Satu penggal kisah yang
terhimpun dalam kitab-kitab Tarikh –semisal yang ditulis oleh Sulaim dari
kalangan Syi’ah dan Ibnu Abi Syaibah, Baladzuri, Ibnu Qutaibah dari kalangan
Sunni, adalah sebuah episode kesedihan nan memilukan. Tampaknya, meskipun
Sayyidina ‘Ali memutuskan untuk mengurung diri di rumah dan memilih untuk tidak
ambil bagian dalam politik kekuasaan –yang dirumuskan di Saqifah yang merupakan
bentuk pembelotan dan pembangkangan terhadap pesan Rasulullah dan perintah
wahyu di saat Haji Wada’, namun pintu rumah tinggalnya dibakar ketika istri
tercinta, Sayyidah Fatimah, putri Rasulullah, sedang berada di dalam.
Pintu yang dibakar,
pukulan keras gagang pedang, dorongan keras dan itu semua yang mematahkan
rusuk dan tangan Fatimah dan mengakibatkan luka serius, hingga bayi dalam
kandungannya pun keguguran.
Tampaknya penyerbuan itu
terjadi secara mendadak dan tak terduga –tak seorang pun siap siaga
menghadapinya. Putri Rasulullah itu menderita luka serius –hingga akhirnya
pingsan. Sementara pintu rumah itu diliputi kepulan asap yang menyisakan trauma
mendalam bagi anak-anaknya. Ketika Sayyidina ‘Ali merawat istrinya dan
anak-anaknya –yang hampir mati lemas, dia disergap dan diseret keluar dari
rumahnya. Bahkan setelah peristiwa ini, warisan Fatimah dari ayahnya,
Rasulullah Saw –yaitu Tanah Fadak, pun ikut disita.
Dua hari setelah
Kewafatan nabi Muhammad Saww, maka Umar bin Khattab memimpin tentara ke
rumah Imam Ali as. Mereka berteriak memanggil orang-orang yang ada di dalam
rumah untuk berbaiat kepada Abu Bakar dan mengancam untuk membakar rumah bila
tidak ada yang mau keluar. Karena tidak ada orang yang mau keluar rumah,
tentara – tentara itu memaksa masuk. Fatimah AS yang sedang hamil berdiri di
belakang pintu. Umar bin Khattab mendorong Fatimah AS ke belakang pintu
yang terbakar. Umar telah mematahkan tulang rusuk dan pergelangan tangan
Fatimah AS –dan bahkan bunda Fatimah AS juga kemudian keguguran atas putranya
yang bernama Muhsin AS. Sekujur tubuh Fatimah terluka parah –mentalnya
terguncang. Hal ini menyebabkan kondisi tubuhnya semakin lemah.
Dan berikut pemaparan
sejumlah pen-tarikh, periwayat, dan para ‘ulama yang mencatat peristiwa yang
menimpa Sayidah Fatimah Azzahra tersebut.
1. Ibnu Abi Syaibah dan
kitab “Al-Musannif”
Abu Bakar bin Abi Syaibah
(159-235 H) pengarang kitab al-Mushannif dengan sanad sahih menukil demikian:
“Tatkala orang-orang
memberikan bai’at kepada Abu Bakar, Ali dan Zubair berada di rumah Fatimah
berbincang-bincang dan melakukan musyawarah. Hal ini terdengar oleh Umar bin
Khattab. Ia pergi ke rumah Fatimah dan berkata, “Wahai putri Rasulullah, ayahmu
merupakan orang yang paling terkasih bagi kami dan setelah Rasulullah adalah
engkau. Namun demi Allah! Kecintaan ini tidak akan menjadi penghalang.
Apabila orang-orang berkumpul di rumahmu maka aku akan perintahkan supaya
rumahmu dibakar. Umar bin Khattab menyampaikan ucapan ini dan keluar. Tatkala
Ali As dan Zubair kembali ke rumah, putri Rasulullah Saw menyampaikan hal ini
kepada Ali As dan Zubair: Umar datang kepadaku dan bersumpah apabila kalian
kembali berkumpul maka ia akan membakar rumah ini. Demi Allah! Apa yang ia
sumpahkan akan dilakukannya![1]
2. Baladzuri dan kitab
“Ansab al-Asyrâf”
Ahmad bin Yahya Jabir
Baghdadi Baladzuri (wafat 270) penulis masyhur dan sejarawan terkemuka,
mengutip peristiwa sejarah ini dalam kitab “Ansab al-Asyrâf” sebagaimana yang
telah disebutkan.
Abu Bakar mencari Ali As
untuk mengambil bai’at darinya –namun Ali tidak memberikan bai’at kepadanya.
Kemudian Umar bergerak disertai dengan alat untuk membakar dan
kemudian bertemu dengan Fatimah di depan rumah. Fatimah berkata, “Wahai putra
Khattab! Saya melihat kau ingin membakar rumahku? Umar berkata, “Iya. Perbuatan
ini akan membantu pekerjaan yang untuknya ayahmu diutus.”[2]
3. Ibnu Qutaibah dan
kitab “Al-Imâmah wa al-Siyâsah”
Sejarawan kawakan Abdullah
bin Muslim bin Qutaibah Dainawari (216-276) yang merupakan salah seorang tokoh
dalam sastra dan penulis kawakan dalam bidang sejarah Islam, penulis kitab
“Ta’wil Mukhtalaf al-Hadits” dan “Adab al-Kitab” dan sebagainya. Dalam kitab
“Al-Imamah wa al-Siyasah” ia menulis sebagai berikut:
“Abu Bakar mencari
orang-orang yang menghindar untuk memberikan bai’at kepadanya dan berkumpul di
rumah Ali bin Abi Thalib. Kemudian ia mengutus Umar untuk mendatangi mereka. Ia
datang ke rumah Ali As dan tatkala ia berteriak untuk meminta mereka keluar
namun orang-orang dalam rumah tidak mau keluar. Melihat hal ini Umar meminta
supaya kayu bakar dikumpulkan dan berkata, “Demi Allah yang jiwa Umar di
tangan-Nya! Apakah kalian akan keluar atau aku akan membakar rumah (ini).”
Seseorang berkata kepada Umar, “Wahai Aba Hafs (julukan Umar) dalam rumah ini
ada Fatimah, putri Rasulullah.” Umar menjawab: “Sekalipun.”!![3]
Ibnu Qutaibah sebagai
kelanjutan kisah ini, menulis lebih mengerikan, “Umar disertai sekelompok orang
mendatangi rumah Fatimah. Ia mengetuk rumah. Tatkala Fatimah mendengar suara
mereka, berteriak keras: “Duhai Rasulullah! Selepasmu alangkah besarnya musibah
yang ditimpakan putra Khattab dan putra Abi Quhafah kepada kami.” Tatkala
orang-orang yang menyertai Umar mendengar suara dan jerit tangis Fatimah, maka
mereka memutuskan untuk kembali, namun Umar tinggal disertai sekelompok orang
dan menyeret Ali keluar rumah dan membawanya ke hadapan Abu Bakar dan berkata
kepadanya, “Berbai’atlah.” Ali berkata, “Apabila Aku tidak memberikan bai’at
lantas apa yang akan terjadi?” Orang-orang berkata, “Demi Allah yang tiada
tuhan selain-Nya, kami akan memenggal kepalamu.”[4]
Tentu saja penggalan
sejarah ini sangat berat dan pahit bagi mereka yang mencintai syaikhain (dua
orang syaikh, Abu Bakar dan Umar). Karena itu, mereka meragukan kitab ini
sebagai karya Ibnu Qutaibah. Padahal Ibnu Abil Hadid, guru sejarah ternama,
memandang bahwa kitab ini merupakan karya Ibnu Qutaibah dan senantiasa menukil
hal-hal di atas. Namun amat disayangkan kitab ini telah mengalami distorsi dan
sebagian hal telah dihapus tatkala dicetak sementara hal yang sama disebutkan
dalam Syarh Nahj al-Balâghah karya Ibnu Abil Hadid.
Zarkili menegaskan bahwa
kitab “Al-Imâmah wa al-Siyâsah” ini merupakan karya Ibnu Qutaibah dan
mengimbuhkan bahwa sebagian memiliki pendapat terkait dengan masalah ini.
Artinya keraguan dan sangsi disandarkan kepada orang lain –bukan kepada mereka,
sebagaimana Ilyas Sarkis[5]
memandang bahwa kitab ini merupakan salah satu karya Ibnu Qutaibah.
