Senin, 27 Juli 2015

Di Tunisia


Oleh Dr. Muhammad Tijani as Samawi (ulama dan penulis Tunisia)

Di sebuah desa selatan Tunisia, ketika berlangsungnya sebuah kenduri, wanita-wanita yang hadir sedang asyik membincangkan tentang seorang isteri dari suami si Fulan. Seorang wanita tua yang berada di sekitar mereka sangat terkejut mendengar berita perkawinan dua orang ini. Ketika ditanya kenapa dia tekejut, dijawabnya bahwa dua suami isteri tersebut sebenarnya pernah menyusu darinya; dan mereka adalah kakak beradik dari satu ibu susu.

Berita besar ini dibawa pulang oleh wanita-wanita yang hadir kepada suami mereka. Kaum lelaki yang ada di sekitar ingin membuktikan kebenaran berita ini. Akhirnya ayah si perempuan menyaksikan bahwa anak perempuannya memang pernah menyusu dari ibu susu yang terkenal ini; sebagaimana ayah si lelaki ini juga menyaksikan kebenaran kata-kata si ibu tua ini. Akibatnya dua suku ini berperang dengan tongkat dan kayu. Masing-masing menuduh yang lain sebagai sebab musibah yang akan menyebabkan turunnya bala Allah ini. Terlebih lagi perkawinan itu telah berusia sepuluh tahun dan telah menghasilkan tiga orang anak.

Mendengar berita ini, si isteri lari ke rumah ayahnya. Dia tidak mau makan dan minum. Bahkan dia berusaha bunuh diri lantaran tidak tahan menerima “bencana” yang sangat besar itu. Bagaimana dia dapat menerima kenyataan bahwa suaminya adalah saudaranya sendiri dan telah melahirkan anak-anak pula. Bilangan korban yang luka berjatuhan di kedua belah pihak, hingga orang tua yang disegani menghentikan peperangan dan menasihati mereka agar menanyakan para alim ulama tentang hukumnya dan mencari jalan keluar.

Mulailah mereka pergi ke kota-kota besar yang berdekatan dengan tempat tinggal mereka demi menanyakan para ulamanya tentang jalan keluar dari perkara ini. Setiap kali mereka bertanya, jawapan mereka adalah perkawinan tersebut adalah haram dan suami isteri wajib dipisahkan seumur hidup. Mereka juga wajib membayar fidyah dengan membebaskan hamba sahaya atau puasa dua bulan berturut-turut atau fatwa-fatwa sejenisnya.

Mereka juga pergi ke Qafsah dan menanyakan persoalan tersebut kepada alim ulamanya. Namun jawaban yang mereka dapatkan tetap sama. Mengingat ulama-ulama mazhab Maliki menghukumkan muhrim pada setiap anak susuan walau sekadar satu tetes sekalipun; berdasarkan pendapat Imam Malik yang mengkiaskan air susu dengan arak. Dalam hokum arak dikatakan bahwa “jika banyaknya memabukkan maka sedikitnya juga haram.” Dengan itu maka menyusui, walau settes sekali pun adalah berhukum muhrim.

Seorang yang hadir menyela dan menunjukkan mereka ke rumahku. Katanya: “Tanyakan pada Tijani masalah-masalah seperti ini karena beliau mengetahui pendapat semua mazhab. Aku saksikan beliau berhujjah dengan ulama-ulama tadi berkali-kali dan bahkan dapat mematahkan dalil mereka.”

Ketika kuajak mereka masuk ke dalam perpustakaanku, si suami menceritakan segalanya kepadaku secara terperinci, dia juga berkata demikian: “Tuan, isteriku mau bunuh diri dan anak-anak tidak terurus karena persoalan ini. Kami tidak mendapatkan apa-apa untuk penyelesaian dari kemusykilan ini. Mereka telah tunjukkanku alamatmu, dan aku sangat yakin kerana melihat buku-buku yang sebegini banyak di perpustakaan ini yang tidak pernah aku lihat sebelum ini. Mudah-mudahan saja Anda dapat menyelesaikan perkaraku ini.”

Kemudian aku hidangkan secangkir kopi untuknya dan aku berpikir sejenak, lalu kutanyakan kepadanya bilangan susu yang dia hisap dari  si ibu tua itu. Beliau menjawab: “Aku tidak pasti berapa tetapi isteriku menyusu dari orang tua itu, dua kali atau tiga kali saja. Ayahnya juga menyaksikan bahwa dia hanya dua atau tiga kali saja membawanya pergi ke tempat orang tua itu.” Lalu ku jawab: “Jika ini memang betul, maka kalian bukanlah kakak beradik (berdasarkan menyusu dari wanita yang sama yang dipercayakan sebagai penyusu) dan perkawinan kalian adalah sah.” Mendengar ini lelaki  tersebut memelukku dan menciumi kepalaku dan tanganku. Katanya: semoga Allah membalasmu dengan kebaikan. Anda telah membukakan pintu kedamaian di hadapanku”. Dia terus pergi dan tidak sempat menghabiskan kopinya, bahkan tidak bertanya lagi perinciannya atau dalil dariku. Dia hanya meminta izin untuk pulang agar dapat segera  menemui isterinya dan membawa berita gembira untuknya, anak-anaknya serta kaum kerabatnya.

Namun esoknya dia kembali bersama tujuh orang lelaki yang lain. Katanya: “Ini ayahku dan ini ayah isteriku. Yang ketiga itu ketua desa dan keempat Imam sholat Jum’ah dan Jama’ah, kelima adalah Penghulu agama, keenam ketua suku, dan ketujuh ketua sekolah. Semua mereka datang untuk bertanya tentang masalah menyusui tersebut dan dengan alasan Apa anda menghalalkannya?

Semua aku ajak masuk ke dalam perpustakaanku dan aku memang menduga bahwa mereka akan mendebatku. Kuhidangkan mereka minuman kopi dan kusambut mereka dengan mesra. Mereka berkata: “Kami datang untuk bertanya akan fatwamu yang menghalalkan susuan itu sementara Allah telah mengharamkannya di dalam al Quran dan telah diharamkan juga oleh RasulNya, dengan sabdanya: “Telah diharamkan dengan susuan segala apa yang diharamkan dengan cara nasab. Begitu juga Imam Malik telah mengharamkannya.”

Aku berkata: “Wahai tuan-tuan, kalian Masya Allah adalah delapan orang dan aku hanya seorang. Jika aku berbicara dengan kalian semua maka aku tidak akan dapat meyakinkan kalian dengan hujjahku dan diskusi kita nantinya akan berlarut-larut (menjadi debat kusir yang tak bermanfaat). Aku usulkan kalian memilih salah seorang di antara kalian sebagai juru bicara kalain sehingga aku senang berdiskusi dengannya dan yang lainnya menjadi hakim kami.”

Mereka menerima usul tersebut dan menyerahkan sepenuhnya kepada penghulu agama sebagai wakil karena dialah yang paling alim dan paling arif di antara mereka. Maka penghulu pun mulailah mengajukan pertanyaannya mengapa aku menghalalkan apa yang diharamkan oleh Allah, RasulNya dan para Imam? Aku jawab: “Aku berlindung kepada Allah dari berbuat demikian. Allah mengharamkan susuan dengan ayat yang mujmal (ringkas) dan tidak menjelaskan secara terperinci. DiserahkanNya kepada Rasul cara dan bagaimana perincian hukumnya.”

– “Tetapi Imam malik menghukumkan muhrim bahkan dari setetes air susu.”– “Aku tahu. Namun Imam Malik bukanlah hujjah kepada semua kaum Muslimin. Kalau tidak maka bagaimana pendapat Anda dengan imam-imam yang lain?” – “Semoga Allah meridhai mereka. Kesemua dari mereka mengambil dari Rasul saw.” – “Lalu bagaimana nantinya hujjahmu di sisi Allah atas taklidmu kepada pendapat Imam Malik yang berargumen dengan nash Nabi ini?” – “Subhanallah” katanya sambil merasa heran. “Aku tidak pernah tahu yang Imam Malik, Imam Dar al-Hijrah, menyalahi nash-nash Nabi.” Yang hadir juga keheranan dengan kata-kataku ini. Mereka sangat terkejut atas sikapku yang sangat berani terhadap Imam Malik yang tidak pernah dilihatnya sebelum ini dari ulama-ulama yang lain. Kemudian aku menambah lagi: 

– “Apakah Imam Malik dulunya dari kalangan sahabat?”– “Bukan.” Jawabnya. – “Apakah beliau dari kalangan Tabi’in?” – “Bukan. Bahkan dari kalangan Tabi’it-Tabi’in, generasi keempat setelah Nabi saw.” – “Mana yang lebih dekat kepada Rasul; Imam Malik atau Imam Ali bin Abi Thalib?”– “Imam Ali bin Abi Thalib.  Beliau adalah satu dari empat Khulafa’ Rasyidin.” Salah seorang dari yang hadir berkata: – “Sayyidina Ali Karramallahu Wajhahu adalah gerbang kota ilmu.”

– “Mengapa kalian tinggalkan gerbang kota ilmu dan ikut seorang bukan sahabat dan bukan Tabi’in sekalipun. Bahkan seorang yang dilahirkan setelah berlakunya berbagai pertikaian antara kaum muslimin, dan setelah penduduk kota Madinah Nabi dibunuh dan diperkosa oleh tentara Yazid dan diperlakukan sedemikian rupa sehingga sahabat-sahabat yang terbaik terbunuh, para wanita diperkosa dan sunnah-sunnah Nabi diubah oleh Yazid bin Muawwiyah bin Abu Sufyan. Bagaimana seseorang boleh percaya sepenuhnya kepada imam-imam yang dipersetujui oleh para penguasa saat itu, yang memberikan fatwanya mengikut persetujuan mereka.” Salah seorang dari mereka berkata: 

– “Memang kami pernah dengar bahwa Anda adalah seorang Syiah yang menyembah Imam Ali.” Serta merta sahabat yang duduk di sampingnya manamparnya dengan agak kuat, lalu berkata: – “Diam. Apakah anda tidak mau berkata seperti ini kepada seseorang yang terhormat seperti beliau. Aku banyak kenal ulama, tetapi aku tidak pernah melihat perpustakkan sebesar ini. Beliau berbicara dengan pengetahuan yang dalam dan penuh keyakinan.”


 Aku jawab: – “Memang benar saya seorang Syi’ah. Tetapi Syi’ah tidak menyembah Ali. mereka ikut Imam Ali sebagai ganti dari ikut Imam Malik. Kerana Ali adalah gerbang kota ilmu seperti yang kalian saksikan.” Penghulu agama berkata: “Apakah Imam Ali menghalalkan perkawinan dua kakak-beradik satu susuan?” – “Tidak. Beliau menghukum-muhrimkannya jika si bayi menyusu sebanyak lima belas kali dengan kenyang dan berturut-turut atau sehingga menumbuhkan daging dan tulang.” Mendengar ini ayah si isteri merasa sangat lega dan berkata: – “Alhamdulillah. Anakku hanya menyusu dua atau tiga kali saja. Fatwa Imam Ali ini adalah jalan keluar bagi kami dari kemusykilan ini dan rahmat Allah kepada kami setelah puas kami mencari dan hampir-hampir putus asa.”

Penghulu berkata: “Berikan kami dalilnya agar kami berpuas hati.” Lalu kuberikan kepada mereka kitab Minhaj as-Sholihin, fatwa Syed al-Khui. Dibacakannya Bab Hukum Menyusui kepada mereka. Mereka semua sangat gembira terutama si suami yang takut kalau-kalau saya tida mempunyai dalil yang memuaskan. Mereka memohon agar aku meminjamkan buku tersebut kepada mereka agar dapat berhujjah kelak di kampungnya. Lalu kuserahkan buku tersebut setelah mereka meminta izin untuk pulang.

Setelah mereka keluar dari rumahku, mereka berjumpa dengan seseorang yang akhirnya membawa mereka kepada beberapa ulama-upahan. Dihasutnya mereka dan dikatakan bahwa aku adalah agen Israel, kitab Minhaj as-Solihin yang kuberikan itu adalah sesat, penduduk Irak semuanya kafir dan munafik, dan Syi’ah adalah Majusi yang menghalalkan perkawinan kakak beradik. Karena itu tidak heran kalau aku menghalalkan perkawinan antaara kakak beradik satu susuan dan berbagai tuduhan lain yang menghasut secara keji dan tanpa hujjah. Sedemikian rupa ancaman mereka sehingga kesemuanya kembali seperti semula dan tidak percaya akan kebenaran pendapat yang kuberikan.

