Selasa, 26 Mei 2015

Orasi Presiden Iran Hassan Rouhani di Hadapan Ulama dan Intelektual Indonesia


Pidato Presiden Iran Hassan Rouhani di depan Ulama, Tokoh, Cendekiawan dan Akademisi Indonesia di Jakarta [1 Mei 2015]

Segala puji bagi Allah, Tuhan Pengatur alam semesta. Shalawat dan salam Allah Swt kita kirimkan kepada Junjungan kita Nabi Besar Muhammad, keluarganya yang suci, dan sahabatnya yang mulia.

Saya beserta rombongan yang menyertai merasa sangat gembira karena mendapatkan kesempatan untuk bertemu dan bertatap muka dengan para ulama, tokoh, dan kalangan cendekiawan di negeri Indonesia yang merupakan sahabat dan saudara kami.

Indonesia memiliki kedudukan istimewa di dunia Islam dan merupakan negeri yang berpenduduk Muslim terbesar. Indonesia menjadi contoh dari manifestasi akhlak dan sikap persaudaraan serta hidup berdampingan secara damai dengan pelbagai pemeluk agama dan individu-individu yang heterogen yang hidup di negeri ini.

Hari ini sangat mendesak bagi negara-negara Islam dan bagi kalian para ulama, tokoh masyarakat, kalangan akademisi serta para pakar, untuk masing-masing kita memikirkan secara serius mana yang terpenting dan yang penting bagi dunia Islam.

Membuat skala prioritas bagi masalah-masalah penting dunia Islam merupakan tugas pertama kita. Sebagaimana Nabi saw bersabda bahwa kita harus senantiasa memikirkan persoalan-persoalan umat Islam.

Kita harus melihat masyarakat Islam, dunia Islam, dan seluruh Muslimin seperti benih dari satu batang tubuh. Kita harus menganalisa dalam masalah-masalah budaya dan religi; manakah yang paling penting dan mana yang penting. Islam adalah hal yang paling penting dan prinsip/dasar bagi kita, sedangkan  mazhab Syiah, Syafi’i, Hanafi, Maliki, Hanbali, semuanya adalah cabang atau cagak. Dan semua mazhab tersebut adalah aliran yang berasal dari satu sumber yang bernama Islam. Bila sumber air itu terancam, maka aliran-aliran pun akan kering. Sebelum kita berpikir tentang aliran air mazhab ini atau mazhab itu, kita harus memikirkan sumber Islam: wahyu, tauhid, Alquran, kenabian dan dasar agama.

Hari ini, dunia Islam—karena ulah musuh-musuh Islam dan orang-orang yang bodoh serta oknum-oknum yang lalai dan melupakan prinsip-prinsip—telah mengalami perpecahan. Saya mengingatkan kembali perkataan Imam Khomeini yang menyatakan: “Siapa saja dari Syiah yang menyerang Sunni, dan sebaliknya siapa saja dari Sunni yang menyerang Syiah, ia bukan Syiah dan juga bukan Sunni.”  Sekarang adalah momentum persatuan dunia Islam.

Hari ini, masalah pertama yang penting bagi kita Muslimin adalah: jiwa manusia dan bukan hanya jiwa orang Islam, melainkan jiwa seluruh manusia. Kita tidak boleh membiarkan pembunuhan orang-orang yang tidak berdosa. Satu orang saja yang tidak berdosa terbunuh adalah sama dengan membunuh seluruh manusia. Dan membunuh satu wanita yang tidak berdosa berarti membunuh seluruh manusia. Di mana Anda temukan ajaran dan kitab suci yang memiliki ungkapan yang indah seperti ini?[1]

Nabi mengatakan bahwa seruan dan teriakan orang-orang yang teraniaya itu penting bagi kita. Dan siapa pun yang meminta tolong kepada kita, kita harus segera menolongnya, baik dia Muslim maupun non-Muslim.

Bila seseorang, apa pun agama dan mazhabnya; Syiah, Sunni, Yahudi, Kristen atau Budha, dibunuh secara teraniaya dan tanpa dosa, maka dilihat dari sisi hak-hak manusia, mereka sama dan sederajat.

Kita tidak hanya sedih dan prihatin atas terbunuhnya seorang Muslim, bahkan kita juga prihatin atas terbunuhnya setiap manusia yang tak berdosa, apa pun mazhab, ras dan kewargaannya, baik dia orang Arab maupun Persia, baik orang Indonesia maupun bukan, baik berasal dari Timur maupun Barat dunia Islam, baik dari Afrika maupun Asia, dan bahkan dari belahan dunia manapun. Alhasil, kehidupan manusia bagi kita merupakan hal yang paling penting. Keamanan manusia bagi kita merupakan hal yang penting. Ini merupakan tugas negara dan juga ulama serta para pemikir.

Sebagai seorang Muslim, kita harus menjadi pelopor dalam menjaga kehidupan dan keamanan manusia. Bagaimana mungkin kita diam dan menahan diri saat menyaksikan orang-orang yang tidak berdosa terbunuh di Yaman, Irak, Suriah, Libya, dan di mana pun dari kawasan dunia Islam, bahkan bila ada seorang yang tidak berdosa di jantung Eropa atau di Amerika terbunuh maka kita mesti peduli. Terbunuhnya setiap orang yang tidak berdosa, bagi kita mengundang kesedihan dan keprihatinan yang mendalam.

Mungkin Anda pernah mendengar kisah seorang perempuan Nasrani yang dilecehkan dan perhiasan serta harta bendanya dirampas. Imam Ali mengatakan, “Bila seseorang meninggal dunia karena empati dan merasa prihatin atas intimidasi yang dialami oleh seorang yang tak berdosa, maka ia tidak boleh dicela.”

Sahabat besar Nabi Saw, Ali bin Abi Thalib menjelaskan bahwa seseorang yang bersedih dan berempati  karena melihat orang yang tak berdosa diintimidasi, lalu karena itu ia meninggal dunia maka ia tidak boleh dipersoalkan kenapa ia mati hanya gara-gara menahan kesedihan dan keprihatinan terhadap orang lain.

Hari ini, prioritas pertama kita di dunia adalah menjaga kehidupan dan keamanan manusia di seluruh dunia. Tentu tugas ini bukan hanya terbatas bagi dunia Islam. Namun sebagai seorang Muslim dan sesuai dengan tugas keagamaan, kita menilai bahwa hak hidup bagi seluruh manusia adalah sama dan sederajat secara yuridis. Dan kita mengecam setiap bentuk pembunuhan terhadap orang yang tak berdosa, apa pun warga negara dan mazhabnya.

Masalah kedua yang dewasa ini begitu penting bagi kita adalah kemuliaan kita; kemuliaan dunia Islam dan kemuliaan Muslimin. Seluruh umat Islam dan semua orang-orang yang mengikuti dan meneladani perjalanan Nabi Muhammad saw harus merasakan kejayaan dan kemuliaan.

Sangat disayangkan, sebagian oknum di dunia Islam justru menginjak-injak kemuliaan umat Islam. Ironis sekali, dengan nama jihad dan agama, mereka mengangkat senjata dan pedang atas nama Nabi Muhammad saw dan Islam. Dan mereka merusak kemuliaan dan citra kita Muslimin di dunia. Akibat ulah oknum-uknum tersebut, banyak sekali anak-anak muda dan masyarakat dunia mulai meragukan kebesaran Islam. Oknum-oknum itu menyebabkan munculnya Islam phobia pada masyarakat dunia. Tentu kita harus merasa bertanggung jawab  atas realita yang menyedihkan ini.

Hari ini, berpangku tangan dan diam di hadapan serangan terhadap identitas, realitas, dan hakikat Islam merupakan dosa besar. Hari ini, kita semua harus merasakan tanggung jawab dalam masalah ini. Negara-negara Islam, masyarakat Muslim, ulama-ulama Islam, kaum cendekiawan, kalangan akademisi, dan para pakar memikul tanggung jawab yang berat di pundak mereka.

Kita harus memaksimalkan seluruh potensi kita dan tekad kita untuk menghadapi masalah ini. Kita sesama Muslim berabad-abad hidup secara damai. Buktinya, Anda lihat di Irak terdapat tempat-tempat ibadah dari pelbagai mazhab Islam atau dari pelbagai agama yang terkait dengan permulaan sejarah Islam, dan bahkan sebelum datangnya Islam, sampai sekarang pun masih ada situs-situs historis itu. Tetapi, oknum-oknum yang biadab yang mengatasnamakan jihad, mereka merusak bangunan-bangunan dan tempat-tempat ibadah, dan sayangnya mereka berbuat kerusakan atas nama agama dan Islam.

Mari kita perhatikan ayat pertama yang berbicara tentang jihad dalam Alquran! Ayat pertama jihad yang turun menyatakan bahwa jihad Islam itu untuk “pertahanan”. Dan ayat sebelumnya mengatakan “Karena kaum Muslimin tertindas dan teraniaya, maka mereka diizinkan untuk berjihad.” Jadi, jihad Islam adalah untuk membela orang yang teraniaya. Jihad Islam untuk membela tempat-tempat ibadah, gereja-gereja dan sinagoge. Islam adalah agama yang membela semua kalangan. Jihad Islam adalah membela semua kelompok.

Saya katakan dan saya tanya kepada mereka yang menyebut dirinya sebagai orientalis atau pakar Islam yang secara bohong dan dusta menyatakan bahwa Islam adalah agama pedang, “Apakah Islam masuk ke Indonesia dengan pedang?” Saya bertanya kepada mereka, “Apakah Islam masuk ke Timur Asia juga dengan pedang?”

Islam bukan agama pedang, Islam agama dakwah dan logika. Islam sama sekali tidak pernah memaksakan agama kepada orang lain. Tidak ada paksaan dalam agama.[2]  Konsep agama tidak sesuai dengan pedang. Yakni, agama berarti keyakinan, dan keyakinan tidak mungkin diwujudkan dengan pedang.

Adalah kebohongan besar penyataan yang mengatakan bahwa tapal batas negeri-negeri Islam adalah tapal batas darah. Tapal batas Islam adalah tapal batas rasio, logika, dan kasih sayang. Nabi Junjungan kita adalah Nabi pembawa dan penebar rahmat. Saya bertanya kepada kalian ulama, cendekiawan, dan kaum intelektual, “Apakah sikap dan perilaku Nabi saw terhadap kaum Yahudi, Nasrani, dan pelbagai pemikiran dan akidah yang berbeda ketika memasuki Madinah dan mulai membentuk pemerintahan Islam dan waktu itu kekuasaanya belum begitu kuat berbeda atau berubah saat beliau telah mencapai puncak kekuasaannya di tahun-tahun terakhir dari hidupnya? Bukankah di Madinah terdapat para pengikut pelbagai ajaran/agama? “

Nabi saw tidak pernah mengusir kaum Yahudi dan Nasrani dari Madinah. Dan bahkan beliau bersabar dan menahan diri terhadap orang-orang munafik yang dikenalinya. Nabi Islam membawa agama bagi kita, yaitu agama toleransi dan hidup berdampingan secara damai dengan orang lain; agama kasih sayang dan rahmat.

Ada sebagian orang yang secara dusta menulis di pelbagai buku bahwa Islam adalah agama kekerasan. Dan kelompok-kelompok teroris yang muncul saat ini adalah hasil didikan Islam. Kemudian mereka mengeksploitasi tindakan teroris untuk berbohong kepada masyarakat dunia dan mengatakan bahwa Islam adalah agama kekerasan.

Islam bukanlah agama kekerasan. Kita tidak boleh bersikap diam di hadapan kelompok-kelompok yang hari ini telah melayangkan pukulan dan serangan terbesar terhadap eksistensi Islam dan Alquran serta Nabi Saw. Kita harus memiliki satu suara dan harus bangkit untuk menghadapi kekerasan, radikalisme dan terorisme.

Islam adalah agama moderat, logika, dan rasio. Kita harus menjelaskan Islam yang sesungguhnya kepada penduduk dunia. Hari ini, tugas yang besar ini berada di pundak kita. Islam adalah agama toleransi dan kemudahan. Saat Rasulullah Saw mengutus Ali bin Abi Thalib dan Mu’adz Ibn Jabal ke Yaman, yang hari ini dibombardir dan dibumihanguskan serta berlumuran darah, kepada dua orang utusan tersebut, beliau bersabda, “Saat kalian berada di Yaman, hendaklah agama dan penjelasan kalian adalah penjelasan yang mengandung kabar gembira. Hendaklah perilaku kalian dengan masyarakat membuat mereka tidak mengambil jarak dengan Islam. Permudahlah urusan rakyat dan jangan kalian persulit. Islam adalah agama mudah; agama toleransi.” Kita harus menjelaskan agama seperti ini kepada seluruh penduduk dunia. Persatuan dunia Islam saat ini merupakan tugas dan tanggung jawab terbesar bagi kita.

Masalah ketiga yang sangat penting bagi dunia Islam adalah ekspansi dan kemajuan. Islam adalah agama peradaban, ilmu pengetahuan, dan agama kesucian zahir dan batin. Nabi saw berulang kali mewasiatkan supaya masyarakat memperhatikan kesucian zahir dan batin. Dan setelah berlangsung berabad-abad dari wasiat Nabi saw tersebut, Raja Louis XIV dari Perancis justru berbangga karena sepanjang hidupnya tidak pernah pergi ke kamar mandi. Demikianlah kondisi Eropa setelah berabad-abad dari masa Islam. Islam adalah agama yang mengajarkan kesucian dan kebersihan zahir dan batin kepada masyarakat. Islam memotivasi masyarakat untuk mempelajari ilmu, mengembangkan ilmu serta bersikap toleransi terhadap sesama. Bahkan Nabi saw mengatakan bahwa “Aku diutus untuk menyempurnakan akhlak.”

Agama kita adalah agama akhlak; agama kelakuan yang baik, dan agama perdamaian. Agama ini menginginkan kemajuan peradaban ilmu dan pengetahuan bagi kita. Kita kaum Muslim, selama belum memiliki pertumbuhan ilmiah dan ekonomi, kita tidak akan mampu berlepas diri dari konspirasi-konspirasi musuh-musuh Islam, dan mereka yang berbuat aniaya terhadap dunia Islam.

Kita harus bekerja sama di bidang kemajuan ilmu dan pengetahuan. Iran telah banyak berkorban dan membayar cukup mahal untuk mencapai kemajuan dan perkembangan ilmu. Kami diembargo karena mengembangkan ilmu dan pengetahuan. Barat mengembargo kami karena kemajuan ilmu pengetahuan. Dan embargo yang diterapkan Barat terhadap kami  semata-mata karena mereka menginginkan bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi itu hanya dimonopoli oleh mereka. Mereka tidak suka bila monopoli ini (teknologi dan pengetahuan) dicabut dari mereka. Mereka berpikir bahwa hegemoni mereka terhadap dunia adalah hegemoni militer, ekonomi, dan ilmu pengetahuan.

Kita harus meruntuhkan hegemoni-hegemoni ini. Ilmu dan pengetahuan adalah milik semua bangsa. Saat universitas-uiversitas dan ilmu pengetahuan ada di genggaman umat Islam, kita menganggap bahwa mengajarkan ilmu kepada orang lain merupakan zakat ilmu, dan kita mengharuskan dan mewajibkan diri kita untuk mengajarkan ilmu kepada orang-orang lain. Dan masyarakat Barat dan Eropa juga belajar ilmu dari dunia Islam.  Dan tanpa pamrih, kita berikan ilmu kepada mereka. Ironisnya, mereka justru sekarang ingin mencegah kita dari mendapatkan kemajuan ilmu pengetahuan.

Kita menganggap bahwa pertumbuhan, ekspansi, dan perkembangan ilmu dan teknologi merupakan hak semua manusia, dan termasuk hak Muslimin. Oleh karena itu, di bidang ini kita harus bekerja sama. Para pakar, kalangan akademisi, dan cendekiawan–baik di bidang riil maupun dunia maya–harus saling bersinergi.

Bila kita memperhatikan dan mempertimbangkan prioritas-prioritas dunia Islam, kita akan memiliki dunia yang lain. Kita memiliki tanggung jawab dan tugas besar di hadapan anak-anak dan generasi kita di masa yang akan datang.

Kita tidak boleh membiarkan anak-anak muda kita mengalami keraguan terkait dengan Islam dan warisan besar Nabi Saw. Dan kita tidak boleh membiarkan oknum-oknum yang dengan melancarkan perang perpecahan dan membangkitkan isu-isu perbedaan, mereka menyebarkan kekerasan dan radikalisme atas nama agama. Agama berlepas diri dari mereka semua. Agama kita adalah agama kasih sayang dan cinta, agama persaudaraan. Oleh karena itu, hendaklah dalam pernyataan dan perilaku kita, kita memperhatikan pandangan yang proporsional dan moderat.

Perkataan dan pernyataan kita harus kuat dan kokoh, yakni memiliki kekokohan rasional dan logis. Ini adalah tanggung jawab kita dan misi kita. Para ilmuwan dan para pakar Indonesia dan Iran, begitu juga negara-negara Islam lainnya harus bersatu dalam satu barisan untuk menghadapi serangan-serangan yang dilakukan terhadap Islam.

Islam Indonesia dan Iran adalah Islam moderat dan kasih sayang. Kita di Iran melihat bahwa Syiah dan Sunni hidup berdampingan secara damai. Bila Anda bepergian ke Teheran, ibu kota Iran, Anda akan melihat banyak dari tempat-tempat ibadah yang terkait dengan abad-abad yang lampau, dan sampai hari ini tempat-tempat ibadah itu masih ada. Di DPR dan Parlemen kita (Majelis Syura Islami), baik Syiah maupun Sunni, baik Yahudi maupun Masihi, dan juga Zoroaster, mereka semua berdampingan dan berada dalam satu barisan. Ini adalah logika Islam dan Nabi saw serta kitab Alquran.

Kami—karena nikmat Islam, Alquran dan Sunah Nabi  saw–belajar persaudaraan dan persatuan dari Islam.  Menurut hemat kami, menjaga keamanan umat Islam di seluruh dunia Islam adalah tanggung jawab negara Islam.

Sebagaimana kami membela orang-orang Syiah Libanon, kami juga membela orang-orang Sunni di Gaza. Bagi kami, Ahlu Sunnah di Gaza atau Syiah di Lebanon, Sunni di Irak atau Syiah di Irak, masyarakat Kristen di Irak dan Lebanon, bila mereka memang teraniaya, maka kami akan membela mereka.

Hari ini adalah hari yang mengharuskan kita untuk gotong royong dan bangkit guna membela agama Allah dan Islam. “Jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.” ( QS. Muhammad: 7 )

Wassalamu ’alaikum. (IRIB Indonesia)

Catatan:
[1] . Yang dimaksud adalah ayat “Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya.” (QS. al-Maidah, 32)
[2] . Sesuai dengan ayat, “Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam).” (QS. Al-Baqarah, 256)

Jumat, 15 Mei 2015

Indonesian and Iranian Military Power in Comparison

Indonesian Military Parade (7 October 2014) 
Indonesian Soldier in Lebanon (Photographer: Mahmoud Zeyyat) 
Indonesian Marines. Photographer: Robertus Pudyanto. 
Indonesian Soldiers. 
Indonesian Soldiers. 
Indonesian Military Warships Parade. 
 Indonesian Air Force.
Indonesian Military Tanks Parade. 
An Indonesian UN soldier based in south Lebanon observes an Israeli Humvee. 
 Iranian Air Force.
 Iranian Marines.
 Iranian Marines.
 Iranian Marines.
 Iranian Marines.
Iranian Air Force.
 Iranian Air Force.
 Iranian Air Force.
 Iranian Soldiers.
 Iranian Missile
 Iranian Weapons.
 Iranian Missile.
 Iranian Missilie.
 Iranian Weapons.
 Iranian Missile.

Senin, 11 Mei 2015

Kecerdasan Hizbullah


Oleh Amal Saad-Ghorayeb (Peneliti tamu di Carnegie Middle East Center)

Salah satu pelajaran utama perang Hizbullah versus Israel di Juli-Agustus 2006 adalah bahwa konsep perang asimetris yang dikembangkan AS di era 90-an tidak relevan lagi. Performance Hizbullah yang ditunjukkan Hizbullah selama perang membuktikan bahwa perang asimetris tidak dapat semata didefinisikan sebagai non state actor yang mengadopsi metode non tradisional (pola operasi yang berbeda) untuk melawan state actor.  33 hari  berkecamuknya perang menunjukkan bahwa Hizbullah tidak hanya trampil dalam melakukan perang gerilya, namun juga cakap mengkombinasikannya dengan metode perang konvensional. Hizbullah dipandang telah meletakkan paradigma baru strategi perang kontemporer.  

AS sendiri risau dengan fenomena baru ini karena dipandang potensial menjadi strategi baru non state actor dalam melawan kekuatan adidaya Amerika. Kemenangan Hizbullah dapat menjadi energi baru bagi mereka.  Kekhawatiran itu sendiri dapat dilihat di kalangan para pakar strategi perang di Pentagon. Mereka seragam menyerukan perlunya reposisi militer AS atas strategi perang non konvensional ini dalam menghadapi ancaman baru ini. AS tidak menghadapi strategi non konvensional dengan menggunakan pendekatan konvensional di saat Hizbullah sendiri sukses mensintesiskan kedua pendekatan tersebut baik dalam ruang lingkup doktrin, taktik maupun persenjataannya.
 
Strategi dan Doktrin Hizbullah
Paradigma baru Hizbullah tidak terlepas dari peran ideolog sekaligus pemimpin Hizbullah, Hassan Nasrallah. Pasca tewasnya Imad Mughniyeh, komandan perangnya yang dibom agen Israel di Damaskus, 12 Februari 2008, Nasrallah menjelaskan pergeseran paradigma dan doktrin perang Hizbullah. Menurut Nasrallah, gerakan perlawanan telah memasuki proses tahapan ketiga dari “perlawanan bersenjata yang mengandalkan perlawanan rakyat secara spontan” menjadi “aksi militer bersenjata yang terorganisir.” Kini perlawanan memasuki tahap akhir, dengan “memanfaatkan madzab baru perang yang belum ada sebelumnya, yakni kombinasi peran tentara regular dengan pejuang gerilya.” Hizbullah sukses mensintesiskan metode konvensional dengan non konvensional –baik strategi, taktik, senjata maupun organisasi. Hizbullah  bergerak dari sebuah kelompok perlawanan menjadi tentara perlawanan.

Dalam level strategi, gerakan Hizbullah berevolusi dari kelompok gerilya klasik yang berhasil memaksa Israel mundur dari Lebanon selatan di 2000 menjadi “kekuatan perlawanan quasi konvensional” yang mampu mencegah pasukan Israel melakukan pendudukan lagi.

Nasrallah menjelaskan perubahan radikalnya tersebut: “Saya membedakan antara kelompok perlawanan yang berperang melawan tentara regular yang menduduki suatu wilayah dan mereka melakukan operasinya dari dalam wilayah tersebut atau sering disebut perang gerilya dengan kelompok perlawanan yang melawan agresi yang hendak mencaplok wilayah dengan mencegah mereka dari melakukan hal itu dan menimpakan kekalahan atas mereka. Kelompok perlawanan tidak lagi membebaskan wilayah itu namun mencegah agresi musuh.”

Hingga 2000, konsep perlawanan Hizbullah sejalan dengan pengertian konvensional. Kelompok pembebasan rakyat yang berjuang melawan pendudukan asing. Misi satu-satunya adalah mengusir penjajah. Namun pasca penarikan mundur tentara Israel di 2000, Hizbullah mengembangkan doktrin militernya yang difokuskan mencegah Israel menyerang Lebanon. Oleh karena itu, definisi perlawanan diperluas dengan mencakup kemampuan menghadapi invasi dan melawan ancaman pendudukan. Melalui rekonstruksi konsep perlawanan seperti ini, yakni menjalankan misi mempertahankan wilayah Lebanon dari serangan musuh, maka gerakan ini memerankan diri mereka sebagai aparat militer negara.

Penggabungan kedua strategi itu terefleksikan dalam kemampuan mereka menggunakan pelbagai jenis persenjataan dasar yang biasanya dipakai kalangan gerilyawan disamping juga sistem persenjataan modern yang sebanding dengan persenjataan yang dimiliki beberapa negara. Bukan hanya itu saja yang membentuk keunikan gerakan perlawanan itu selama perang, karena keterbatasannya, Hizbullah juga mampu mensistesiskan ketrampilan atas keduanya (penggunaan senjata dasar dan modern) secara lebih kreatif.

Misalnya, Hizbullah sukses melumpuhkan Israel utara dengan tembakan rutin roket jarak pendek Katyusha tipe kuno. Hizbullah mampu menghindari sergapan tameng anti misil Israel yang canggih. Hizbullah mampu memetik nilai strategis dari persenjataan kuno yang dimilikinya. Meski demikian, Hizbullah juga menggunakan roket artileri jarak menengah yang lebih modern sehingga mampu menghantam kota-kota besar Israel termasukTel Aviv.

Yang cukup mengejutkan, Hizbullah mampu memberikan serangan kejutan atas kapal perang Israel dengan misil anti kapal yang dipandu radar. Misil ini diduga adalah varian dari misil China C-802. Selain mengembangkan model baru yang sejenis, Hizbullah juga menggunakan misil anti tank model kuno buatan Rusia seperti AT-3 Sagger, AT-4 Spigot dan AT-5 Spandrel serta model yang lebih canggih seperti AT-14 Kornet, AT-13 Metis-M dan RPG 29. Hasilnya, Hizbullah sukses menewaskan banyak prajurit Israel, selain menghantam ratusan tank dan kendaraan tempur mereka.

Dalam perang elektronik, Hizbullah berhasil menetralisir keunggulan teknologi Israel dengan cara yang sangat sederhana. Dalam berkomunikasi, Hizbullah hanya mengandalkan sistem fiber optik darat ketimbang memanfaatkan jaringan nir kabel yang lebih canggih. Hizbullah dapat menghindari upaya pengacauan sinyal elektronik Israel. Dengan demikian, pasukan Hizbullah dapat bergerak leluasa, lepas dari pantauan peralatan elektronik Israel. Walhasil, sistem kendali komando tetap berjalan dengan baik selama perang.

Sebaliknya, Hizbullah berhasil menyusup ke dalam sistem elektronik Israel dan mengumpulkan data intelejen secara canggih. Keberhasilan itu tidak terlepas dari pesawat pengintai tanpa awak Mirsad-1 yang dimilikinya.
Pesawat itu mampu menembuh wilayah udara Israel di 2004 tanpa terdeteksi. Pesawat itu mampu menyadap pembicaraan telpon selular antara para tentara Israel dengan keluarganya. Hizbullah juga mampu memecah sandi komunikasi radio Israel sehingga dapat melacak pergerakan tank Israel serta memonitor laporan korban dan rute suplai.

Faktor itu pula yang mendorong Israel mengembangkan Trophy System (TAPS). Sistem ini dilengkapi radar untuk melacak misil yang datang. Agustus 2009, Israel menanam alat ini dalam tank Merkava generasi terbarunya. Sebelumnya, banyak tank Israel yang menjadi korban dalam perang 2006.

Pendidikan Bagi Para Pejuang
Dalam konteks organisasi, Hizbullah dicirikan dengan pasukan non regular. Sebagai gerakan yang berbasis massa, kekuatan pejuang Hizbullah terdiri dari 1000 pejuang inti yang professional dengan dibantu penduduk yang berperan sebagai pasukan cadangan. Struktur komando terdesentralisasi namun didukung dengan kerahasiaan organisasi yang sulit ditembus.  Kemampuan ini didapat dari disiplin yang tinggi dan koordinasi yang ketat di antara para pejuang. Hal yang terjadi pada pasukan konvensional.

Ancaman Nasrallah untuk “memberangkatkan ribuan pejuang terlatih dan bersenjata lengkap jika Israel melakukan serangan darat” mengindikasi bahwa Hizbullah mampu merubah pasukan cadangan mereka menjadi pasukan tempur yang professional.  Sebuah laporan menyebutkan bahwa Hizbullah melakukan rekrutmen besar-besaran dan pelatihan selama berbulan-bulan setelah perang 2006. Meskipun Hizbullah mengalami kesuksesan dalam perang model ini, namun Hizbullah juga melakukan evaluasi performance tempur mereka. Hizbullah  mencoba mengantisipasi rencana perang berikutnya oleh Israel. Strategi dan taktik masa depan gerakan ini dihitung dengan cermat. ”Kami belajar dari pengalaman perang Juli sehingga membuat evaluasi dengan melihat titik kekuatan dan kelemahan kita maupun musuh dan kita membuat keputusan berdasarkan evaluasi tersebut,” papar Nasrallah.

Upaya yang tak kenal lelah Hizbullah untuk mempelajari kelemahan lawan telah membedakan eksistensi gerakan ini dari kekuatan manapun di kawasan ini yang pernah bertempur dengan Israel.  Hizbullah telah melepaskan diri dari apa yang secara sinis disebut  para orientalis sebagai “Arab minds” (daya pikir orang Arab yang rendah). Alih-alih, Hizbullah  mampu mempenetrasi psikologi orang Israel dan cara berpikir militer mereka. Adapun faktor lainnya yang mendorong keberhasilan Hizbullah adalah proses evaluasi dan adaptasi berdasarkan kondisi dan kebutuhan riil, Hizbullah tidak terpaku kepada strategi militer yang kaku, sekalipun strategi tersebut pernah sukses di masa lalu. Namun Hizbullah lebih memilih melakukan adaptasi  terus-menerus atas perubahan lingkungan politik dan militer. Kekuatan Hizbullah terletak kepada kemampuannya mengadopsi doktrin militer yang bersifat non doktrinal.

Ini berarti bahwa kelompok perlawanan ini akan merevisi strategi militernya dalam perang berikutnya, menggeser dari doktrin yang murni defensif menjadi sebagian defensif  dan sebagian lainnya ofensif.  Strategi Hizbullah pada dasarnya bersifat defensif namun memiliki kemampuan ofensif.  Tampaknya gerakan ini akan memperkenalkan taktik baru dalam rangka memenuhi tujuan strategisnya secara lebih luas. Kemungkinan itu dapat terlihat dari ancaman Nasrallah untuk melancarkan “kejutan besar”.

Kebanyakan para pengamat secara keliru berpendapat bahwa kejutan Nasrallah itu berupa kepemilikannya atas misil anti pesawat yang akan digunakan untuk menghantam pesawat Israel yang melanggar batas wilayah udara Lebanon. Hizbullah sebelumnya sudah memiliki SA-7 dan mungkin juga telah mendapatkan versi terbaru SA-18 di 2002.  Banyak laporan di 2008 menyebutkan tentang akuisisi Hizbullah atas sistem pertahanan udara canggih SA-8 yang dapat bergerak. Namun pendapat ini diragukan. Logikanya, Nasrallah telah berulang kali melakukan ancaman untuk menembak pesawat Israel maka ancaman tersebut tidak termasuk dalam elemen kejutan yang dimaksudkannya.

Maka teori yang masuk akal adalah bahwa kejutan Nasrallah itu berupa adopsi strategi dan taktik militer baru mereka: “Tentara musuh akan menyaksikan metode tempur yang belum pernah ada sebelumnya. Mereka akan menghadapi para pejuang yang pemberani, keras dan setia dalam medan tempur, sesuatu yang tidak pernah mereka lihat sebelumnya sejak berdirinya negara mereka yang illegal.” Nasrallah menegaskan tantangan itu sebagai respon doktrin Dahiyeh yang digariskan Gadi Eizenkot, komandan utara militer Israel yang memformulasikan persamaan lama antara Beirut dan “Tel Aviv sebagai Dahiyeh untuk Tel Aviv”.

Taktik yang dipersiapkan Nasrallah dapat juga mencakup serangan ke dalam wilayah Israel. Jurnalis kenamaan, Nicholas Blanford mengatakan, ”Seorang komandan lokal di Lebanon Selatan pernah berkata bahwa Hizbullah telah bertempur dalam perang defensif di 2006, ke depan kami akan melakukan serangan ofensif dan akan benar-benar menjadi perang yang berbeda.” Seorang  pejuang setempat mengatakan bahwa perang ke depan akan lebih banyak terjadi di Israel ketimbang di Lebanon. Dari pelbagai komentar itu disimpulkan bahwa Hizbullah sedang mempersiapkan serangan komando ke Israel Utara.

Meskipun dapat dianggap sebagai bagian perang psikologis, namun tak pelak militer Israel sendiri melakukan persiapan menghadapi skenario tersebut di mana pasukan komando musuh menyusup perbatasan utara dan menyerang Israel. 

Perang Terakhir
Apapun taktik yang diterapkannya, Hizbullah harus menjamin bahwa mereka akan memenuhi janji Nasrallah untuk melakukan serangan menentukan atas Israel. Seperti yang dijelaskan pemimpin Hizbullah di 2007, kejutan yang dia persiapkan untuk Israel berpotensi “merubah arah perang dan nasib kawasan” dan “mewujudkan kemenangan menentukan dalam sejarah”. Setahun kemudian, Nasrallah mengulang lagi perkataannya bahwa “Sejarah kami kedepan akan jelas dan sangat menentukan karena Hizbullah akan menghantam lima divisi yang akan ditempatkan Ehud Barak di Lebanon”. Akhir dari perang berikutnya seperti yang dijelaskan Nasrallah adalah kejatuhan akhir negara perampas sebagai akibat kekalahan Israel.  

Penting untuk membedakan wacana pasca perang Nasrallah dengan tujuan obyektif yang digariskannya selama perang Juli-Agustus. Di 2006, gerakan ini tidak meletakkan landasan militer apapun kecuali mempertahankan Lebanon dari agresi Israel dan mencegah musuh menduduki wilayahnya. Dalam konteks ini, Hizbullah dapat menyatakan kemenangannya, setidaknya dalam pengertian pertempuran, dan memaksa musuh menarik mundur pasukannya.
 
Namun gerakan Hizbullah telah memasang target yang begitu tinggi dalam perang selanjutnya. Dengan mengumumkan tujuan barunya sebagai kemenangan strategis akan memiliki implikasi regional yang mendalam, Hizbullah harus menjamin akan mencapai kemenangan yang strategis dalam perang berikutnya dengan Israel. Kemenangan tersebut harus berakhir dengan  diumumkannya perang terbuka antara kedua musuh itu terjadi dan berikutnya yang lebih penting berhasil menetralkan ancaman langgeng Israel atas kawasan tersebut. Jadi perangnya di masa depan melawan Israel harus menjadi perang terakhir untuk Hizbullah.