4. Thabari dan kitab
“Târikh”
Muhammad bin Jarir Thabari
(W 310 H) dalam Târikh-nya peristiwa penyerangan ke rumah wahyu menjelaskan
demikian:
Umar bin Khattab
mendatangi rumah Ali bin Abi Thalib –sementara sekelompok orang-orang Muhajir
berkumpul di tempat itu. Umar berkata kepada mereka: “Demi Allah! Saya akan
membakar rumah ini kecuali kalian keluar untuk memberikan bai’at.” Zubair
keluar dari rumah sembari membawa pedang terhunus, tiba-tiba kakinya terjungkal
dan pedangnya terjatuh. Dalam kondisi ini, orang lain menyerangnya dan
mengambil pedang darinya.[6]
Penggalan sejarah ini
merupakan sebuah indikator bahwa pengambilan bai’at dilakukan dengan intimidasi
dan ancaman. Seberapa nilai baiat semacam ini? Kami persilahkan Anda untuk
menjawabnya sendiri.
5. Ibnu Abdurabih dan
kitab “Al-‘Aqd al-Farid”
Syihabuddin Ahmad yang
lebih dikenal dengan Ibnu Abdurabih Andalusi (463 H) penulis kitab al-Aqd
al-Farid dalam kitabnya menulis sebuah pembahasan rinci terkait dengan sejarah Saqifah dengan judul “Orang-orang yang menentang
bai’at kepada Abu Bakar.” Berikut tulisannya, “Ali, Abbas dan Zubair duduk di
rumah Fatimah di mana Abu Bakar mengutus Umar bin Khattab untuk mengeluarkan
mereka dari rumah Fatimah. Ia berkata kepadanya, “Apabila mereka tidak keluar,
maka berperanglah dengan mereka! Dan ketika itu, Umar bin Khattab bergerak
menuju ke rumah Fatimah dengan membawa api untuk membakar rumah tersebut. Dalam
kondisi seperti ini, ia berjumpa dengan Fatimah. Putri Rasulullah Saw berkata,
“Wahai putra Khattab! Kau datang untuk membakar (rumah) kami. Ia menjawab:
“Iya. Kecuali kalian memasuki apa yang telah dimasuki umat![7]
Kiranya kami cukupkan
sampai di sini penggalan kisah tentang adanya keinginan untuk menyerang rumah
Fatimah. Sekarang mari kita mengulas pembahasan kedua kita yang menunjukkan
alasan adanya niat untuk menyerang ini.
Apakah Penyerangan Itu
Benar-Benar Terjadi?
Di sini ucapan-ucapan
kelompok yang hanya menyinggung niat buruk khalifah dan para pendukungnya
berakhir sampai di sini saja. Sebuah kelompok yang tidak ingin atau tidak mampu
menyuguhkan laporan tragedi yang terjadi dengan jelas –sementara sebagian
kelompok menyinggung inti tragedi yaitu penyerangan terhadap rumah dan
sebagainya, sehingga tersingkap kedok yang sebenarnya meski pada tingkatan
tertentu. Di sini kami akan menyebutkan beberapa referensi terkait dengan
penyerangan dan penodaan kehormatan (pada bagian ini juga dalam mengutip
beberapa literatur dan referensi ghalibnya dengan memperhatikan urutan masa
penulis atau sejarawan):
1.
Abu Ubaid dan kitab “Al-Amwâl”
Abu Ubaid Qasim bin Salam
(W 224 H) dalam kitabnya “Al-Amwâl” yang menjadi sandaran para juris Islam
menukil: “Abdurrahman bin Auf berkata, “Aku datang ke rumah Abu Bakar untuk
membesuknya yang tengah sakit. Setelah berbicara panjang-lebar, ia berkata:
“Saya berharap kiranya saya tidak melakukan tiga perbuatan yang telah saya
lakukan. Demikian juga saya berharap saya bertanya tiga hal kepada Rasulullah
Saw. Adapun tiga hal yang telah saya lakukan dan saya berharap kiranya saya
tidak melakukannya adalah: “Kiranya saya
tidak menodai kehormatan rumah Fatimah dan membiarkanya begitu saja meski
pintunya tertutup untuk (siap-siap) perang.”[8]
Abu Ubaid tatkala sampai
pada redaksi ini, tatkala sampai pada redaksi ini, alih-alih menulis “Lam
aksyif baita Fatima wa taraktuhu…” Ia malah menulis, “kadza..kadza..” dan
menambahkan bahwa saya tidak ingin menyebutkannya!
Namun kapan saja Abu Ubaid
berdasarkan fanatisme mazhab atau alasan lainnya menolak untuk menukil
kebenaran dan hakikat ini; namun para peneliti kitab al-Amwâl menulis pada
catatan kaki: Redaksi kalimatnya telah dihapus dan disebutkan pada kitab “Mizân
al-I’tidâl” (sebagaimana yang telah dijelaskan). Di samping itu, Thabarani
dalam “Mu’jam” dan Ibnu Abdurrabih dalam “Aqd al-Farid” dan lainnya menyebutkan
redaksi kalimat yang telah dihapus itu. (Perhatikan baik-baik)
2.
Thabarani dan kitab “Mu’jam al-Kabir”
Abu al-Qasim Sulaiman bin
Ahmad Thabarani (260-360 H) di mana Dzahabi bercerita tentangnya dalam Mizân
al-I’tidâl: Ia adalah seorang yang dapat dipercaya.[9] Dalam
kitab al-Mu’jam al-Kabir yang berulang kali telah dicetak, terkait dengan Abu
Bakar, khutbah-khutbah dan wafatnya, Thabarani menyebutkan: “Abu Bakar sebelum
wafatnya ia berharap dapat melakukan beberapa hal. Kiranya saya tidak melakukan
tiga hal. Kiranya saya melakukan tiga hal. Kiranya saya bertanya tiga hal
kepada Rasulullah. Ihwal tiga perkara yang dilakukan dan berharap kiranya tidak
dilakukannya, Abu Bakar menuturkan, “Saya berharap saya tidak melakukan
penodaan atas kehormatan rumah Fatimah dan membiarkannya begitu saja![10]
Redaksi-redaksi ini dengan baik menunjukkan bahwa ancaman Umar itu terlaksana.
3.
Ibnu Abdurrabih dan “Aqd al-Farid”
Ibnu Abdurrabih Andalusi
(W 463 H) penulis kitab “Aqd al-Farid” dalam kitabnya menukil dari Abdurrahman
bin Auf: “Aku datang ke rumah Abu Bakar untuk membesuknya yang tengah sakit.
Setelah berbicara panjang-lebar, ia berkata: “Saya berharap kiranya saya tidak
melakukan tiga perbuatan yang telah saya lakukan. Salah satu dari tiga hal
tersebut adalah. Kiranya saya tidak menodai kehormatan rumah Fatimah dan
membiarkanya begitu saja meski pintunya tertutup untuk (siap-siap) perang.”[11] Dan
juga nama-nama dan ucapan-ucapan orang-orang yang menukil ucapan khalifah ini
akan disebutkan bagian mendatang.
4.
Nazzham dan “Al-Wâfi bi al-Wafâyât”
Ibrahim bin Sayyar Nazzham
Muktalizi (160-231) yang lantaran keindahan tulisannya dalam puisi dan prosa
sehingga ia dikenal sebagai Nazzham. Dalam beberapa kitab menukil tragedi pasca
hadirnya beberapa orang di rumah Fatimah As. Ia berkata, “Umar, pada hari
pengambilan bai’at untuk Abu Bakar, memukul perut Fatimah dan ia keguguran
seorang putra yang diberi nama Muhsin yang ada dalam rahimnya.”[12]
(Perhatikan baik-baik)
5.
Mubarrad dan kitab “Kâmil”
Muhammad bin Yazid bin
Abdulakbar Baghdadi (210-285), seorang sastrawan, penulis terkenal dan pemilik
karya-karya terkemuka, dalam kitab “Al-Kâmil”-nya, mengutip kisah
harapan-harapan khalifah dari Abdurrahman bin Auf. Ia menyebutkan, “Saya
berharap kiranya saya tidak menyerang rumah Fatimah dan membiarkannya begitu
saja pintunya (meski) tertutup untuk (siap-siap) perang.”[13]
6.
Mas’udi dan “Murûj al-Dzahab”
Mas’udi (W 325 H) dalam
Murûj al-Dzahab menulis: “Tatkala Abu Bakar menjelang wafatnya berkata
demikian, “Tiga hal yang saya lakukan dan berharap kiranya saya tidak
melakukannya. Salah satunya adalah: Saya berharap kiranya saya tidak menodai
kehormatan rumah Fatimah. Hal ini banyak (kali) ia sebutkan.”[14]
Mas’udi meski ia memiliki
kecendrungan yang baik kepada Ahlulbait namun sayang ia menghindar untuk
mengungkap ucapan khalifah dan menyampaikannya dengan bahasa kiasan. Akan
tetapi Tuhan mengetahui dan hamba-hamba Tuhan juga secara global mengetahui hal
ini!
7.
Ibnu Abi Daram dalam Mizân al-I’tidâl
Ahmad bin Muhammad yang
dikenal sebagai “Ibnu Abi Daram” ahli hadis Kufa (W 357 H), adalah seseorang
yang dikatakan oleh Muhammad bin Ahmad bin Himad Kufah: “Ia adalah orang yang
menghabiskan seluruh hidupnya di jalan lurus.”
Dengan memperhatikan
martabat ini, ia menukil bahwa di hadapannya berita ini dibacakan, “Umar
menendang Fatimah dan ia keguguran seorang putra bernama Muhsin yang ada dalam
rahimnya![15]
(Perhatikan baik-baik)
8. Abdulfatah
Abdulmaqshud dan kitab “Al-Imâm Ali”
Ia menyebutkan dua hal
terkait dengan penyerangan ke rumah wahyu dan kita hanya menukil satu darinya:
“Demi (Dzat) yang jiwa Umar berada di tangan-Nya. Apakah kalian keluar atau aku
akan membakar rumah ini (berikut penghuninya). Sebagian orang yang takut
(kepada Allah) dan menjaga kedudukan Rasulullah Saw dari akibat perbuatan ini,
mereka berkata: “Aba Hafs, Fatimah dalam rumah ini.” Tanpa takut, Umar
berteriak: “Sekalipun!! Ia mendekat, mengetuk pintu, kemudian menggedor pintu
dengan tangan dan kaki untuk masuk ke dalam rumah secara paksa. Ali As muncul..
pekik jeritan suara Zahra kedengaran di dekat tempat masuk pintu rumah… suara
ini adalah suara meminta pertolongan..”[16]
Kami ingin mengakhiri
pembahasan ini dengan satu hadis lainnya dari “Maqatil Ibnu ‘Athiyyah” dalam
kitab al-Imâmah wa al-Siyâsah (Meski masih banyak yang belum diungkap di
sini!), Ia menulis dalam kitab ini sebagai berikut: “Tatkala Abu Bakar
mengambil baiat dari orang-orang dengan ancaman, pedang dan paksaan, Umar,
mengirim Qunfudz dan sekelompok orang ke rumah Ali dan Fatimah As
dan Umar mengumpulkan kayu bakar dan membakar pintu rumah…”[17]
Catatan:
[1] Ibnu Abi
Saibah, al-Musannif, 8/572, Kitab al-Maghazi:
« انّه حین بویع لأبی بکر بعد رسول اللّه(صلى الله علیه وآله) کان علی و الزبیر یدخلان على فاطمة بنت رسول اللّه، فیشاورونها و یرتجعون فی أمرهم. فلما بلغ ذلک عمر بن الخطاب خرج حتى دخل على فاطمة، فقال: یا بنت رسول اللّه(صلى الله علیه وآله) و اللّه ما أحد أحبَّ إلینا من أبیک و ما من أحد أحب إلینا بعد أبیک منک، و أیم اللّه ما ذاک بمانعی إن اجتمع هؤلاء النفر عندک أن امرتهم أن یحرق علیهم البیت. قال: فلما خرج عمر جاؤوها، فقالت: تعلمون انّ عمر قد جاءَنى، و قد حلف باللّه لئن عدتم لیُحرقنّ علیکم البیت، و أیم اللّه لَیمضین لما حلف علیه.»
[2]. Ansab
al-Asyrâf, 1/582, Dar Ma’arif, Kairo:
«انّ أبابکر أرسل إلى علىّ یرید البیعة فلم یبایع، فجاء عمر و معه فتیلة! فتلقته فاطمة على الباب. فقالت فاطمة: یابن الخطاب، أتراک محرقاً علىّ بابى؟ قال: نعم، و ذلک أقوى فیما جاء به أبوک…»
[3]. Al-Imâmah
wa al-Siyâsah, hal. 12, Maktab Tijariyah Kubra, Mesir:
« انّ أبابکر رضی اللّه عنه تفقد قوماً تخلّقوا عن بیعته عند علی کرم اللّه وجهه فبعث إلیهم عمر فجاء فناداهم و هم فی دار على، فأبوا أن یخرجوا فدعا بالحطب و قال: والّذی نفس عمر بیده لتخرجن أو لاحرقنها على من فیها، فقیل له: یا أبا حفص انّ فیها فاطمة فقال، و إن!! »
[4].
Al-Imâmah wa al-Siyâsah, hal. 13, Maktab Tijariyah Kubra, Mesir:
« ثمّ قام عمر فمشى معه جماعة حتى أتوا فاطمة فدقّوا الباب فلمّا سمعت أصواتهم نادت بأعلى صوتها یا أبتاه رسول اللّه ماذا لقینا بعدک من ابن الخطاب، و ابن أبی قحافة فلما سمع القوم صوتها و بکائها انصرفوا. و بقی عمر و معه قوم فأخرجوا علیاً فمضوا به إلى أبی بکر فقالوا له بایع، فقال: إن أنا لم أفعل فمه؟ فقالوا: إذاً و اللّه الّذى لا إله إلاّ هو نضرب عنقک…!»
[5].
Mu’jam al-Mathbu’ât al-Arabiyah, 1/212.
[6]. Târikh
Thabari, 2/443:
« أتى عمر بن الخطاب منزل علی و فیه طلحة و الزبیر و رجال من المهاجرین، فقال و اللّه لاحرقن علیکم أو لتخرجنّ إلى البیعة، فخرج علیه الزّبیر مصلتاً بالسیف فعثر فسقط السیف من یده، فوثبوا علیه فأخذوه.»
[7]. Aqd
al-Farid, 4/93, Maktabatu Hilal:
.« فأمّا علی و العباس و الزبیر فقعدوا فی بیت فاطمة حتى بعثت إلیهم أبوبکر، عمر بن الخطاب لیُخرجهم من بیت فاطمة و قال له: إن أبوا فقاتِلهم، فاقبل بقبس من نار أن یُضرم علیهم الدار، فلقیته فاطمة فقال: یا ابن الخطاب أجئت لتحرق دارنا؟! قال: نعم، أو تدخلوا فیما دخلت فیه الأُمّة!»
[8]. Al-Amwâl,
Catatan Kaki 4, Nasyr Kulliyat Azhariyah, al-Amwal, hal. 144, Beirut dan juga
dinukil Ibnu Abdurrabih dalam Aqd al-Farid, 4/93:
« وددت انّی لم أکشف بیت فاطمة و ترکته و ان اغلق على الحرب»
[9]. Mizân
al-I’tidâl, jil. 2, hal. 195.
[10].
Mu’jam Kabir Thabarani, 1/62, Hadis 34, Tahqiq Hamdi Abdulmajid Salafi:
« أمّا الثلاث اللائی وددت أنی لم أفعلهنّ، فوددت انّی لم أکن أکشف بیت فاطمة و ترکته. »
[11].
Aqd al-Farid, 4/93, Maktabatu al-Hilal:
« وودت انّی لم أکشف بیت فاطمة عن شی و إن کانوا اغلقوه على الحرب.»
[12].
Al-Wâfi bil Wafâyât, 6/17, No. 2444. Al-Milal wa al-Nihal,
Syahrastani, 1/57, Dar al-Ma’rifah, Beirut. Dan pada terjemahan Nazzham
silahkan lihat, Buhuts fi al-Milal wa al-Nihal, 3/248-255.
« انّ عمر ضرب بطن فاطمة یوم البیعة حتى ألقت المحسن من بطنها.»
[13].
Syarh Nahj al-Balâghah, 2/46-47, Mesir:
« وددت انّی لم أکن کشفت عن بیت فاطمة و ترکته ولو أغلق على الحرب.»
[14].
Muruj al-Dzahab, 2/301, Dar Andalus, Beirut:
« فوددت انّی لم أکن فتشت بیت فاطمة و ذکر فی ذلک کلاماً کثیراً! »
[15].
Mizân al-I’tidâl, 3/459:
«انّ عمر رفس فاطمة حتى أسقطت بمحسن.»
[16].
Abdulfattah Abdulmaqshud, ‘Ali bin Abi Thalib, 4/276-277:
« و الّذی نفس عمر بیده، لیَخرجنَّ أو لأحرقنّها على من فیها…! قالت له طائفة خافت اللّه، و رعت الرسول فی عقبه: یا أبا حفص، إنّ فیها فاطمة…! فصاح لایبالى: و إن..! و اقترب و قرع الباب، ثمّ ضربه و اقتحمه… و بداله علىّ… و رنّ حینذاک صوت الزهراء عند مدخل الدار… فان هى الا طنین استغاثة…»
[17].
Maqatil ibn ‘Athiyyah, Kitâb al-Imâmah wa al-Khilâfah, hal. 160-161,
diterbitkan dengan kata pengantar Dr. Hamid Daud, dosen Universitas ‘Ain
al-Syams, Kairo, Cetakan Beirut, Muassasah al-Balaghah
[18].
Jawaban ini diadaptasi dan diringkas dari makalah Ayatullah Makarim Syirazi.
Demikan juga Anda dapat mengklik http://www.tebyan.net/index.aspx?pid=67823
untuk telaah lebih jauh.
Saya tidak percaya sedikitpun berita ini, bagaimana mungkin orang yg cinta kepada Rasulullah SAW tapi menganiaya putri beliau. Ini cerita yg bertentangan dg hati nurani dan akal sehat.
BalasHapusLalu yg membunuh cucu nabi siapa ?
Hapus@MasBei...yg bunuh cucu Nabi menurut ulama syiah adalah org2 yg hendak membaiatnya,yaitu syiah kuffah.
HapusSayang seribu kali sayang,sang penulis makalah tidak berani menyertakan isnad dari perawi yg menceritakan ini..kenapa,ya karna yg dibawakanya itu cerita dusta kecuali dlm Mushanaf dimana Umar berkata kepada Fatimah r.a.ha "tiada org lain yg lebih aku cintai selepas ayahmu selain dirimu"..ini benar,tapi cerita ini bertepatan dgn perintah Nabi yaitu antara muslim jangan membuat cerai berai bahkan dlm hadis shahih,org di hukumi mati jahiliyah jika ketika mati tiada baiat di lehernya.
BalasHapusKetika Abu Bakar di dapuk sebagai pemimpin umat islam,islam sedang menghadapi agresi militer pasukan Rom. Apa ceritanya jika org islam tidak bersatu?..
Cerita2 pembakaran rumah Fatimah itu hanya fiktif belaka yg merupakan karangan para pengikut syiah Saba semata.
Pendusta
BalasHapusSEBENARNY KEJADIAN INI ADA BENAR JUGA KRN PUTRI RASULULLAH DIKUBURKN PADA SAAT MALAM HARI DAN MELARANG ABUBAKAR DAN UMAR MENSHOLATI JENAZAH BELIAU MEMANG SENGAJA BIAR UMAT ISLAM TAU KEBUSUKN ABU BAKAR DAN UMAR DALAM SHOHIH BUKHORI RASULULLAH BERSABDA SIAPA YG MEMBUAT FATHIMA MARAH MAKA SAYA MARAH KEPADA SIAPA SAJA YG MEMBUAT FATHIMA MARAH..
BalasHapusanda tau hadis itu soal apa @ Zulkarnain?...jika anda mau jujur,hadis itu justru terjadi ketika Ali mau meminang putri Abu Jahal dan Fatimah marah atas niat suaminya itu.
HapusJujurlah anda..
Kemudian soal kenapa Fatimah az Zahra di makamkan dimalam hari dan tiada sahabat yg di ijinkan mengebumikan,alasanya seperti apa yg dituliskan ulama tarikh dari sanad perawi yg shahih bahwa alasanya Fatimah az Zahra TIDAK MAU BENTUK TUBUHNYA DI LIHAT OLH SELAIN MUHRIMNYA. Jnazah beliau dimandikan olh wanita yg merupakan ISTRI ABU BAKAR r.a.
HapusKaum syiah hobi membuat fitnah pada kaum muslimin.
Kemudian soal kenapa Fatimah az Zahra di makamkan dimalam hari dan tiada sahabat yg di ijinkan mengebumikan,alasanya seperti apa yg dituliskan ulama tarikh dari sanad perawi yg shahih bahwa alasanya Fatimah az Zahra TIDAK MAU BENTUK TUBUHNYA DI LIHAT OLH SELAIN MUHRIMNYA. Jnazah beliau dimandikan olh wanita yg merupakan ISTRI ABU BAKAR r.a.
HapusKaum syiah hobi membuat fitnah pada kaum muslimin.
Bohong ni orang orang syiah, bgmn mungkin ambil agama dari orang yg biasa taqiah?
BalasHapus