Dipaksanya sang suami mengangkat perkara ini ke mahkamah negeri di Qafsah. Ketua mahkamah meminta mereka pergi ke pusat dan meminta penyelesaian dari Mufti Besar Negara. Maka pergilah orang yang malang ini ke sana dan menunggu selama satu bulan penuh untuk dapat menghadap mufti. Diceritakannya masalahnya dari awal hingga akhir. Mufti bertanya tentang pendapat ulama yang menganggap sah perkawinan mereka. Katanya tiada siapa pun yang mengatakan demikian kecuali seorang yang bernama at-Tijani as-Samawi. Mufti mencatat namaku dan berkata kepada orang ini: “Pulanglah! Aku akan kirimkan sepucuk surat kepada ketua mahkamah negeri di Qafsah.”

Tidak lama selepas itu tibalah sepucuk surat dari Mufti Besar. Kemudian wakil orang ini memberitahunya bahwa mufti juga menghukumkan haram perkawinan mereka dan dianggap tidak sah.

Itulah apa yang diceritakan oleh orang yang malang dan lemah ini kepadaku. Dia meminta maaf karena telah menyebabkanku susah dan terganggu. Aku juga berterima kasih kepadanya atas timbang rasanya yang tinggi. Tetapi aku heran kenapa mufti besar menganggap perkawinan seumpama itu tidak sah. Aku minta orang ini mendapatkan lembaran tulisan yang dikirimkan oleh mufti kepada mahkamah di sini agar aku dapat memuatnya di akhbar-akhbar (harian-harian) di Tunisia. Aku ingin katakan bahwa mufti tidak mengetahui mazhab-mazhab Islam dan tidak tahu akan perbedaan-perbedaan fiqh mereka di dalam perkara susu-menyusu ini.

Orang ini berkata bahwa dia tidak dapat melihat file (persoalan) perkaranya, apalagi untuk mendapatkannya. Akhirnya kami berpisah.

Setelah beberapa hari sepucuk surat panggilan pun datang kepadaku dari mahkamah. Mereka memerintahkanku agar datang membawa rujukan dan hujjah atas keabsahan perkawinan “dua kakak-beradik satu susuan ini.  Aku datang dengan membawa berbagai buku rujukan yang telah kuteliti sebelumnya. Setiap Bab Menyusui kuletakkan tanda agar mudah dan dapat mengenalnya kelak. Aku pergi pada waktu dan jam yang ditentukan itu. Sekretaris ketua mengambil kedatanganku dan memintaku masuk ke ruang bilik pejabat ketua. Di sana aku dikejutkan dengan kehadiran ketua mahkamah negeri, ketua mahkamah kampung dan wakil dari pusat beserta tiga anggotanya yang lain.  Mereka semua mengenakan pakaian kebesaran mahkamah yang seakan-akan mereka sedang berada dalam satu persidangan resmi. Aku perhatikan juga di sana ada lelaki yang malang itu duduk di sisi lain. Aku ucapkan salam kepada mereka semua. Mereka pun memandangku dengan sikap menghina dan jengkel. Ketika aku duduk , ketua mereka berbicara kepadaku dengan nada yang kasar: 

– “Anda Tijani Samawi?” – “Ya.” Jawabku – “Anda yang memberi fatwa akan sahnya perkawinan ini? – “Bukan saya. Tetapi Imam-imam fiqh dan ulama kaum Muslimin yang memberikan fatwa akan sahnya perkawinan tersebut.” – “Itulah kenapa kami memanggilmu. Anda sekarang dalam tuduhan. Jika anda tidak dapat membuktikan kebenaran dakwaan anda makan anda akan dihukum penjara. Dan dari sini anda akan terus diiring ke penjara.” Aku sadar bahwa aku kini berada dalam suatu tuduhan yang keji. Bukan kerana aku memberikan fatwa tersebut, tetapi ada beberapa ulama jahat yang mengatakan kepada penguasa bahawa aku adalah penyulut fitnah , mencaci sahabat dan menyebarkan Syi’ah Ahlul Bait Nabi. Ketua mahkamah berkata bahwa jika ada dua saksi yang membuktikan kesalahanku maka dia akan memasukkanku ke dalam penjara. Di sisi lain, Jama’ah Ikhwanul Muslimin memanipulasi fatwa ini. Mereka sebarkan kepada kalangan umum dan khusus bahawa aku menghalalkan nikah antara kakak-beradik. Dan ini adalah pendapat Syi’ah. Begitulah dugaan mereka.

Semua ini aku sadari ketika Ketua Mahkamah mengancamku dengan penjara. Tiada lain bagiku waktu itu kecuali menentang dan mempertahankan dari dengan penuh keberanian. Kukatakan kepada ketua: “Apakah saya boleh bercakap dengan terus terang dan tanpa takut?” – “Bicaralah. Tetapi Anda tidak mempunyai pembela.” – “Pertama-tama, aku tidak mengangkat diriku sebagai mufti. Ini suami perempuan itu berada di hadapan kalian dan tanyakan kepadanya. Dialah yang datang ke rumahku dan bertanya kepadaku. Sudah tentu aku wajib menjawabnya mengikut apa yang aku tahu. Aku tanyakan kepadanya berapa kali dia minum susu tersebut. Ketika diberitahunya bahwa isterinya menyusu dua atau tiga kali saja maka aku memberitahu kepadanya hukum Islam yang benar. Dalam hal ini aku bukan seorang yang mujtahid dan bukan pula seorang yang mengadakan syari’at baru.”

– “Aneh. Anda sekarang mendakwa yang Anda tahu akan hukum Islam dan kami jahil.” – “Astaghfirullah. Aku tidak bermaksud demikian. Semua orang di sini tahu apa pendapat mazhab Imam Malik dan hanya berhenti pada pendapatnya saja, sementara aku menelitinya dalam berbagai mazhab dan mendapatkan cara penyelesaiannya di sana.” – “Di mana anda dapatkan jalan penyelesaiannya?” tanya ketua. – “Sebelum itu bolehkah aku bertanya satu soalan hai ketua?” – “Tanyakanlah apa yang kau mau.” – “Apa pendapat Anda tentang mazhab-mazhab Islam yang lain?”– “Semua benar. Semua mereka mengambilnya dari Nabi; dan perselisihan yang ada adalah rahmat.” – “Kalau demikian maka kasihanilah orang yang malang ini (sambil menunjuk ke arah orang tersebut) yang telah dua bulan lebih berpisah dengan isteri dan anak-anaknya. Padahal di sana ada mazhab Islam lain yang memberinya penyelesaian.”

