Sejak media informasi Iran menayangkan
kehadiran pemimpin spiritual Islam yang dikenal dengan sebutan Rahbar
revolusioner Islam Ayatullah Sayyid Ali Khamenei, yang pada enam tahun terakhir
setiap kali terjadi peralihan tahun baru Hijriah Syamsiah sebagai kalender
perhitungan hari dan bulan oleh rakyat Iran, beliau mengucapkan kata sambutan
dan sekaligus mencanangkan nama tahun sebagai mengiringi masuknya tahun-tahun
tersebut, hal ini menambah nilai positif peringatan dan penyambutan tahun baru
bagi rakyat Iran yang memuat nilai-nilai spiritual yang tinggi yang membawa
pada arah yang tepat menuju tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh gerakan
kebangsaan dan kehidupan bernegara dalam setiap putaran masa setahun bagi
mereka.
Rahbar sendiri menerangkan falsafah pemberian
nama untuk setiap peralihan tahun dengan nama-nama yang memuat motto dan
cita-cita gerakan pembangunan negara yang menekankan sisi fungsi arah juang
dalam mengisi hari demi harinya seiring dengan nama yang dicanangkan untuknya, beliau
berkata:
“Adapun kita mencanangkan nama bagi setiap tahun itu tidak berarti
hanya sebagai tindakan bermegah-megahan dalam merayakan masuknya tahun baru tetapi
pencanangan ini akan menjadi slogan dan pilar perjuangan dan gerak bersama
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dalam memulai tahun baru, tentunya
hanya meletakan nama bukanlah perkara penting, tetapi yang penting dalam
peletakan nama apabila dapat memberikan spirit bagi kita, rakyat dan para
pemimpin yaitu dapat memacu semangat juang untuk mencapai cita-cita bangsa dan
negara yang diinginkan bersama bahkan untuk mencapai apa yang semestinya kita
harus mencapainya”.
Hitungan tahun Hijriah yang ditandai oleh
peristiwa berhijrahnya Nabi besar Muhammad saww dari kota Makkah yang diliputi
oleh kegelapan jahiliah menuju Kota Madinah yang dicemerlangkan penghuninya
oleh cahaya Iman dan makrifat terhadap hakekat hidup manusia dan alam semesta
yang bertumpu pada ajaran Tuhan Yang Esa sebagai Mabda’ alam dan
pemilik mutlak segala wujud yaitu zat yang maha berkuasa, Pengasih dan
Penyayang yaitu Allah swt sebagai sumber hidup dan tempat kembalinya segala
makhluk ciptaan-Nya, mempunyai dua cara perhitungan tahun yang keduanya
diistilahkan sebagai tahun Islam, satu diantaranya disebut hitungan Qamariah
yang didasari dengan hitungan lintasan bulan mengelilingi bumi, olehnya
diistilahkan sebagai tahun Hijriah Qamariah, yang awalnya ditandai dengan
hitungan satu Muharram.
Satu lagi hitungan Syamsiah yang didasari
dengan hitungan lintasan bumi mengelilingi Matahari olehnya diistilahkan dengan
tahun Hijriah
Syamsiah yang awal tahunnya ditandai dengan hitungan satu Farwardin,
dan hitungan tahun yang kedua ini biasanya digunakan oleh rakyat Iran dalam
urusan kalender hari-hari mereka.
Di Iran walaupun secara tertulis dalam
kalender perhitungan hari dan bulan, mereka menggunakan ketiga hitungan
kalender yaitu ditambah dengan kalender hitungan tahun Miladi Masihi, namun
yang menjadi primadona dalam perayaan tahun baru bagi mereka adalah tahun baru
Hijriah Syamsiah, hitungan ini juga seiring dengan sikon alam empat musim yang
ada meliputi kehidupan mereka dan buminya, sebagai sikon alam yang dimiliki
oleh negara-negara yang berada di belahan Asia tengah yang mempunyai empat
musim (Semi, Gugur, Dingin dan Panas) dalam setiap putaran waktu setahunnya,
yang setiap memasuki tahun baru seiring dengan masuknya musim semi, yang
menyeruakan panorama indah tumbuh dan berkuncupnya daun-daun pohon-pohon dan
memekarnya bunga-bunga yang berwarna-warni menampakan pembaharuan wujud alam
yang segar dan menyenangkan sekali.
