembah Allah karena syukur kepada-Nya, itulah ibadat manusia bebas.”[4]

Rabi’ah berdoa, “Tuhanku, jika sekiranya aku menyembah-Mu karena takut akan api nerakamu, masukkanlah aku ke dalamnya. Bila aku menyembah-Mu karena mengharapkan surgamu, jauhkanlah aku darinya. Tetapi jika sekiranya aku menyembah-Mu karena Engkau semata (karena wajah-Mu yang mulia), jangan haramkan aku dari memandang-Nya.”

Walhasil, tasawuf sebenarnya adalah tahapan lebih lanjut dari ibadat dan zuhud. Orang menjadi sufi bila ia telah meninggalkan ibadat yang ananiyah (egoistik) menuju ibadat yang semata-mata berdasarkan cinta; bila ia telah berhijrah dari “aku”-nya menuju Allah SWT. Tasawuf pada hakikatnya adalah perjalanan ruhani. Al-Ghazali menulis:[5]

Sufi mempunyai jalan ruhani yang ia jalani. Jalan itu disandarkan – dalam asas, manhaj, dan tujuannya – pada Al-Quran dan Sunnah Nabi. Telah disebutkan pada pasal sebelumnya ucapan para tokoh tasawuf yang menegaskan dan menjelaskan keteguhan mereka dalam berpegang pada Al-Quran dalam perjalanan mereka menuju Allah SWT.

Jalan ini telah dicoba oleh para sufi. Hasilnya juga diperkuat dengan jalan percobaan. Jauhar jalan sufi ialah apa yang mereka sebut maqam dan hal. Maqam adalah derajat-derajat ruhani yang dilewati seorang salik ketika berjalan menuju Allah. Dalam derajat itu ia berhenti sampai waktu tertentu, berjuang mempertahankannya, sehingga Allah mengantarkannya ke derajat berikutnya. Dengan begitu, ia naik dalam tingkat ruhaninya dari tahap yang satu ke tahap yang lebih tinggi. Begitulah, derajat tawbah mengantarkan ke derajat wara’, derajat wara’ mengantarkan ke derajat zuhud. Begitulah terus-menerus, sampai akhirnya manusia mencapai derajat cinta, dan dari situ ke derajat ridha.

Derajat-derajat ini mesti dicapai dengan jihad dan penyucian diri. Karena itu, mereka mengatakan: derajat ini dicapai (bukan dianugerahkan) dengan bersungguh-sungguh dalam ketaatan dan berusaha keras mencapai hakikat ‘ubudiyyah. Adapun hal adalah embusan ruhani yang dianugerahkan kepada salik. Di situ dirinya menghirup embusan ruhani itu beberapa saat, lalu berjalan lagi dengan meninggalkan semerbaknya. Ruhnya merindukan untuk mengisap wanginya itu lagi. Satu misal, hal adalah uns (kerinduan kepada Allah).

Secara singkat, tasawuf adalah perjalanan ruhani menuju Allah. Dalam perjalanan itu, seorang salik akan memperolehi pengetahuan ruhani tentang derajat yang dilewatinya. Karena itu, tasawuf sebetulnya sebuah mazhab epistemologis. Tasawuf mengajarkan metode sistematik untuk memperoleh pengetahuan seperti itu (lazimnya disebut makrifat). Makrifat atau ‘irfan yang diperoleh sufi menunjukkan pandangan-dunia (world- view) yang khas. Karena itu, tasawuf juga sebuah mazhab ontologis.

Pada mazhab Ahli Sunnah, metode sistematik tasawuf – yang dirumuskan oleh pendiri aliran – biasanya disebut thariqat. Sebanyak pendirinya, sebanyak itulah aliran thariqat. Tasawuf yang diajarkan oleh Imam Khomeini (q.s.) – bila dapat disebut thariqat – bersumber pada para imam Ahli Bayt a.s. Pada Ahli Sunnah, para ulama dapat mengambil mazhab Syafi’i dalam fiqih tetapi Niqsyabandi dalam tasawuf. Pada mazhab Ahli Bayt a.s. tidak ada aliran thariqat (karena thariqat tidak terlepas dari ilmu-ilmu Islam yang lain; semuanya bersumber pada ajaran para imam Ahli Bayt a.s.).

Tetapi, secara ontologis, Imam Khomeini (q.s.) banyak mengambil pelajaran dari Syaikh Al-Akbar Ibn ‘Arabi, guru besar ilmu tasawuf dari kalangan Ahli Sunnah. Pada usia kurang duapuluh tujuh tahun, Imam Khomeini belajar Syarh Fushush Al-Hikam dari alim besar dalam ‘irfan, Ayatullah Syahabadi selama enam tahun. Pelajaran ini diikutinya setelah menamatkan kitab Al-Asfar dari Mulla Shadra. Setelah menyelesaikan Fushush Al-Hikam, Imam Khomeini kemudian menelaah kitab ‘irfan lainnya, Mishbah Al-Uns. Sebelum mencapai usia tiga puluh lima tahun, Imam Khomeini telah menulis ta’liqat pada Syarh Fushush Al-Hikam dari Al-Qusairi dan ta’liqat pada Mishbah Al-Uns dari Shadr Al-Din Al-Qunawi,[6] di samping kitab-kitab lainnya dalam ‘irfan seperti Mishbah Al-Hidayah dan Syarh Du’a Al-Sahar.

Walaupun Imam Khomeini (q.s.) seorang marja’ dalam fiqih Ja’fari (dan menulis banyak kitab berkenaan dengan masalah-masalah fiqhiyah seperti Kitab Al-Bay’, Tahrir Al-Wasilah, Al-Rasa-il), ia banyak berbicara dan menulis berkenaan dengan ‘irfan. Untuk mengetahui serba sedikit ajaran beliau berkenaan dengan suluk (metode memperoleh makrifat), dan aspek ontologis (pandangan-dunia sufi), saya akan banyak mengutip dari Sharh Chehel Hadith (Syarh Empat Puluh Hadis, sebuah kitab yang penuh dengan petunjuk-petunjuk tasawuf) dan Al-Adab Al-Ma’nawiyyah li Al- Shalat.

Suluk: Perjalanan Menuju Allah

Dalam suratnya kepada Gorbachev, Imam Khomeini berkata, “Kepada-Nya kita semua menuju, walaupun kita sendiri tidak menyadarinya. Manusia selalu berkeinginan mencapai ‘Haq yang Mutlak’ untuk melebur dalam Allah.” Perkataan beliau ini menggemakan kembali apa yang pernah ditulis oleh Ibn ‘Arabi. Kita semua kembali kepada Tuhan. Sebagian besar kembali kepada-Nya secara terpaksa (ruju’ idhthirari). Sebagian kecil ingin kembali kepada-Nya secara sukarela (ruju’ ikhtiyari).

Untuk kembali kepada Allah dengan sukarela, kita mesti dengan kuat menanggalkan ananiyyah kita, rumah kita yang gelap, dan sekaligus berhala kita. Kita keluar dari rumah kita, berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya. Imam Khomeini mengutip firman Allah, “Barangsiapa yang keluar dari rumahnya berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian maut mengenainya, ia akan memperolehi pahalanya disisi Allah.” (QS 4: 100)

Ketika menjelaskan hadis ke-37, Imam Khomeini berkata:[7] Sesungguhnya syarat pertama dalam perjalanan menuju Allah adalah keluar dari rumah diri, keakuan dan ananiyyah, yang gelap-gulita. Bukankah manusia dalam perjalanan lahiriah yang dapat diketahui dengan pancaindera saja belum dikira berjalan selama ia tetap tinggal di tempatnya atau di rumahnya; sekali pun ia mengkhayalkan perjalanan atau membayangkan dirinya sebagai musafir. Untuk disebut musafir, ia mesti meninggalkan tempat dan menjauhi rumahnya.

Begitu pula safar ‘irfani menuju Allah dan hijrah syuhudiyah tidak akan terjadi kecuali dengan meninggalkan rumah diri yang gelap dan dengan menghilangkan kesan-kesannya. Selama kesan-kesan ta’ayyunat masih dapat disaksikan, selama suara-suara katsrat masih terdengar, manusia belum dianggap sebagai musafir. Ia hanya berkhayal melakukan safar dan mengaku sedang bepergian dan melakukan suluk. Allah berfirman, “Barangsiapa yang keluar dari rumahnya berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian maut mengenainya, ia akan memperolehi pahalanya di sisi Allah.” (QS 4: 100)

Setelah seorang salik bertolak dari rumah dirinya menuju Allah dengan menjinakkan hawa nafsu dan ketakwaan yang sempurna, serta pada masa berlepasnya dia tidak membawa keterikatan pada dunia dan ta’ayyunat, dan kemudian terjadilah safar kepada Allah, maka Al-Haq yang Mahatinggi akan ber-tajalli padanya sebelum segala sesuatu, pada hatinya yang telah disucikan dengan uluhiyat dan maqam kemunculan asma dan sifat.

Menurut Imam Khomeini, ananiyyah baru ditinggalkan ketika seorang hamba menyerahkan pen-tadbir-an wujud dirinya seluruhnya (hukumat wujudihi kulliha) kepada Allah dan fana dalam kebesaran rububiyah. “Pada waktu itu, yang mengatur rumah adalah pemiliknya, sehingga semua perilaku hamba menjadi perilaku ilahi (tasharruf ilahi). Penglihatannya menjadi penglihatan Ilahi dan ia melihat dengan penglihatan Al-Haq. Pendengarannya menjadi pendengaran Ilahi dan ia mendengar dengan pendengaran Al-Haq.”[8]

Menyerahkan hukumat kepada Allah berarti menundukkan diri sepenuhnya kepada syariat, mengubah dirinya menjadi insan syar’iy:[9]

Insan syar’iy adalah orang yang mengatur perilakunya mengikuti apa yang dikehendaki syara’. Sehingga keadaan lahirnya seperti Rasulullah saw. dan mengikuti teladan Nabi yang mulia saw. serta mencontoh semua gerak dan diamnya, dalam semua yang ia lakukan dan semua yang ia tinggalkan....

Ketahuilah... Setiap langkah di jalan makrifat ilahiah, tidak mungkin dilakukan tanpa memulainya dengan berpegang kepada zhahir-nya syariat. Apabila manusia tidak beradab dengan adab syariat yang benar, ia tidak akan memperoleh sedikit pun hakikat akhlak yang baik. Juga tidak mungkin dalam hatinya ber-tajalli nur makrifat dan tersingkap ilmu-ilmu batiniah dan rahasia-rahasia syariat.

Bahkan setelah tersingkap hakikat dan setelah muncul cahaya makrifat di dalam hatinya, ia masih tetap mesti beradab dengan adab syariat yang zhahir. Dari sinilah kita mengetahui salahnya anggapan orang bahwa (Apabila telah sampai ke dalam ilmu batin, ilmu zhahir ditinggalkan) atau (Setelah mencapai ilmu batin, tidak diperlukan lagi adab yang zhahir). Anggapan ini berasal dari kejahilan orang yang mengucapkannya dan kejahilan dia akan maqam ibadah dan derajat insaniah.

Jadi, menurut Imam Khomeini, tasawuf yang benar tidak boleh meninggalkan syariat. Seorang sufi mesti memulai suluk-nya dengan mendalami dan memahami ilmu-ilmu syariat dan ilmu-ilmu yang diperoleh melalui bukti-bukti rasional. Ketika menyebutkan derajat-derajat yang mesti dilewati salik, Imam menyebut martabat ilmu sebagai martabat yang pertama.

Tetapi Imam juga mengingatkan agar salik tidak terus-menerus berada dalam derajat ilmu zhahir. Ilmu zhahir dapat berubah menjadi hijab yang sangat besar, yang membelenggu dirinya sehingga tidak dapat melanjutkan perjalanan ke derajat yang lebih tinggi. Bila ia tidak mengoyakkan derajat ini, terjadilah istidraj. “Istidraj dalam derajat ini terjadi ketika ia menyibukkan diri dengan cabang-cabang ilmu yang banyak, dan pikirannya berputar-putar di situ. Untuk itu, ia mengembangkan bukti-bukti yang banyak, sehingga ia tidak dapat masuk ke manzilah yang lain. Kalbunya terikat dengan derajat ini, sehingga ia tidak memperoleh hasil yang dikehendaki, yakni fana dalam Allah. Ia menghabiskan umurnya dalam hijab burhan dan cabang-cabangnya. Semakin banyak cabang, semakin banyak pula hijab dari hakikat.”[10]

Bila ia mampu menanggalkan hijab ilmu ini, ia akan sampai ke maqam kedua: memperoleh iman kepada hakikat-hakikat. Ia mencapai hakikat dzill al-‘ubudiyyah (kehinaan penghambaan) dan ‘izz rububiyyah (kemuliaan rububiyah). Maqam-maqam berikutnya adalah maqam thuma’ninah dan musyahadah (yang tidak kita jelaskan dalam tulisan singkat ini).

Dalam keseluruhan perjalanan itu, seorang salik mesti memelihara adab-adab batiniah. Dalam syarahnya untuk hadis berkenaan dengan jihad akbar, Imam Khomeini menyebutkan hal-hal yang mesti dilakukan oleh mujahid yang berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya: musyarathah, muraqabah, muhasabah, dan tadzakkur. Imam Khomeini (q.s.) menjelaskan semuanya itu sebagai berikut:[11]

Di antara hal-hal yang diperlukan oleh seorang mujahid adalah musyarathah, muraqabah, dan muhasabah. Seseorang melakukan musyaratah bila ia mensyaratkan kepada dirinya pada hari pertamanya untuk tidak melakukan amal yang bertentangan dengan perintah Allah pada hari itu. Ia memutuskan yang demikian dan bertekad melakukannya. Jelaslah bahwa meninggalkan yang bertentangan dengan perintah Allah untuk satu hari saja tentunya sangat mudah. Manusia dengan mudah dapat melakukannya. Karena itu, kuatkanlah tekad, buatkan syarat dan lakukanlah percobaan. Perhatikan bagaimana hal itu dapat berjalan dengan lancar.

Mungkin saja Iblis yang terlaknat beserta tentaranya menggambarkan pada diri Anda bahwa perkara itu sangat sulit. Pastikanlah bahwa ini semua kekeliruan yang dibuat oleh Iblis yang terkutuk. Kutuklah dia dengan sepenuh hati dan dengan sesungguh-sungguhnya. Keluarkan waham-waham yang batil dari hatimu. Cobalah satu hari. Nanti Anda akan melihat hasilnya.

Setelah musyarathah, Anda berpindah ke muraqabah. Di sini Anda memusatkan perhatian sepanjang waktu untuk memperhatikan amal Anda apakah sesuai dengan apa yang telah Anda syaratkan. Sekiranya – semoga Allah menjauhkan Anda darinya – Anda melakukan amal yang bertentangan dengan perintah Allah, ketahuilah bahwa itu adalah perbuatan setan dan tentaranya. Mereka menghendaki agar Anda tidak memenuhi apa yang telah Anda syaratkan pada diri Anda. Laknatlah mereka dan berlindunglah kepada Allah dari kejahatan mereka dan keluarkanlah waswas yang batil dari dalam hati Anda. Katakan kepada setan, “Aku telah mensyaratkan pada diriku untuk tidak melakukan pada hari ini – satu hari saja – perbuatan yang menentang perintah Allah, sebab Dialah yang melimpahkan nikmat kepadaku sepanjang umurku. Dia telah memberikan kepadaku kesehatan, kesejahteraan, keamanan dan anugerah-anugerah lainnya. Seandainya aku terus-menerus berkhidmat kepada-Nya, aku belum memenuhi satu pun dari hak Dia. Karena itu sangat tidak layak kalau aku tidak dapat memenuhi syarat yang sederhana seperti ini.” Aku berharap insya Allah setan berpaling dari Anda dan meninggalkan Anda sehingga menanglah tentara-tentara Tuhan.

Muraqabah tidak semestinya mengganggu pekerjaan harian Anda seperti kasab, safar, atau belajar. Tetaplah pada keadaan ini sampai datang waktu malam untuk melakukan muhasabah.

Muhasabah adalah melakukan perhitungan pada diri Anda apakah Anda telah melakukan apa yang telah Anda janjikan di depan Allah, dan tidak mengkhianati pemberi nikmatmu dalam muamalah sebagian ini? Bila Anda telah memenuhinya dengan benar, bersyukurlah kepada Allah atas taufik-Nya. Insya Allah, Allah akan memudahkan Anda untuk memperoleh kemajuan dalam urusan dunia dan akhirat Anda. Amal Anda hari berikutnya akan lebih mudah daripada amal Anda sebelumnya.

Jagalah amal ini untuk beberapa waktu. Biasanya amal-amal itu akan menjadi malakah Anda, sehingga amal itu menjadi sangat mudah Anda lakukan. Pada saat itu Anda merasakan kelezatan dan kerinduan untuk menaati Allah dan meninggalkan maksiat kepada-Nya, di alam ini juga, padahal alam ini bukanlah alam balasan tetapi pahala Ilahi menimbulkan kesannya dan menjadikan Anda mendapat kesenangan dan kelezatan dalam menaati Allah dan menjauhi maksiat.

Ketahuilah bahwa Allah tidak membebani Anda dengan apa yang tidak mampu Anda lakukan. Ia tidak mewajibkan kepada Anda apa pun yang tidak dapat Anda lakukan atau apa yang tidak sanggup Anda kerjakan. Tetapi setan dan tentaranya membayangkan dalam diri Anda bahwa perkara ini sangat berat dan sulit.

Apabila terjadi – semoga Allah menjauhkan Anda darinya – selama muhasabah ini kekecewaan dan kegagalan dalam memenuhi syarat yang telah Anda janjikan itu, mohonkan ampunan kepada Allah. Bertekadlah dengan penuh keberanian untuk melakukan musyaratah lagi pada esok harinya. Tetaplah dalam keadaan ini sehingga Allah membukakan di hadapan Anda pintu taufik dan kebahagiaan dan membawa Anda ke jalan yang lurus bagi insaniyah.

(Imam Khomeini [q.s.] menyebutkan tadzakkur sebagai usaha untuk mengingat-ingat nikmat Allah, sehingga tumbuh pada diri Anda penghormatan dan pembesaran kepada Allah SWT. Dari penghormatan ini, Anda tidak berani berbuat maksiat di hadapan-Nya).

Karena itu, sahabatku, kenanglah kebesaran Tuhanmu. Ingatlah nikmat dan anugerah-Nya. Ingatlah bahwa Anda berada di hadapan-Nya dan Dia menyaksikan perbuatan Anda. Janganlah berbuat maksiat di depan-Nya. Dalam peperangan besar ini, kalahkanlah tentara setan. Jadikanlah kerajaan Anda kerajaan rahmaniah dan haqqaniyah.

Penutup

Tulisan ini hanyalah bermaksud memperkenalkan pemikiran Imam Khomeini berkenaan dengan tasawuf (‘irfan). Pembahasan yang lengkap memerlukan buku tersendiri. Cukuplah di sini dikatakan bahwa Imam Khomeini (q.s.) sangat menguasai ilmu makrifat yang bersumber dari ajaran Ahli Bayt maupun pemikir-pemikir sufi seperti Ibn ‘Arabi, Suhrawardi, ataupun Mulla Shadra. Berkat tulisan-tulisan dan pembicaraan Imam Khomeini, ‘irfan menarik kembali perhatian para ulama (termasuk fuqaha’).

Lebih dari itu, sebagaimana yang disaksikan oleh siapa saja yang mempelajari kehidupan Imam Khomeini, beliau juga menjalani kehidupan ‘irfani. Beliau hidup sebagai zahid, ‘arif, dan ‘abid. Tetapi berbeda dari kebanyakan mutashawwifin, beliau tidak meninggalkan aspek-aspek politik, sosial; dan kebudayaan. Imam Khomeini bukanlah sufi yang mengasingkan diri dari masyarakat ramai, atau menghabiskan waktunya di sudut masjid atau gua. Imam Khomeni (q.s.) adalah sufi yang telah mengguncangkan dunia. Bila kita memetik kata-kata Dr, Muhammad Iqbal, Imam Khomeni – seperti halnya Rasulullah saw. – adalah orang yang “di waktu malam pelupuk matanya berlinang air mata, di medan perang pedangnya bersimbah darah; di gua Hira bermalam-malam terjaga, supaya tegak hukum, bangsa, dan negara.”

Imam Khomeni menutup tulisannya tentang Al-Adab Al-Ma’nawiyah li Al-Shalat dengan doa. Tulisan ini pun ditutup dengan doa yang sama, ber-tabarruk dengan pribadi Imam Khomeni (q.s.):

Tuhan kami, telah Engkau tutupkan kepada kami, hamba-Mu yang lemah, pakaian wujud dengan anugerah, pertolongan, dan limpahan rahmat dan kurnia-Mu tanpa didahului oleh pengkhidmatan dan ketaatan atau kami memerlukan ‘ubudiyyah dan ibadah. Engkau memuliakan kami dengan bermacam-macam nikmat ruhaniah dan jasmaniah, berbagai rahmat lahir dan batin padahal ketiadaan kami tidak mengurangi kudrat dan kekuasaan-Mu, dan wujud kami tidak menambah kebesaran dan keagungan-Mu.

Sekarang, mata air rahmaniyah-Mu telah terpancar dan matahari jamaliyah-Mu yang indah telah bersinar. Telah Engkau tenggelamkan kami dalam samudera kasih-Mu, telah Engkau sinari kami dengan cahaya keindahan. Tutuplah segala kekurangan kami, kesalahan kami, dosa kami, kealpaan kami dengan cahaya taufik batini, bantuan dan hidayah sirriyah. Bersihkan hati kami seluruhnya dari kebergantungan kepada dunia dan hiaslah ia dengan kebergantungan kepada kebesaran Al-Quds.

Tuhan kami, dengan ketaatan kami yang sedikit, tidak layak kami memperoleh keluasan dalam kerajaan-Mu. Tetapi siksaan dan azab para pendosa tidak mendatangkan manfaat bagi-Mu. Ampunan dan kasih-Mu bagi orang-orang yang jatuh tidak mengurangi kekuasaan-Mu. ‘Ayn Tsabitah para pendosa mengharapkan kasih-Mu, fitrah orang-orang yang kekurangan mencari kesempurnaan mereka. Karena itu karuniakan kepada kami anugerah-Mu yang luas, dan jangan melihat kekurangan kemampuan kami.

Tuhanku, jika aku tidak layak untuk memperoleh rahmat-Mu, maka Engkau sangat layak untuk memberikan kepadaku kelapangan karunia-Mu....

Tuhanku, telah Engkau tutup dosa-dosaku di dunia, padahal aku lebih memerlukan penutupan itu pada hari kiamat. Tuhanku, karuniakan kepadaku kesempurnaan kebergantungan pada-Mu. Sinarilah hati nurani kami dengan cahaya memandang-Mu. Sehingga pandangan hati kami mengoyakkon hijab-hijab nur, dun tercapailah pusat kebesaran-Mu.

(Sumber: Al-Hikmah, Jurnal Studi-Studi Islam; No. 11 Rabi’ At-Tsani-Rajab 1414/Oktober-Desember 1993; hal. 75 – 86).

Catatan:

* Tulisan ini merupakan makalah penulis yang disampaikan pada “The International Seminar on the Reapproachment of Sunni and Shi’ite” di Hotel Federal, Kuala Lumpur, pada 3-4 Juli 1993.
1. Syaikh Javadi Amuli, “Min Nida-i Al-Tawhid”, dalam Risalat Al-Tsaqalayn, No. 1, Thn. 1, ms. 132.
2. ‘Abd Al-Qahir Al-Suhrawardi, ‘Awarif Al-Ma’arif, Dar Al-Kitab Al-‘Arabi, Beirut, 1983, ms. 57.
3. Definisi-definisi ini dikutip dati ‘Afif Al-Din Al-Tilimsani, Syarh Manazil Al-Sairin ila Al-Haq Al-Mubin, Intisharat Bidar, Qum, 1413 H, ms. 12.
4. NahjAl-Balaghah, Qisar Al-Hikam 237.
5. Al-Ghazali, Al-Munqidz min Al-Dhalal, Dar Al- Kutub Al-Lubnani, Beirut, 1979, ms. 169-170.
6. Kedua tulisan ini telah diterbitkan dengan judul Ta’liqat ‘ala Syarh Fushush Al-Hikam wa Mishboh Al-Uns, Muassasah Pasdar-e Islam, Qum, 1410 H.
7. Sharh Chehel Hadith, Muassasah Tanzim o Nashr-e Athar-e Imam Khomeini, 1371, ms. 625-626.
8. Imam Khomeini, Al-Adab Al-Ma’nawiyyat li Al-Shalat, Talas, Damaskus, 1984, ms. 32.
9. Imam Khomeini, Chehel Hadith, ms. 8.
10. Imam Khomeini, Al-Adab, ms. 36.
11. Imam Khomeini, Chehel Hadith, ms. 9-10. 


Sabtu, 14 Februari 2015

Dari Fisika Klasik Sampai Zero Brane




Fisika Klasik

Perjalanan kita dimulai dari sebuah kecelakaan di masa lampau yang menimpa kepala seorang pemikir terkenal. Sebuah apel jatuh dari pohonnya dan memberi ide kepada Isaac Newton. Ide apel yang jatuh ini merupakan awal popularitas gaya atau forsa (force) gravitasi yang diperkenalkan Newton. Forsa gravitasi-lah yang menyebabkan apel jatuh. Forsa ini pula lah yang menyebabkan planet melintas pada orbitnya mengelilingi matahari. Karya Isaac Newton mengenai forsa gravitasi dalam bukunya yang tekenal “Principia of Mathematica” masih digunakan orang hingga sekarang untuk meluncurkan roket mengelilingi bulan dan mengirimkan rover ke planet Mars.

Newton berhasil merubah pandangan orang. Gaya tarik-menarik yang tak terlihat itu bisa dihitung dan menjadi nyata dalam aplikasinya. Gravitasi adalah sebuah forsa fundamental di alam ini. Walaupun demikian Newton belum bisa menjawab apakah gravitasi tersebut.

Fisika Relativitas Umum

Dari sebuah kantor paten di Jerman, ilmuwan muda, Albert Einstein menyelidiki cahaya. Ia menemukan bahwa cahaya merambat dengan kecepatan sangat tinggi dan tidak ada satu obyek pun yang mampu bergerak melebihi kecepatan cahaya. Kecepatan cahaya adalah konstan dan sama di mana saja di alam semesta ini. Einstein memperkenalkan kepada dunia sebuah konsep dan cara berpikir baru mengenai ruang-waktu.

Dalam menyelidiki ini, Einstein menemukan bahwa sebuah benda massif di alam semesta seperti bintang atau matahari kita, melengkungkan ruang. Anda bisa membayangkan sebuah bola bowling di atas permukaan trampoline. Karet trampoline melendut atau melengkung ke bawah karena massa bola bowling. Kemudian bila sebuah bola yang lebih kecil dan lebih ringan massanya, misal bola tennis, digelindingkan di samping bola bola bowling menyeberangi permukaan trampoline, maka lintasan bola tennis akan membelok dikarenakan permukaan karet trampoline yang melengkung. Einstein menemukan apa yang disebut forsa gravitasi. 

Lintasan planet yang mengelilingi matahari sebenarnya adalah lintasan planet yang bergerak lurus namun terlengkungkan oleh ruang yang melengkung dikarenakan massa matahari di dekatnya.

Lalu apa yang terjadi bila tiba-tiba matahari lenyap? Menurut Newton, planet-planet akan kehilangan forsa gravitasi dari matahari dan seketika itu pula melanjutkan gerak lurusnya menjauh dari matahari. Ilustrasi yang benar namun tidak seluruhnya tepat. Einstein menambahkan bahwa cahaya memerlukan waktu 8 menit untuk mencapai bumi. Jika tiba-tiba matahari lenyap, maka kelengkungan ruang yang disebabkan massa matahari akan kembali ke kondisi ruang yang rata. Dengan kata lain anda bisa membayangkan permukaan trampoline yang menjadi rata kembali ketika bola bowling diangkat, atau permukaan air yang beriak kemudian tenang kembali. Sebuah riak gelombang terjadi dari pusat lokasi matahari. Gelombang forsa gravitasi ini merambat dengan kecepatan yang sama dengan kecepatan cahaya. Sehingga Einstein mengemukakan bahwa planet bumi tidak akan langsung meninggalkan orbitnya sebelum 8 menit, yaitu waktu yang dibutuhkan oleh forsa gravitasi untuk mencapai bumi dari matahari.

Einstein menerbitkan teori Relativitas Umum. Forsa gravitasi berhasil dijelaskan. Hingga kini, Relativitas umum merupakan teori yang mampu dengan baik menjelaskan pergerakan benda-benda massif di alam semesta seperti planet, matahari, dan galaksi. Teori relativitas menjelaskan alam semesta dalam ukuran besar. Einstein meyakini bahwa alam semesta berperilaku teratur seperti yang diamati dikarenakan mematuhui hukum-hukum fisika. “Tuhan tidak bermain dadu”, ucapnya.

Einstein membuka wawasan tentang bagimana orang seharusnya melihat ruang dan waktu. Ruang dan waktu bagaikan sebuah fabric atau lembaran kain yang membentang. Ruang-waktu dapat mengkerut, meregang, terpilin dan terdistorsi oleh medan gravitasi dari benda massif.

Fisika Quantum

Listrik (electricity) adalah sebuah forsa. Magnet juga sebuah forsa. Orang menemukan bahwa listrik dan magnet adalah relevan, keduanya saling berpengaruh. James Clerk Maxwell berhasil menggabungkan kedua forsa tersebut menjadi sebuah forsa fundamental alam lainnya selain forsa gravitasi, yaitu forsa Electromagnetic (EM). Forsa EM dihasilkan oleh alam setiap saat, bahkan setiap partikel membawa muatan listrik yang mempengaruhi secara signifikan interaksi antar pertikel.

Maxwell mengirimkan sebuah paper kepada Einstein untuk dipublikasikan. Maxwell meyakini bahwa selain forsa gravitasi yang merambat pada dan melengkungkan ruang, forsa EM juga demikian, dan forsa EM memerlukan ruang untuk merambat. Tapi dimana? Untuk menjawab ini maka Maxwell mengusulkan sebuah dimensi ruang tambahan agar Forsa EM tersebut dapat merambat. Einstein menerima ide Maxwell ini. Diterimanya sebuah dimensi ruang tambahan adalah sebuah momentum awal manusia dalam mengkoreksi cara pandang terhadap alam. Lalu, dimana letak dimensi tambahan ini? Mengapa kita tidak melihatnya?

Ilmuan lain, Kaluza dan Klein mengusulkan bahwa dimensi extra itu sangat kecil. Bayangkan saja bila anda melihat sebuah kawat listrik dari jauh. Anda melihat kawat tersebut sangat kecil bagaikan sebuah tali yang memiliki panjang saja tanpa lebar. Namun bila kita melihat dari jarak yang sangat dekat, misalkan dari pandangan seekor semut, maka seekor semut itu dapat bergerak maju, mundur serta berputar ke kanan dan ke kiri di badan kawat listrik tersebut. Inilah dimensi extra yang tak tampak tesebut. Kaluza-Klein mengusulkan bahwa dimensi extra berukuran sangat kecil di setiap titik lokasi pada ruang. Karena terlalu kecil maka ia tak terlihat.

Einstein terinspirasi oleh forsa EM ini dan meyakini bahwa untuk mengerti alam ini secara fundamental maka forsa Gravitasi harus bisa disatukan dengan forsa EM. Sebuah penggabungan atau unification. Sejak saat itu seluruh hidupnya dihabiskan untuk menemukan sebuah rumusan tunggal yang mampu menjelaskan forsa gravitasi dan EM.

Sementara itu Neils Bohr memperkenalkan model atomnya yang diterima dengan baik, yaitu bahwa atom terdiri dari inti, inti terbentuk dari proton yang bermuatan positif dan neutron yang bermuatan netral, di sekitar inti mengorbit electron yang bermuatan negatif. 

Di sinilah orang mulai berpikir pada semesta yang sangat kecil. Untuk mengerti perilaku alam semesta secara keseluruhan, maka orang harus mengerti interaksi antar partikel. Penelitian ini menghantarkan orang pada alam sub-atomic. Disinilah lahirnya fisika quantum.

Jika Teori Relativitas menjelaskan alam semesta dalam ukuran besar, maka fisika quantum menjelaskan alam semesta dalam ukuran sangat kecil.

Namun terjadi sebuah kontradiksi. Pada ukuran alam yang sangat kecil ini, gravitasi bagaikan tidak punya gigi. Maksudnya, forsa gravitasi tidak memiliki peran sama sekali dalam reaksi antar partikel. Malahan, fisikawan berhasil menemukan forsa fundamental lainnya, yaitu forsa nuklir Kuat (Strong Nuclear Force) yang merekatkan inti atom pada tempatnya, dan forsa nuklir lemah (Weak Nuclear Force) yang menyebabkan peluruhan atom atau radiasi.

Sejauh ini telah ditemukan seluruh forsa fundamental alam. Mereka adalah forsa gravitasi, forsa electromagnetic, forsa nuklir kuat dan forsa nuklir lemah. Ditinjau dari kekuatan energi-nya, maka forsa nuklir kuat adalah yang terkuat. Ini telah dibuktikan dengan dibuatnya bom atom. Peledakan bom atom adalah sebuah pelepasan energi forsa nuklir kuat yang disebabkan oleh pemisahan partikel pada inti atom. Pemecahan inti atom ini membuat luruhnya (radiasi) atom yang energi-nya (energi forsa nuklir lemah) masih dapat dideteksi hingga sekarang.

Forsa gravitasi adalah yang terlemah di antara ketiganya. Bila dibandingkan dengan forsa EM saja, maka forsa EM trilyunan kali lebih kuat. Forsa Gravitasi hanya dapat dirasakan pada benda-benda ber-massa sangat besar seperti planet dan bintang. Pada alam quantum, forsa gravitasi tidak memiliki pengaruh, karena kekuatan forsa ini terlalu kecil untuk diperhitungkan. 

Sebuah dilema dan masalah serius bagi fisikawan. Unification mengalami kendala.

Pada kesempatan lain, Roger Penrose dan Stephen Hawking mendalami sebuah fenomena alam, yaitu keruntuhan bintang. Sebuah bintang dapat runtuh bila setiap partikel yang membentuknya kehilangan energi. Electron yang kehabisan energi akan jatuh ke inti atom. Ukuran atom mengkerut sangat signifikan sehingga ukuran bintang itu pun mengkerut ke ukuran yang sangat kecil. Namun demikian, forsa gravitasi tidak berubah. Singkatnya, pada ukuran yang sangat kecil ini, forsa gravitasi sangat kuat. Ruang terlengkungkan ke ukuran tak hingga.

Demikian kuatnya forsa gravitasi hingga cahaya pun tidak dapat lolos. Bila cahaya tidak dapat lolos, maka kita tidak mungkin bisa melihat bintang runtuh tersebut. Keberadaan bintang runtuh ini hanya dapat dilihat dengan memperhatikan daerah hitam gelap di langit yang memiliki gravitasi kuat. Oleh kerenanya bintang runtuh lebih sering disebut lubang hitam (black hole).