Dengan nada marah ketua itu berkata:  – “Bawakan dalilnya dan jangan berdolak dalik. Kami telah berikan hak kepadamu untuk membela dirimu; dan sekarang kau mahu membela orang lain.”Kuberikan kepadanya kitab Minhaj as-Solihin, fatwa Syed al-Khui. Kukatakakan kepadanya bahwa ini adalah mazhab Ahlul Bait. Di dalamnya memuat berbagai dalil. Kemudian beliau memotong kata-kataku: “Jangan libatkan kami dengan mazhab Ahlul Bait. Kami tidak mengenalnya dan tidak beriman kepadanya.”Aku memang menduga demikian. Karena itu aku bawa bersamaku beberapa buku rujukan Ahlu Sunnah Wal Jamaah yang telah kukaji dan kususun sejauh pengetahuanku. Kuletakkan Sahih al-Bukhori di bahagian pertama. Kemudian Sahih Muslim. Lalu kitab fatwa Syaltut, Bidayah al-Mujtahid Wa Nihayah al-Muqtasid karangan Ibnu Rushd, kitab Zad al-Masir Fi I’lmi at-Tafsir karangan Ibnu al-Jauzi dan beberapa buku rujukan lain dari kalangan Ahlus Sunnah (Sunni).

Ketika pengetua menolak kitab Syed al-Khui, kutanyakan kepadanya kitab apa yang beliau pegang dan jadikan rujukan. “Bukhori dan Muslim,” katanya. Lalu kuambil kitab Sahih al-Bukhori dan kubukakan halaman yang telah kutandakan. “Silakan baca hai yang arif,” kataku mempersilakan. “Engkau baca.” Mintanya kepadaku. Lalu kubaca: “Telah diriwayatkan oleh Fulan daripada si Fulan dan daripada A’isyah yang berkata: “Rasulullah saw meninggal dan tidak menjatuh-muhrimkan susuan melainkan setelah lima susuan atau lebih.”

Maka sang ketua tersebut mengambil buku itu dariku dan membacanya. Kemudian diberikannya kepada wakil dari pusat yang duduk di sampingnya. Lalu dibacanya dan diberikannya pula kepada orang yang duduk di sisinya. Kemudian aku keluarkan pula kitab Sahih Muslim dan kubukakan pula hadits yang sama. Lalu kitab Fatwa Syaikh al-Azhar Mahmud Syaltut, di mana beliau telah menjelaskan berbagai perbedaan pendapat para imam fiqh tentang perkara susu-menyusu ini. Ada sebagian pendapat mengatakan bahwa ia akan jatuh muhrim setelah lima belas kali susuan; pendapat lain mengatakan setelah tujuh kali susuan, dan pendapat berikutnya di atas lima kali susuan. Melainkan Imam Malik yang menyalahi nash dan menjatuh-muhrimkan walau satu tetes sekalipun. Kemudian Syaltut berkata: “Aku condong pada pendapat yang tengah, yakni tujuh kali susuan atau lebih.”

Setelah ketua mahkamah mengetahui semua itu, beliau berkata: “Cukuplah.”  Kemudian beliau memandang pada suami wanita tersebut dan berkata: “Engkau pergi dan bawa ayah isterimu kemari untuk menyaksikan di hadapanku bahwa anaknya menyusu hanya dua atau tiga kali saja. Kalau betul maka kau boleh ambil isterimu semula hari ini juga. Orang yang malang ini pun pergi. Wakil dari pusat dan hadirin yang lain meminta izin keluar meneruskan tugas masing-masing. Ketika majlis itu lengang, sang ketua tersebut menghadapku sambil meminta maaf. Katanya: “Maafkan aku hai Ustaz. Mereka telah menghasut aku tentang dirimu. Mereka berkata tentang hal yang aneh-aneh atas dirimu. Sekarang aku tahu bahwa mereka hasad dan dengki kepadamu.”

Hatiku sangat gembira melihat perubahan cepat seperti itu. Aku berkata: “Segala puji bagi Allah yang telah memenangkanku di tanganmu hai pengetua yang arif.” – “Aku dengar Anda juga mempunyai buku Hayat al-Hayawan al-Kubro karya ad-Dumairi?” Tanyanya kepadaku. – “Ya.” Jawabku. – “Bolehkah anda pinjamkan  padaku? Telah dua tahun aku mencari buku itu.” – “Ia adalah milikmu bila saja kau mau.” – “Apakah Anda mempunyai waktu untuk datang ke kantorku agar kita berbincang dan belajar darimu.” Pintanya. – “Astaghfirullah. Saya yang seharusnya belajar darimu. Anda adalah orang yang lebih tua dan lebih agung dariku. Saya ada empat hari cuti dalam seminggu. Saya senantiasa hadir menerima jemputanmu.”

Akhirnya kami sepakat setiap hari Sabtu untuk dapat duduk bersama, karena hari itu beliau tidak disibukkan dengan urusan mahkamah. Setelah beliau memintaku meninggalkan kitab Bukhori dan Muslim serta kitab Fatwa Syaltut untuk dapat disalinnya semua nash-nash yang ada, beliau sendiri berdiri dan mengantarku pulang sehingga terbukalah pintu tanda suatu penghormatan. Aku keluar dengan hati yang sangat gembira sambil memuji-muji Allah atas kejayaan ini di mana sebelumnya aku masuk dalam keadaan takut dan diancam penjara. Kini aku keluar dari mahkamah dan sang ketuanya telah menjadi seorang sahabat yang dekat, menghormatiku dan memintaku menemaninya agar dapat “belajar”. Semua ini adalah berkat Ahlul Bait yang tiada akan rugi orang yang berpegang kepada mereka dan akan aman orang yang merujuk kepada mereka.

Suami yang malang tadi menceritakan semua apa yang dilihatnya kepada penduduk desanya sehingga berita itu tersebar ke seluruh pelosok desa yang ada di sekitarnya. Dia kini kembali bersama-sama isterinya dan perkara perkawinannya dianggap sah. Orang-orang pun mulai berani berkata bahwa aku lebih alim dari semua, bahkan dari mufti besar sekalipun. Si suami ini kemudian datang ke rumahku dengan keretanya yang besar, ingin mengajak aku dan keluargaku ke desanya. Dia memberitahuku bahwa semua keluarganya sedang menunggu kedatanganku. Mereka akan meyembelih tiga ekor anak unta sebagai tanda syukur dan kegembiraan. Tetapi aku meminta maaf karena tidak dapat hadir lantaran kesibukanku di Qafsah. Kukatakan kepadanya bahwa aku akan mengunjungi kalian di waktu yang lain saja, Insya Allah.

Lalu sang kgetua mahkamah tadi pun menceritakan kejadian itu kepada sahabat-sahabatnya, hingga tersebarlah cerita itu dan Allah telah menolak tipu daya orang-orang yang menipu. Sebagian mereka datang meminta maaf dan sebagian lagi Allah bukakan hatinya untuk menerima hidayah dan kebenaran sehingga mereka ikut mazhab Ahlul Bait dan menjadi orang-orang yang mukhlisin. Semua ini adalah karunia Allah yang Dia berikan kepada mereka yang dikehendakiNya. Dan Allah Maha Pemberi Kurnia Yang Agung. Wa Akhiru Da’wana Anil Hamdulillahi Rabbil A’lamin. Wa Sollallahu A’la Sayyidina Muhammadin Wa A’la Aalihi at-Thayyibin Wat Tahirin.

Selasa, 21 Juli 2015

Peta Kekuatan Militer Iran

Adam Lowther, salah satu anggota analis pertahanan pada Universitas Angkatan Udara AS, dalam sebuah pernyataanya, dia memperingatkan kepada para politisi AS untuk mempertimbangkan kembali keputusan mereka sebelum memilih opsi serangan militer terhadap Iran. Lowther menjelaskan, Iran tidak seperti Grenada, Panama, Somalia, Haiti, Bosnia, Serbia, Afghanistan atau Irak saat AS menginvasi negara-negara tersebut. Ia menambahkan, semua contoh saat militer AS mampu mengalahkan musuhnya karena negara-negara tersebut tidak mampu bersaing dengan AS secara militer.

Alasan-alasan lain yang dikemukakan oleh Adam Lowther adalah:

Militer Iran Jauh Lebih Kompeten dan Kuat
Lowther menjelaskan, Iran tidak seperti Grenada, Panama, Somalia, Haiti, Bosnia, Serbia, Afghanistan atau Irak saat AS menginvasi negara-negara tersebut. Ia menambahkan, semua contoh saat militer AS mampu mengalahkan musuhnya karena negara-negara tersebut tidak mampu bersaing dengan AS secara militer.

Dia juga mencatat bahwa militer Iran jauh lebih kompeten dan kuat. Kemampuan Iran itu terbukti pada perang Iran-Irak selama satu dekade dan Iran mempunyai pemahaman yang baik tentang taktik dan strategi perang AS.

Angkatan Laut Iran Sangat Terampil
Dia melanjutkan, Angkatan Laut Iran sangat terampil dalam pertempuran littoral dan mungkin mampu menutup Selat Hormuz untuk durasi yang cukup lama demi melampiaskan malapetaka ekonomi global. Latihan-latihan angkatan laut baru-baru ini yang dilakukan oleh angkatan laut Iran menggambarkan strategi yang jelas, bahkan Iran mengancam akan menutup selat Hormuz.

Iran juga mengancam akan menenggelamkan kapal perang Amerika yang masuk ke daerah tersebut. Hal ini menunjukkan kemampuan militer Iran. Dan jika selat Hormuz benar-benar ditutup, maka akan mengakibatkan kerugian yang signifikan dari pelayaran komersial dan menyebabkan harga minyak meroket di dunia internasional.

Taktik Perang AS yang Sudah Dipelajari Militer Iran
Iran sama sekali berbeda dengan Irak. Angkatan Darat Iran dan Korps Garda Revolusi Iran tidak akan meletakkan senjata begitu saja pada ancaman pasukan darat AS. Lowther mengatakan, pasukan militer Iran selalu mengikuti perkembangan di Afghanistan dan Irak dan mempelajari bagaimana cara mengalahkan pasukan Amerika

Intelijen Iran Termasuk yang Paling Kompeten dan Kuat di Dunia
Menurutnya, Kementerian Intelijen Iran telah berhasil memburu elemen-elemen anti-Iran selama tiga puluh tahun terakhir dan selalu cemerlang.

Faktor Libanon Hizbullah
Kemungkinan gerakan perlawanan Libanon Hizbullah akan membantu Iran dalam perang AS terhadap Iran. Analis pertahanan itu menyatakan bahwa seharusnya militer AS belajar bagaimana menyerang Iran –yaitu dengan mempertimbangkan faktor Hizbullah selama tiga dekade saat Hizbullah bertempur dengan Israel. Baru kemudian melakukan serangkaian serangan terhadap Iran.

Kemampuan Cyber Maya Iran yang Mengesankan dan Berkembang Pesat
Lowther menulis, serangan terhadap infrastruktur nuklir Iran kemungkinan akan berkelanjutan. Dan serangan cyber tidak seperti yang telah kita lihat. Cyber Iran mungkin akan menargetkan data penting di sektor publik dan swasta dan ini akan mendatangkan malapetaka, mematikan sistem, dan menghancurkan data. 


Minggu, 19 Juli 2015

Terorisme, Pintu Masuk Infiltrasi Kedutaan dan Militer Amerika di Kepolisian, Kejaksaan & Kementrian Luar Negeri Indonesia





Oleh Redaksi Islam Times

Ada belasan telegram yang merekam proyek kontra terorisme Kedutaan Amerika di Jakarta. Detil yang tertera di dalamnya memunculkan persepsi kalau Kedutaan Amerika di Jakarta adalah pihak yang paling diuntungkan dari setiap teror bom yang terjadi di Indonesia dalam satu dekade terakhir. Teror bom, seperti terekam dalam telegram, melapangkan jalan bagi Kedutaan untuk membangun jalan tol kemesraan dengan pihak polisi, kejaksaan, kementrian luar negeri, kementrian kehakiman dan hak asasi, KPK, BPK, Kementrian Keuangan, PPATK dan masih banyak lagi.

Dalam soal dukungan mereka pada Datasemen Khusus 88, telegram bahkan seolah bercerita kalau via kerjasama kontraterorisme, Kedutaan Amerika – dan bahkan Komando Militer Amerika Serikat di Pasifik – bisa punya pasukan sendiri dalam tubuh kepolisian Indonesia; pasukan yang mereka bentuk, mereka latih, mereka biayai dan mereka perhatikan setiap langkah dan kebutuhannya. Telegram juga merekam kalau terorisme membuka jalan bagi Kedutaan Amerika untuk membangun semacam pangkalan di pusat pendidikan dan pelatihan polisi di Megamendung, Bogor, Jawa Barat. Dan dalam soal ini, Australia, New Zealand, Canada dan Singapura ikut menancapkan kukunya.

[1] Telegram berjudul “Prosecutors Unfazed By Amrozi’s Testimony For Ba’asyir”, dikawatkan pada 20 April 2006, antara lain mengungkap ‘pembicaraan akrab’ antara seorang Jaksa Penuntut Umum di Pengadilan Jakarta Pusat, Salman Maryadi – juga disebutkan sebagai bekas jaksa penuntut utama dalam kasus Ba’asyir – dengan kalangan diplomat Amerika di Jakarta. Kata telegram: “Maryadi bilang ke kami (diplomat Amerika, red. Islam Times) kalau urusan Peninjauan Kembali (oleh kubu pengacara Baasyir) tak boleh jatuh ke tangan pejabat di Kantor Kejaksaan Tinggi hanya karena jabatannya, tapi harus tetap di tangan jaksa yang dia percaya dan berpengalaman dalam kasus Baasyir. Dia juga bilang kalau dia telah memilih sendiri jaksa-jaksa dari Jakarta untuk pergi ke Cilacap dan mengamati sesi dengan Amrozi. Kejaksaan mengirim Kuntadi (peserta International Visitors Program 2005), Narendra Jatna (peserta Paris Program 2005), Nanang Sigit (parserta Program IV 2006).

(Catatan: Maryadi belum pernah ke Amerika meski telah mengungkapkan keinginannya untuk bisa dalam beberapa kali pertemuan.)” (Catatan Islam Times: Telegram lain menggambarkan Gugus Kerja Terorisme dan Kejahatan Transnasional di Kejaksaan Agung sebagai ‘kelompok elit dukungan Amerika’ yang berhasil memenangkan perkara atas 13 tersangka Jamaah Islamiyah pada 2007. Kami juga menemukan sebuah telegram yang merekam pengiriman sekitar 100 orang birokrat, dari kejaksaan, kepolisian, kehakiman, PPATK, BPK, KPK, Kementrian Keuangan, dalam proyek “peningkatan kapasitas” sekaitan “ perang melawan kejahatan keuangan, termasuk kontra keuangan terorisme” di Seattle, New York, Washington, Bangkok dan Singapura. Telegram bilang pendanaan proyek ini bersumber dari USAID, FBI, Kejaksaan Amerika, dan Kementrian Keuangan Amerika dan terlaksana via “kanal bilateral”.)

[2] Sebuah telegram bertajuk “Ct Rewards Program Update”, dikawatkan dari Jakarta pada 27 Juni 2007, merekam penyerahan hadiah uang tunai untuk empat orang informan polisi Indonesia yang membantu mengungkap sebuah kasus terorisme. Telegram bilang uang hadiah itu bersumber dari program hadiah Departemen Pertahanan Amerika dalam anggaran U.S. Pacific Command, komando militer Amerika Serikat di Pasifik, yang kemudian diserahkan oleh Kedutaan Amerika ke polisi Indonesia: “Pada 20 Juni, investigator senior polisi di Yogyakarta menyerahkan hadiah uang tunai dalam rupiah pada keempat kandidat. Mereka adalah yang pertama menerima hadiah kontraterorisme dalam upaya di balik layar untuk membantu polisi Indonesia mengembangkan program hadiah dengan fokus pada kontraterorisme. Keempat kandidat telah membantu polisi menemukan jejak Azhari, Jabir dan Abdul Hadi.”

Telegram juga bilang kalau penyerahan uang hadiah berlangsung pada 20 Juni di Yogyakarta, di sebuah tempat yang dipilih oleh Polisi Indonesia dan disetujui oleh Rewards Working Group, gugus kerja pembagian hadiah di Kedutaan Amerika. Kata telegram, dua orang pejabat kedutaan dan dua perwakilan PACOM (Komando Militer Amerika di Pasifik) di Kedutaan datang ke Yogyakarta dan menyaksikan penyerahan hadiah dari sebuah ruang yang bersebelahan dengan tempat acara, via kamera CCTV. Inspektur Gories Mere, kata telegram, memberikan pengantar singkat saat acara dan menyampaikan ucapan terima kasih dari boss besar Polisi Indonesia, Sutanto. Pejabat lainnya yang hadir adalah Brigadir Jenderal Surya Dharma (Komandan Gugus Kerja Kontraterorisme), Petrus Golose dan Rycko Amelza.”

Selepas penyerahan, telegram bilang kalau RWG bertemu lagi (dengan pihak polisi Indonesia) pada 25 Juni. Bersama-sama, katanya, mereka mengevaluasi penyerahan hadiah pekan sebelumnya. “Baik Kedutaan dan Polisi Indonesia tetap setuju kalau bantuan Amerika dan program hadiah harus tetap dirahasiakan dan tak diketahui publik. Baik upaya penyerahannya dan informannya tak bakal diungkap ke publik,” kata telegram.

Di bagian akhir, telegram menyebut kalau ada anggaran US$ 800.000 (sekitar Rp 8 miliar) dari U.S. Special Operations Command (Komando Operasi Khusus Militer Amerika, USSOCOM) untuk pengembangan, produksi dan diseminasi produk TV, radio, cetak, dan material promo yang mendukung Program Anti Kekerasan di Indonesia. Sebagian dana itu, kata telegram, juga bakal digunakan untuk penyiapan perangkat nomor telpon pengaduan setiap aktivitas kriminal/terorisme di Indonesia.

(Catatan Islam Times: telegram ini nampaknya bisa menjelaskan kemunculan mural dan pamflet yang mengutuk terorisme di sudut-sudut Jakarta sejak beberapa tahun silam – sebagiannya hingga kini masih bisa disaksikan. Ia juga nampaknya bisa menjelaskan sumber pendanaan acara di sejumlah tivi nasional yang formatnya mirip acara perburuan buronan di tivi Amerika.)

[3] Pada 7 September 2007, dalam sebuah telegram bertajuk “Request For Dod Rewards Program Assistance For Indonesian Police”, kedutaan melaporkan kalau mereka telah mengkaji peristiwa penangkapan Abu Dujana dan percaya kalau kerja polisi patut mendapat hadiah. Dalam kaitan itu, mereka meminta agar unit polisi di Jawa Tengah “dipertimbangkan untuk mendapat hadiah” dari anggaran USPACOM.

[4] Pada 12 Juni 2008, dalam sebuah telegram bertajuk “Dod Rewards — Indonesian Police Pay 13 Informants For Abu Dujana Arrest”, kedutaan melaporkan kalau polisi – dengan dana dari USPACOM — telah menyerahkan masing-masing US$ 3.000 ke 13 orang yang membantu polisi menangkap Abu Dujana setahun sebelumnya. Telegram bilang ini adalah pemberian hadiah yang kedua untuk informan polisi. “Kemampuan polisi untuk memberi hadiah pada warga yang membantu mereka menangkap teroris adalah penting pada upaya kontraterorisme polisi. Jumlah yang diberikan ke setiap informan (US$ 3.000) adalah realistis, jika tak berlebih, mengingat standar hidup indonesia dan memberi kredibilitas pada presentasi program yang disebutkan diatur dan didanai oleh polisi. Polisi mengapresiasi bantuan Amerika, dengan dasar polisi Indonesia sejauh ini telah menyerahkan hadiah uang tunai yang totalnya mencapai US$ 187.000 untuk 17 informan.”

(Catatan Islam Times: Sebuah telegram bertajuk “Indonesia’s Top Three Wanted Terrorists And A Promising New Lead”, dikawatkan pada 18 Desember 2006, mengungkap kalau polisi Indonesia sudah lama mengetahui keberadaan Abu Dujana, memantau pergerakannya setiap saat dan baru memutuskan melakukan penangkapan pada 9 Juni 2007: “Laporan seorang Polisi Federal Australia (AFP) yang dibagi ke kami belum lama ini mengkonfirmasi kalau polisi Indonesia telah mengetahui keberadaan Dujanah dan saat ini telah menempatkan dia dalam penyelidikan di Jawa Tengah. Tim pengintaian polisi telah mengamati pertemuan Dujanah dengan anaknya, Yusuf. Laporan AFP selanjutnya mengkonfirmasi niat polisi menggelar pemantauan guna mencari tahu adakah dari situ bisa terbaca kaitan dia dengan Noordin Top.”

(Catatan Islam Times: Telegram bilang Ainul Bahri alias Abu Dujana adalah veteran Perang Afghanistan, fasih berbahasa Arab dan pernah menajdi sekretaris pribadi Abu Bakar Baasyir.)

[5] Sebuah telegram bertajuk “Jakarta – Ds/ata And Special Detachment 88”, dikawatkan pada 15 November 2007, memberi gambaran hubungan mesra antara Kedutaan Amerika Serikat, Kementrian Luar Negeri Amerika Serikat dan polisi Indonesia via Diplomatic Security Anti-terrorism Assitance Program (DS/ATA). Telegram antara lain bilang kalau ada Memorandum of Intent (nota kesepahaman) antara Kedutaan Amerika dan Polisi Indonesia dalam soal kontraterorisme. Memorandum ini antara lain membuka jalan DS/ATA untuk mendukung program kontraterorisme Datasemen Khusus 88. Kata diplomat Amerika, mereka sempat terpikir menggunakan personel militer Amerika untuk melatih polisi Indonesia, tapi kecemasan kalau TNI mengetahui soal ini dan lalu marah, membuat pilihan mereka jatuhkan pada “sipil dengan pengalaman SWAT”.

Telegram juga bilang kalau sebuah tim penasihat teknis DS/ATA bakal merancang evaluasi kemampuan Datasemen 88 dan pengembangannya, dan menerapkan sebuah program training yang “bisa membawa Datasemen 88 ke level berikutnya”.

Telegram bilang, Datasemen masih perlu latihan beragam jenis operasi taktis – kota ataupun desa. Personel Datasemen 88 juga perlu mengembangkan kemampuan pengintaian dan investigasi, kemampuan intelijen teknis, dan teknik “room entry”. Telegram juga bilang kalau penting bagi DS/ATA untuk tetap low profile dan berada “di balik layar” dan di luar jangkauan media dan memberi kredit “ke pihak seharusnya”, yakni polisi Indonesia. Telegram juga bilang, guna menjadikan Datasemen 88 lebih efektif dan unit yang kohesif, DS/ATA sedang dalam proses membangun sebuah pusat pelatihan khusus untuk SD-88 di pusat pelatihan kontra terorisme Polisi Indonesia. Fasilitas berlokasi di Cikeas yang nantinya berisi pusat komando dan briefing room. Pembangunan diperkirakan kelar pada Mei 2008.

Telegram juga mencantumkan nama dan nomor telpon Regional Security Officer (RSO) Kedutaan Amerika di Jakarta: Jeff Lischke, 62-21-3435-9013.

[6] Telegram berjudul “Indonesian Counterterrorism And Deradicalization Initiatives”, dikawatkan pada 6 Februari 2008, merekam pertemuan pejabat senior Kedutaan Amerika dengan koordinator desk kontraterorisme Indonesia, Inspektur Jenderal Ansyaad Mbai, pada 30 Januari. Mbai, digambarkan dalam telegram sebagai “pensiunan polisi”, “koordinator kontra terorisme di Kantor Kementrian Politik dan Keamanan”. Telegram bilang Mbai telah menjabat sejak Bom Bali I pada 2002, saat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono masih menjabat sebagai Menteri Koordinator di era Megawati. “Mbai ditemani oleh bekas duta besar Rousdy Soeriaatmadja, kontak langsung Kedutaan dalam program bantuan kontraterorisme”.

Telegram bilang Mbai mengungkapkan terima kasih pada Kedutaan yang ikut menangkal “rekrutmen teroris” lewat kampanye via media tradisional, seperti pagelaran wayang, klinik sepak bola dan workshop kontraterorisme. Kata telegram, Mbai “menekankan dampak negatif jika publik luas mengetahui Amerika mensponsori program-program itu” dan meminta agar kerjasama di antara mereka tetap tidak didiskusikan ke publik”.

[7] Sebuah telegram berjudul “Counterterrorism — Indonesian Developments”, dikawatkan dari Jakarta pada 19 Maret 2009, mengungkap sosok “Team Bomb”. Isi telegram bilang kalau inilah gugus kerja ad hoc kontraterorisme di kepolisian Indonesia, yang memainkan peran utama, kadang lebih berpengaruh dari Datasemen 88, dalam melacak orang-orang Jamaah Islamiyah dan kelompok-kelompok militant lainnya. Kode “protect” di belakang penyebutan nama “Team Bomb” dalam telegram, mengisyaratkan kalau polisi yang bergabung dalam tim ini rutin memasok informasi rahasia ke Kedutaan Amerika. Telegram juga bilang kalau “… Team Bomb (protect), yang mengorganisir pembayaran hadiah untuk informan polisi dan bekerja dengan pejabat Kementrian Pertahanan dan Kementrian Luar Negeri Amerika “agar uang bisa sampai ke markas polisi di Jakarta”.)

Telegram juga bilang kalau “Team Bomb” dan Datasemen Khusus 88 (SD-88) punya target dan misi kontraterorisme yang saling mendukung. Operasi Team Bomb pada dasarnya bagian dari SD-88 dan unit kepolisian lainnya karena alasan keamanan dan konterintelijen, dan pemisahan unit kerja ini “berkontribusi pada kesuksesan Team Bomb”. Team Bomb disebutkan juga sebagai “gugus kerja kontra terorisme yang “pre-eminent”, paling mantap.