Menghayati Arti Tahun Baru Dalam Menghayati Nilai-Nilai
Revolusi Islam
Pencanangan nama tahun oleh seorang pemimpin
revolusioner sejak beberapa tahun terakhir menunjukkan langkah tepat telah
dijalani untuk menghayati arti tahun baru dalam mengekalkan nilai-nilai juang
revolusi Islam yang telah meraih kemenangannya sejak puluhan tahun yang lalu.
Dan sejak beberapa tahun terakhir nama-nama cemerlang mewarnai laluan
tahun-tahun tersebut seperti tahun 1381 sebagai tahun “Imam Ali as”
yaitu tahun
“Mengambil tauladan dari prilaku Alawiyin”, tahun 1382
bernama tahun “Imam Husein as” yaitu tahun “Kemuliaan
dan kebanggaan Husaini”, tahun 1383 bernama tahun
“Pertanggungjawaban pemerintah terhadap rakyat”, tahun 1384 bernama
tahun
“Kebaktian nasional dan gotong-royong secara umum”, tahun
1385 bernama tahun “Nabi besar Muhammad saww”, dan tahun 1386 bernama
tahun
“Persatuan Bangsa dan Pengokohan kebersamaan Islam”.
Pencanangan nama yang baik dan memuat spirit
hidup bagi setiap tahun oleh seorang pemimpin revolusioner Islam tentunya akan
lebih memberi arti terhadap kisaran sikon waktunya dengan penuh berkah
mengiringi gerak juang revolusi Islam yang memberi warna dalam setiap gemingan
harinya untuk menjadi baik dan lebih baik –yang merentangkan kesadaran yang
termuai sepanjang jaman sebagai tujuan utama penobatan nama-nama agung bagi
tahun-demi tahun. Dentingan hari demi harinya telah menjurus pada satu
derap mengungkap nilai-nilai tinggi yang termuat dalam makna yang dikandung
oleh nama-nama agung tersebut, yang sudah pasti penghayatan nilai-nilainya
tetap tidak akan dianggap cukup dalam masa setahun, namun pencanangan itu akan
meminta keberlanjutan hingga berakhirnya jaman, karena muatan makna nama-namanya
adalah nilai-nilai sakral yang diilhami oleh ajaran hakiki keabadian Islam yang
sekaligus menjadi racikan kesempurnaan Insani manusia.
Dari itu sangat disayangkan keteledoran
manusia dalam mengisi hari-hari hidupnya sebagai kebiasaan yang terjadi pada
kalangan lain seperti rakyat tanah air kita, Indonesia, dan di belahan Eropa
dan di lain-lain tempat di kebanyakan negara yang ada di selaput bumi ini yang
kita dapat melihat pada perayaan tahun baru bagi mereka, yang sudah menjadi
kebiasaan terutama kalangan kawula mudanya, mereka menyambut tahun baru dengan
tindakan-tindakan amoral, seperti peletupan mercun di sana-sini, berkerumun
dalam arena-arena diskotik, bermabuk-mabukan dengan arak dan munculnya berbagai
tindakan kriminal hingga seks bebas, terutama di malam tahun baru, yang sudah
tidak asing lagi bagi rakyat kita dan telah dapat dibuktikan bersama di setiap
peralihan tahun baru Miladi. Tentunya prilaku dan budaya seperti ini bukan
bingkisan ajaran Islam, dari itu sudah semestinya ummat Islam bermawas diri
untuk menyesuaikan prilakunya dengan apa yang diajarkan oleh Islam dalam
menyambut peralihan tahun baru.
Mengambil contoh dari perilaku penyambutan
tahun baru seperti yang ada di negeri Iran tentunya akan membawa efek positif
bagi perkembangan perbaikan tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara bagi umat
Islam yang berada di negara-negara lain. Menyambutnya dengan membaca dzikir dan
doa akhir tahun dan awal tahun yang dilakukan secara nasional akan tampak lebih
syahdu dan penuh khidmat sekaligus merenungkan prilaku baik dan buruk sembari
menginstrospeksi diri untuk menjadi lebih baik dalam mengisi tahun berikutnya
adalah lebih memacu manusia untuk menemukan jati dirinya yang lebih sempurna
pada masa yang akan datang –dan mencanangkan nama khusus bagi setiap tahun baru
akan lebih mengacu dan mematri langkah yang tepat untuk menuju apa yang
dicita-citakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar