Jumat, 22 April 2016

G-30/CIA Soeharto



Kesaksian mantan Menteri Pengairan Dasar zaman Orde Lama, Harya Sudirja, bahwa Bung Karno menginginkan Menpangad Letjen Achmad Yani menjadi Presiden kedua bila kesehatan Proklamator itu menurun, ternyata sudah lebih dahulu diketahui isteri dan putra-putri pahlawan revolusi tersebut. "Bapak sendiri sudah cerita kepada kami (isteri dan putra-putri A. Yani) bahwa dia bakal menjadi Presiden. Waktu itu Bapak berpesan, jangan dulu bilang sama orang lain", ujar putra-putri Achmad Yani: Rully Yani, Elina Yani,Yuni Yani dan Edi Yani.

Menurut mantan Menteri Pengairan Dasar zaman Orde Lama ini, hal itu disampaikan oleh Letjen Achmad Yani secara pribadi pada dirinya dalam perjalanan menuju Istana Bogor tanggal 11 September 1965. Putra-putri Achmad Yani kemudian menjelaskan kabar baik itu sudah diketahui pihak keluarga 2 bulan sebelum meletusnya peristiwa berdarah G-30 S. "Waktu itu ketika pulang dari rapat dengan Bung Karno beserta para petinggi Negara. Bapak cerita sama ibu bahwa kelak bakal jadi presiden" kenang Yuni Yani, putri keenam Achmad Yani.

"Setelah cerita sama ibu, esok harinya sepulang main golf. Bapak juga menceritakan itu kepada kami putra-putrinya. Sambil tertawa, kami bertanya, Benar nih Pak? Jawab Bapak  ketika itu, Ya, ucapnya. Menurut Yuni, berita baik itu juga mereka dengar dari ajudan Bapak yang mengatakan Bapak bakal jadi presiden. Makanya ajudan menyarankan supaya siap-siap pindah ke Istana. Sedangkan menurut Elina Yani (putri keempat), saat kakaknya Amelia Yani menyusun buku tentang Bapak, mereka menemui Letjen Sarwo Edhie Wibowo sebagai salah satu narasumber.

"Waktu itu, Pak Sarwo cerita bahwa Bapak dulu diminta Bung Karno menjadi presiden bila kesehatan Proklamator itu tidak juga membaik. Permintaan itu disampaikan Bung Karno dalam rapat petinggi negara. Di situ antara lain, ada Soebandrio, Chaerul Saleh dan AH Nasution", katanya. "Bung Karno bilang, Yani kalau kesehatan saya belum membaik kamu yang jadi Presiden", kata Sarwo Edhie seperti ditirukan Elina.  

Pada prinsipnya, tambah Yuni, pihak keluarga senang mendengar berita Bapak bakal jadi Presiden. Namun ibunya (almarhum Nyonya Yayuk Ruliah A. Yani) usai makan malam membuat ramalan bahwa kalau Bapak tidak jadi presiden, bisa dibunuh. Ternyata ramalan ibu benar. Belum sempat menjadi presiden menggantikan Bung Karno, Bapak dibunuh secara kejam dengan disaksikan adik-adik kami. Untung dan Eddy.

“Kalau Bapakmu tidak jadi presiden, ya nangendi (bahasa Jawa artinya: kemana) bisa dibunuh", kata Nyonya Yani seperti ditirukan Yuni.  Lalu siapa pembunuhnya? Menurut Yuni, Ibu dulu mencurigai dalang pembunuhan ayahnya adalah petinggi militer yang membenci Achmad Yani. Dan yang dicurigai adalah Soeharto. Mengapa Soeharto membenci A. Yani? Yuni mengatakan, sewaktu Soeharto menjual pentil dan ban yang menangkap adalah Bapaknya. "Bapak memang tidak suka militer berdagang. Tindakan Bapak ini tentunya menyinggung perasaan Soeharto".

"Selain itu, usia Bapak juga lebih muda, sedangkan jabatannya lebih tinggi dari Soeharto", katanya.  Sedangkan Rully Yani (putri sulung) yakin pembunuh Bapaknya adalah prajurit yang disuruh oleh atasannya. "Siapa orangnya, ini yang perlu dicari", katanya. Mungkin juga, lanjutnya, orang-orang yang tidak suka terhadap sikap Bapak yang menentang upaya mempersenjatai buruh, nelayan dan petani.