Telegram lain bilang: sementara SD-88, digambarkan sebagai tim respon kontraterorisme, yang banyak menerima kredit publik atas penangkapan tokoh-tokoh JI, khususnya Zarkasih dan Abu Dujana pada Juni 2007, Team Bomb lah yang sebenarnya mengumpulkan informasi sekaitan sejumlah teroris, mengeksekusi serangan ke rumah-rumah persembunyian, dan melakukan penangkapan. Telegram juga bilang dengan satunya pimpinan Team Bomb dan Densus 88, yakni di bawah komando Surya Dharma, kedutaan berharap koordinasi upaya kontra terorisme menjadi lebih baik.

[8] Sebuah telegram berjudul “Counterterrorism — Goi Deradicalization Efforts Show Promise”, dikawatkan pada 24 Maret 2009, menyebutkan, “Bersama Team Bomb, gugus kerja polisi ad hoc dalam urusan kontra terorisme, pejabat SD-88 mengindentifikasi tersangka dan terpidana terorisme di penjara yang cenderung pada ide–ide moderat dan membina hubungan dengan mereka. Pejabat ini, yang semua muslim, menyediakan bagi keluarga radikal yang ditahan bantuan uang dan membuka peluang para teroris untuk berhubungan dengan keluarga dan masyarakat selama masa penahahan. Dengan shalat dan makan bersama tersangka teroris, pejabat memperlihatkan alternatif dalam berislam. Individual ini terus mendampingi terpidana selama masa persidangan, pemenjaran dan pelepasan dari tahanan.

(Catatan Islam Times: Sebuah telegram lain mengungkap kalau Mbai pernah bilang ke diplomat Amerika di Jakarta kalau Brigadir Jenderal Surya Dharma punya daftar 100 orang terpidana teroris yang berpotensi untuk dijinakkan, dijadikan berpandangan moderat sekaligus informan polisi. Mereka, katanya, umumnya miskin dan bakal senang jika ada yang membantu pendanaan lepas dari penjara).

[9] Telegram bertajuk “Jakarta Resolute In Aftermath Of Bomb Blasts”, dikawatkan pada 21 Juli 2009, merekam kerjasama polisi Indonesia dan Biro Penyidik Federal Amerika Serikat, FBI, dalam penyelidikan Tragedi Bom Marriott dan Ritz Carlton. Telegram bilang: “Sekalipun Pemerintah Indonesia di muka umum bilang kalau mereka tak memerlukan bantuan dalam penyelidikan dan tak secara formal menerima bantuan, Polisi Nasional Indonesia diam-diam telah meminta bantuan FBI untuk meningkatkan kualitas footage video pengamatan di kedua hotel. Agen-agen FBI, yang akan membantu permintaan ini, akan tiba di Jakarta pada 25 Juli…

(Catatan: sekaitan peristiwa 17 Juli, pertukaran informasi kontraterorisme menjadi kian penting. Publikasi adanya bantuan FBI akan menjadikannya tak efektif dan membahayakan kepercayaan yang telah kami bangun dengan penegak hukum Indonesia.)”

(Catatan Islam Times: di bagian lain dokumen ada tertulis kalau Herry Nurdi, digambarkan sebagai Editor-In-Chief Majalah Sabili, “majalah paling populer yang menawarkan pandangan anti Barat dan anti Semit paling keras, bilang ke kami kalau majalahnya akan mengeluarkan sebuah edisi yang berisi kutukan atas serangan”.)

[10] Telegram bertajuk “Counterterrorism — Proposal For Additional Usg Involvement In Key Law Enforcement Training Center”, dikawatkan pada 14 September 2009, antara lain menyebutkan: “Pemerintah Amerika Serikat berhasil menggelar kelas dan konferensi anti-terorisme di JCLEC (Jakarta Center for Law Enforcement Cooperation, pusat pendidikan kontra terorisme kerjasama polisi Indonesia dan Australia) di masa lalu, tapi pengajaran yang reguler di JCLEC kerap jadi persoalan karena jadwal yang tak pas. Sejak 2006, Kedutaan Amerika telah mendukung pelatihan tahunan kontra terorisme di JCLEC…Program Diplomatic Security’s Anti-Terrorism Assistance telah menggelar pelatihan di JCLEC di masa lalu (sebagai tambahan atas pelatihan yang dilaksanakan di pusat pelatihan milik DS/ATA sendiri di Megamendung, Jawa Barat).” 


[11] Telegram bertajuk “Jayapura – Special Detachment 88”, tertanggal 9 November 2007, merekam perjalanan ‘nyaman’ Duta Besar Amerika berkeliling kawasan Freeport – dengan penjagaan lengkap pasukan Densus 88. Telegram dikawatkan oleh Regional Security Officer Kedutaan Amerika di Jakarta, Jeff Lischke. Jeff menulis: “1. (U) RSO belum lama ini menemani Duta Besar ke Jayapura di Papua. Alasan utama kunjungan ini adalah bertemu pejabat Indonesia dan berkunjung ke kawasan tambang Freeport McMoRan di Timika dan BP di Babo. Selama kunjungan, RSO bertanya soal Datasemen 88 untuk mencari tahu adalah personel awal unit ini, yang mendapat pelatihan di fasilitas pelatihan DS/ATA pada Februari 2007, masih utuh. 2. (C) Kami bertemu Komandan Datasemen Khusus 88, Kolonel S.H. Fachruddin, dan bertanya padanya tentang Datasemen Khusus 88. Dia bilang kalau bawahannya adalah petugas pengamanan polisi Indonesia selama Duta Besar berada di Jayapura. Dia bilang kalau kantornya tak jauh dari komplek Gubernur, Kapolda dan Panglima Daerah Militer. Sekalipun kami tak sempat mengunjungi kantor mereka dan menginspeksi peralatan mereka, sang Kolonel bilang kalau semua peralatan dan kendaraan yang diberikan DS/ATA masih ada dan dalam kondisi bagus. (Harap dicatat kalau salah satu kendaraan yang digunakan dalam iring-iringan kendaraan Duta Besar adalah mobil Datasemen Khusus 88 dan mobil itu dalam kondisi sempurna).….”

(Catatan Islam Times: pusat pelatihan DS/ATA berada dalam kompleks pendidikan polisi di Megamendung, Bogor. Kabarnya, Kedutaan Amerika ‘menyewa’ sebuah ruangan di situ selama berlangsungnya pelatihan kontra terorisme.)