Cahaya, atau partikel cahaya yang disebut photon yang jatuh ke dalam lubang hitam tidak akan dapat lolos. Namun pada jarak tertentu dari inti lubang hitam dimana forsa gravitasi tidak terlalu kuat sehingga cahaya masih dapat bertahan untuk tidak jatuh namun terlalu lemah untuk bisa lolos, maka cahaya tersebut hanya dapat melayang-layang di situ. Jarak ini disebut horizon peristiwa (event horizon). Dinamakan demikian karena dipercayai jika cahaya berhenti bergerak, maka waktu setempat ikut berhenti.

Singularitas dan Penciptaan Alam Semesta

Tujuan akhir fisika adalah untuk mengerti perilaku alam semesta, bagaimana terciptanya dan untuk apa diciptakan. Pertanyaan terakhir terdengar seperti keinginan manusia untuk mengerti pikiran Tuhan. Namun apabila memang Tuhan menciptakan alam ini dengan alasan khusus, maka jawabannya entu saja dengan harus menjawab terlebih dahulu pertanyaan bagaiman alam semesta ini diciptakan.

Penrose memberi ide kepada Hawking mengenai asal-usul alam semesta. Ditambah dengan Sebuah pengamatan mengenai alam semesta yang mengembang, menyimpulkan bahwa suatu saat di masa lampau, alam semesta ini berukuran sangat kecil. Hawking menegaskan bahwa alam semesta ini berawal dari sebuah titik tunggal sangat kecil. Sebuah singularitas.

Singularitas berasal dari kata singular atau sebuah kondisi “tunggal”. Di titik awal terbentuknya ruang-waktu ini, seluruh forsa fundamental alam seharusnya masih berupa satu forsa tunggal. Kemudian seperti halnya ledakan bom nuklir, pecahnya sebuah forsa tunggal ini menjadi empat forsa alam menghasilkan ledakan yang Maha dahsyat, yang disebut “Big Bang”.

Big Bang adalah peristiwa penciptaan alam semesta ini. Sebuah peristiwa terpecahnya sebuah forsa tunggal menjadi 4 forsa fundamental.

Alam mengembang hingga sekarang dan membentuk bintang dan planet.

Penemuan lubang hitam bagaikan melihat Big Bang dari arah terbalik. Lubang hitam adalah singularitas. Maka untuk mengerti bagaimana alam semesta ini diciptakan, adalah dengan menggabungkan keempat forsa yang ada. Sampai hingga fase ini, manusia sudah berhasil menggabungkan forsa EM dengan forsa nuklir lemah menjadi forsa elektrolemah (Electroweak Force). Juga elektrolemah digabungkan dengan forsa nuklir kuat menghasilkan sebuah framework yang diyakini sebagai “model standard” (Standard Model) dari sebuah teori pamungkas yang mampu menjelaskan asal usul alam semesta dalam sebuah teori tunggal; “Teori Segala Hal”, atau ”Theory of Everything (TOE)”

Relativitas VS Quantum

Lubang hitam adalah sebuah momok bagi fisika saat itu. Dikala mereka melupakan forsa gravitasi karena dinilai terlalu lemah, di depan mata mereka terpampang peristiwa nyata mengenai penyatuan forsa-forsa tersebut ke dalam sebuah singularitas. Bagaimana sebuah obyek berukuran tak-hingga kecilnya menghasilkan gravitasi begitu besarnya? Bagaimana menjelaskan mekanika lubang hitam ini?

Teori Relativitas tidak berlaku di alam berukuran quantum karena pada teori ini forsa gravitasi sangat berperan dan hanya melibatkan benda-benda besar. Teori fisika quantum mampu menjelaskan alam sangat kecil ini namun ia tidak bisa melibatkan forsa gravitasi. 

Kesimpulannya, fisika runtuh di lubang hitam. Benar-benar sebuah lubang hitam yang sangat gelap karena tidak ada satu pun perangkat ilmu yang mampu menjelaskannya.

Strings Theory

Agak kembali sedikit ke masa lampau, saat hampir semua fisikawan berbondong-bondong menyelidiki fisika quantum, ada sebagian kecil, mungkin boleh dikatakan, satu atau dua orang saja yang tersisa dari seluruh ilmuwan yang ada di dunia ini yang tidak mengikuti jejak rekan-rekan yang lainnya.

Saat semua orang beranggapan bahwa wujud atom dan partikel berbentuk menyerupai titik atau bola, maka sebagian kecil ilmuwan ini menemukan kemungkinan lain dari persamaan matematis yang membawa mereka pada ide liar bahwa kesalahan fisika selama ini terletak pada ‘bentuk’. Kita telah keliru memandang partikel berbentuk bola. Mereka menemukan bahwa pertikel berbentuk tali atau string.

Lalu apa implikasinya jika pertikel fundamental berbentuk string?

String berukuran sangat kecil, yaitu berjuta-juta kali lebih kecil dari quark. Untuk membayangkan ukuran string yang sangat kecil ini, bayangkanlah bila sebuah atom adalah tata surya kita, maka sebuah string berukuran sebuah pohon di bumi. String super kecil ini yang saking kecilnya dianggap hanya memiliki panjang saja (satu dimensi-ruang) bergetar dan variasi getarannya itulah yang menghasilkan apa yang kita amati sebagai partikel-partikel. Para pengusung teori string ini mengatakan bahwa string adalah satu-satu nya bahan dasar pembentuk ruang dan waktu. Yang kita amati sebagai beraneka ragam partikel itu sebenarnya adalah hasil variasi getar string-string yang sama.

Dengan demikian maka perhitungan atau persamaan matematikanya menjadi berubah sama sekali. Alam fisika quantum yang tadinya mengabaikan forsa gravitasi sekarang dapat menerima forsa gravitasi tersebut sebagai bagian dari persamaan matematisnya. Atau boleh dikatakan telah ditemukan forsa gravitasi di alam quantum. Fisika relativitas dan fisika quantum berhasil disatukan. Teori string diduga kuat sebagai teori pamungkas yang dicari, sebuah teori tunggal yang mampu menjelaskan perilaku alam semesta ini; sebuah teori segala hal.

Bagaimana hal ini bisa terjadi? Bagaimana forsa gravitasi ditemukan dalam persamaan matematika fisika quantum? Untuk menyinggung ini, perlu kita kilas balik sedikit sekelumit sejarah panjang perkembangan teori string.

Teori string tidak terjadi dalam semalam saja. Diawali di tahun 1968, oleh seorang fisikawan muda asal Italy, Gabriele Veneziano, sekarang bekerja untuk CERN, yang mempelajari persamaan matematis yang menjelaskan forsa nuklir kuat. Ditemukannya persamaan ini membuka jalan pada penelitian forsa tersembunyi di inti atom. Kemudian penelitian menggugah ilmuwan lainnya, Leonard Suskind dari Stanford University yang melihat bahwa persamaan tersebut mengindikasikan sesuatu yang tersembunyi, sebuah partikel yang memiliki struktur internal yang bisa melendut dan meragang. Partikel ini bukan berbentuk titik atau bola, namun berbentuk string yang secara alami bergerak lentur. Temuannya ini sempat tidak mendapat tanggapan dari fisikawan lainnya.

Adalah seorang fisikawan yang melanjutkan penelitian mengenai string ini, di tahun 1973, yaitu John H. Schwarz dari California Institute of Technology, mengemukakan bahwa jika string ini benar, maka string akan mampu menjelaskan banyak misteri alam ini. Schwarz berhasil menarik perhatian para ilmuwan dunia dan orang mulai banyak bergabung mendalami teori radikal ini. 

Namun teori string mengalami kendala besar. Yaitu terdapat beberapa anomali pada perhitungan atau persamaan matematisnya. Pertama, teori string melibatkan sebuah partikel bermassa nol dan partikel tachyon, yaitu partikel yang bergerak lebih cepat dari kecepatan cahaya. Telah disinggung sebelumnya bahwa Teori Relativitas tidak membenarkan adanya obyek yang bergerak melebihi kecepatan cahaya. Teori string sekali lagi nyaris turun pamor. 

Michael B. Green dari Cambridge University bergabung dengan Schwarz untuk mengkaji dan membedah persamaan matematis teori string ini lebih dalam. Di tahun 1984 Mereka berhasil meniadakan anomali tersebut. Mereka menemukan bahwa partikel aneh yang menjadi momok teori ini sebenarnya adalah “graviton” yaitu partikel untuk forsa gravitasi. Peristiwa sangat bersejarah ini dikenal sebagai salah satu yang menggemparkan dunia. Schwarz dan Green menemukan forsa gravitasi dalam persamaan mereka. Mereka berhasil gemilang meniadakan anomali.

Lebih banyak lagi orang ikut bergabung melanjutkan perjuangan Schwarz dan Green hingga kemudian sebuah kendala besar dihadapi mereka kembali, yaitu:

1. Teori string melibatkan dimensi extra Seperti yang kita kenali bersama bahwa kita hidup di alam dengan 3 dimensi-ruang yaitu panjang, lebar, dan tinggi ditambah 1 dimensi waktu menjadikan total = 4 dimensi ruang-waktu. Namun string harus bergerak di lebih dari 3 dimensi ruang itu. String harus bergerak di 9 dimensi ruang. Sehingga menurut teori string, alam yang kita tempati ini sebenarnya memiliki 10 dimensi ruang waktu.

Lalu dimana ke-enam dimensi ruang lainnya? Mengapa kita tidak bisa melihat atau merasakannya? Sekali lagi Kaluza dan Klein mengajukan bahwa 6 dimensi ruang ini berukuran sangat kecil sehingga tidak bisa teramati.

Namun kemudian orang mulai menerima kehadiran dimensi ektra ini karena memang HARUS ada dimensi extra di alam ini bagi string untuk wujud. Dimensi extra adalah sebuah temuan fenomenal.

2. Terdapat 5 teori string

Ini merupakan masalah besar. Bagaimana sebuah teori segala hal hadir dalam 5 variasi? Setiap teori sama-sama benar namun memiliki perbedaan mendasar pada persamaan matematisnya.
Strings / M-Theory

Barulah Pada tahun 1995, pada konvensi fisika sedunia, seorang fisikawan yang kemudian menjadi sangat terkenal, yaitu Edward Witten, dari Institute for Advance Study, mempublikasikan papernya. Edward Witten dijuluki sebagai orang tercerdas di planet bumi ini dan mendapat julukan “the true successor of Einstein”, ia berhasil menggabungkan ke-lima teori string menjadi sebuah teori tunggal yaitu M-Theory.

Witten mengemukakan bahwa kelima teori string itu sebenarnya hanyalah ragam cara melihat suatu hal yang sama. Kita bagaikan berada dalam ruangan gelap gulita dan saling meraba seekor gajah yang sama di depan kita. Sebagian meraba kepalanya, sebagian meraba kakinya, sebagian meraba belalainya dan sebagian meraba badannya, begitu Edward Witten memberikan penerangan di dalam ruangan, barulah orang menyadari bahwa sebenarnya mereka semua meraba seekor gajah yang sama.

Penerangan yang dibawa oleh Witten dalam M-Theory nya ini adalah dengan menghadirkan sebuah dimensi ruang tambahan ke dalam hitungan matematis teori string. Seluruh persamaan menjadi klop dan semuanya mejadi masuk akal. Kini alam kita diyakini oleh string/M-theory memiliki 10 dimensi ruang menjadikannya total 11 dimensi ruang-waktu.

Edward Witten tidak menyebutkan kepanjangan dari “M” itu.

Braneworlds

M-theory mengemukakan bahwa:

1. String merupakan tali super kecil yang memiliki panjang saja (1 dimensi) dengan kedua ujungnya terbuka (open loop).

2. Terdapat string yang melar hinga memiliki panjang dan lebar (2-dimensi), membentuk membrane (disingkat, “brane”) atau sebuah lembaran super tipis. Kita sebut ini sebagai 2-brane. Sedangkan string 1 dimensi disebut dengan 1-brane.

3. Kedua ujung string 1-brane harus melekat / bertumpu pada 2-brane.

Perbedaan signifikan terjadi setelah hadirnya M-Theory adalah bahwa orang mulai meninggalkan gambaran dimensi extra yang terpilin sangat kecil itu. M-Theory memberi gambaran pada kemungkinan yang berlawanan, yaitu bahwa dimensi-ruang extra itu berukuran sangat besar. Kita mungkin hidup di alam semesta 3 diemensi-ruang yang berada di dalam sebuah dimensi-ruang yang lebih besar lagi. Bahwa alam semesta kita berupa membrane 3 dimensi ruang atau 3-brane, dan alam 3-brane kita berada di dalam alam berdimensi lebih tinggi – yaitu alam 4 dimensi-ruang atau 4-brane.

Agar lebih mudah mengerti konsep membrane ini, bayangkanlah bahwa layar televisi anda adalah sebuah dunia dua dimensi. Pemain film di dalam televisi hidup di alam dengan 2 dimensi-ruang saja (hanya memiliki dimensi panjang dan lebar) mereka tidak memiliki dimensi ruang ke-tiga. Mereka tidak tau dan tidak menyadarinya. Jarak antara mata anda ke layar televisi adalah sebuah dimensi-ruang ke-tiga yang tidak dimiliki alam dalam televisi itu. Atau boleh saya dikatakan bahwa untuk menemukan dimensi extra, maka makhluk yang hidup di dimensi layar televisi harus keluar dari layar televisi tersebut.

Sampai tahap ini apakah anda sudah bisa membayangkannya? Sekarang coba bayangkan alam semesta kita adalah layar televisi tersebut. Televisi dengan 3 dimensi ruang. Maka jarak antara pengamat lain di luar televisi ke layar televisi itu adalah dimensi ruang ke-empat yang tidak dimiliki oleh alam kita. Alam di luar alam kita adalah sebuah alam semesta yang memiliki 4 dimensi-ruang.

Sekarang bayangkan bila alam semesta dengan 4 dimensi-ruang itu adalah sebuah layar televisi. Maka jarak antara pengamat lain di luar televisi ke layar televisi itu adalah dimensi ruang ke-lima yang tidak dimiliki oleh alam 4 dimensi-ruang.

Demikian seterusnya.

Marilah kita lanjutkan membayangkan dengan cara yang sama ke alam semesta kita.

Alam semesta kita yaitu 3-brane berada di membrane yang lebih tinggi; 4 brane. Atau boleh saya katakan alam 3-brane kita dibungkus oleh alam 4-brane. M-Theory mengatakan bahwa alam 3-brane kita memiliki kemungkinan exist berdampingan dengan alam 3-brane lainnya (parallel universe). Ada berapa banyak parallel universe? Tidak ada yang tau.

Lalu dimana dimensi 5, 6, 7, 8, 9, dan 10?

Mari kita lanjutkan lagi membayangkannya. Bila alam 3-brane dibungkus alam 4-brane, maka:

Alam 3-brane dibungkus oleh alam 4-brane (lapis 1)
Alam 4-brane dibungkus oleh alam 5-brane (lapis 2)
Alam 5-brane dibungkus oleh alam 6-brane (lapis 3)
Alam 6-brane dibungkus oleh alam 7-brane (lapis 4)
Alam 7-brane dibungkus oleh alam 8-brane (lapis 5)
Alam 8-brane dibungkus oleh alam 9-brane (lapis 6)
Alam 9-brane dibungkus oleh alam 10-brane (lapis 7)

Alam semesta kita dibungkus oleh alam lainnya yang berdimensi-ruang lebih tinggi. Dan di setiap membrane terdapat parallel universe.

Lalu dimana dimensi waktu? Dimensi waktu dimiliki semua alam itu. Kekal dan konstan adanya.

Graviton

M-Theory diterima luas sebagai teori elegan dengan keindahan matematika tingkat tinggi. Inilah sebuah wujud pencapaian peradaban manusia terkini.

Untuk melengkapi pemaparan saya, saya akan singgung sedikit lagi kelanjutan atau perkembangan dari teori ini.

String dipercaya memiliki bentuk open-loop atau kedua ujungnya terbuka dan menumpu pada membrane lain. Namun diyakini ada pula string dengan ujungya saling bertautan (besambung) sehingga membentuk closed-loop. Dengan ujung yang tidak bebas ini maka string jenis ini tidak bisa bertumpu pada membrane. Jenis string seperti ini bebas melayang ke ruang mana saja dan menyebrang ke membrane lain. String dengan closed-loop ini adalah Graviton.

Masih ingat forsa gravitasi yang dianggap paling lemah diantara forsa yang lainnya? Dengan sifat graviton yang bebas itu maka forsa gravitasi sesungguhnya sangat kuat, bahkan mungkin sama kuatnya dengan forsa Electromagnetic. Ia tampak lemah karena sebagian kekuatan forsa gravitasi mampu menyebrang ke brane lainnya dengan bebas.

Graviton adalah satu-satunya partikel saat ini yang diyakini bebas bergerak menyebrang ke membrane lainnya. Forsa lainnya tidak bisa meninggalkan suatu membrane. Sehingga tidak mungkin kita bisa melihat alam brane lain atau parallel universe karena cahaya tidak dapat keluar dari membrane. Forsa nuklir kuat, forsa nuklir lemah, Electromagnetic dan cahaya terperangkap di dalam sebuah membrane.

Satu hal yang menjadi perhatian dunia adalah membuktikan keberadaan string melalui percobaan laboratorium. String adalah teori elegan yang belum terbukti melalui experimen. Namun dengan syarat yang ditentukan oleh teori ini sendiri, terbuka peluang untuk membuktikannya dan upaya pembuktian ini menjadi prioritas utama. Antara lain adalah sedang berjalannya usaha bersama antara Massachusetts Institute of Technology (MIT) dengan California Intitute of Technology (CIT) dan didanai oleh The National Science Foundation membangun sebuah Observatory raksasa yang bukan berbasis cahaya maupun radio, melainkan berbasis forsa gravitasi. Harapannya adalah terdeteksinya graviton yang muncul semerta-merta membawa signature dari alam semesta membrane lain. Wahana ini dinamakan Laser Interferometer Gravitational Wave Observatory (LIGO). Juga direncanakan untuk dibangun Versi luar angaksa dari LIGO, adalah Laser Interferometer Space Antenna (LISA).

Usaha lainnya sedang dilakukan Fermilab, sebuah laboratorium di Illinois yang memiliki atom smasher, yaitu sebuah Akselerator Partikel yang berfungsi untuk mempercepat inti atom hydrogen dalam suatu lintasan sepanjang 4 mil untuk kemudian ditabrakkan dengan inti atom Hydrogen lain ujung lintasan. Inti atom yang ditabrakkan akan terpecah dan menghasilkan siraman partikel-partikel yang lebih kecil. Sebelum M-Theory, ilmuwan hanya berusaha mengindentifikasi siraman partikel-partikel baru tersebut, namun kali ini mereka berusaha mendeteksi partikel graviton yang muncul saat terjadi tabrakan. Namun graviton akan muncul hanya sekejap karena graviton yang berdiri sendiri akan langsung menyeberang ke membrane lain. Graviton yang muncul dan hilang hanya dalam sekejap ini tidak akan memberi kesempatan pengamat untuk mendeteksinya. Untuk mengatasi ini maka pendeteksian graviton ditandai dengan absen-nya partikel tersebut sesaat setelah tabrakan.

Hal serupa akan disusul oleh sebuah atom smasher raksasa yang sedang dalam tahap pembangunan yang memiliki kekuatan 7 kali lebih besar dibandingkan dengan yang dimiliki Fermilab. atom smasher dan Akselerator Partikel raksasa ini adalah milik CERN, Swiss.

Jutaan dollar telah dikeluarkan untuk pembangunan alat-alat raksasa tersebut dan mereka saling berlomba sebagai yang pertama kali menemukan graviton. Jika graviton ditemukan, maka teori string kukuh dan benar dengan seluruh impllikasinya; braneworlds yang meggambarkan alam semesta kita ini berlapis dengan 11 dimensi ruang-waktu adalah benar. Dan alam semesta ini bisa terjelaskan dengan sebuah teori tunggal, “Theory of Everything”.

Zero-Brane

Perkembangan lain dari String/M-Theory adalah munculnya sekelompok ilmuwan yang menemukan kejanggalan atas statement bahwa string adalah satu-satunya ingredient atau bahan dasar pembentuk ruang dan waktu. Pertanyaan mereka adalah, jika string perlu ruang dan waktu untuk bergetar dan bergerak, bagaiman bisa mereka dinobati sebagai bahan dasar pembentuk ruang-waktu?

Jikapun harus ada bahan dasar yang paling fundamental yang membentuk ruang-waktu, maka entity ini haruslah tidak terikat oleh ruang-waktu, atau space-less and time-less entity . Entity semacam ini tidak mungkin berbentuk string, melainkan sebuah titik tanpa dimensi atau berdimensi nol; Zero-Brane Entity. Usulan ini patut mendapat perhatian karena usulan ini meng-klaim bahwa string bukanlah bahan fundamental pembentuk ruang waktu.

Zero-Brane yang berbentuk titik tanpa dimensi ini haruslah teratur menandai setiap titik pada ruang namun tidak terikat oleh ruang. Titik-titik teratur bagai grid. Teori ini dikenal sebagai Matrix Theory. “M” sebagai “Matrix” dari M-theory.