"Bapak dulu kan tidak suka rakyat dipersenjatai. Yang bisa dipersenjatai adalah militer saja", katanya.  Menurut dia, penjelasan mantan tahanan politik G-30 S Abdul Latief bahwa Soeharto dalang G-30 S sudah bisa menjadi dasar untuk melakukan penelitian oleh pihak yang berwajib. "Ini penting demi lurusnya sejarah. Dan kami pun merasa puas kalau sudah tahu dalang pembunuhan ayah kami", katanya. Dia berharap, kepada semua pelaku sejarah yang masih hidup bersaksilah supaya masalah itu bisa selesai dengan cepat dan tidak menjadi tanda tanya besar bagi generasi muda bangsa ini.

Kesaksian istri dan putra-putri A. Yani bahwa Bapak-nya lah yang ditunjuk Bung Karno untuk jadi Presiden kedua menggantikan dirinya, dibenarkan oleh mantan Asisten Bidang Operasi KOTI (Komando Operasi Tertinggi), Marsekal Madya (Purn)  Sri Mulyono Herlambang dan ajudan A. Yani, Kolonel (Purn) Subardi. “Apa yang diucapkan putra-putri Jenderal A. Yani itu benar. Di kalangan petinggi militer informasi tersebut sudah santer dibicarakan. Apalagi hubungan Bung Karno dan A. Yani sangat dekat”, ujar Herlambang.

Baik Herlambang maupun Subardi menyebutkan, walaupun tidak terdengar langsung pernyataan Bung Karno bahwa dia memilih A. Yani sebagai Presiden kedua jika ia sakit, namun keduanya percaya akan berita itu. "Hubungan Bung Karno dengan A. Yani akrab dan Yani memang terkenal cerdas, hingga wajar jika kemudian ditunjuk presiden", kata Herlambang. "Hubungan saya dengan A. Yani sangat dekat, hingga saya tahu betapa dekatnya hubungan Bung Karno dengan A. Yani", ujar Herlambang.

Menyinggung tentang kecurigaan Yayuk Ruliah A. Yani (istri A.Yani), bahwa dalang pembunuh suaminya adalah Soeharto, Herlambang mengatakan bahwa hal itu sangat kuat. Pasalnya 2 (dua) bulan sebelum peristiwa berdarah PKI, Bung Karno sudah menunjuk A. Yani sebagai penggantinya. Tentu saja hal ini membuat iri orang yang berambisi jadi presiden. Waktu itu peran CIA memang dicurigai ada, apalagi AS tidak menyukai Bung Karno karena terlalu vokal dan sangat berani untuk bersikap mandiri dan lepas dari arogansi Amerika. Sedangkan Yani merupakan orang dekat Bung Karno.

Ditambahkan Herlambang, hubungan A. Yani dengan Soeharto saat itu kurang harmonis. Soeharto memang benci pada A. Yani. Ini gara-gara A. Yani menangkap Soeharto dalam kasus penjualan pentil dan ban. Selain itu Soeharto juga merasa iri karena usia A. Yani lebih muda, sementara jabatannya lebih tinggi. Terlebih saat A. Yani menjabat Kepala Staf Angkatan Darat (KASAD), Bung Karno meningkatkan status KASAD menjadi Panglima Angkatan Darat. "Dan waktu itu A. Yani bisa melakukan apa saja atas petunjuk Panglima Tertinggi Soekarno, tentu saja hal ini membuat Soeharto iri pada A. Yani.

Dijelaskan juga, sebenarnya mantan presiden Orde Baru itu tidak hanya membenci A. Yani, tapi semua Jenderal Pahlawan Revolusi. D.I. Panjaitan dibenci Soeharto gara-gara persoalan pengadaan barang dan juga berkaitan dengan penjualan pentil dan ban. Sedangkan kebenciannya terhadap MT. Haryono berkaitan dengan hasil sekolah di SESKOAD. Di situ Soeharto ingin dijagokan tapi MT. Haryono tidak setuju. Terhadap Sutoyo, gara-gara ia sebagai Oditur dipersiapkan untuk mengadili Soeharto dalam kasus penjualan pentil dan ban itu.

Menurut Subardi, ketahuan sekali dari raut wajah Soeharto kalau dia tidak menyukai A. Yani. Secara tidak langsung istri A. Yani mencurigai Soeharto. Dicontohkan, sebuah film Amerika yang ceritanya Angkatan Darat di suatu negara yang begitu dipercaya pemerintah, ternyata sebagai dalang kudeta terhadap pemerintahan itu. Caranya dengan meminjam tangan orang lain dan akhirnya pimpinan Angkatan Darat itulah yang menjadi presiden. "Peristiwa G-30 S hampir sama dengan cerita film itu", kata Nyonya Yani seperti ditirukan Subardi [AT].