Jumat, 16 Mei 2014

Riset atau Transfer Tekhnologi?


Oleh Irwan H. Daulay (Sumber:  www.waspada.co.id)

Kegalauan Menko Perekonomian RI Hatta Rajasa terkait transfer  teknologi menjadi fokus pembicaraan kerjasama bilateral antara RI dengan Korsel disela-sela pertemuan tingkat menteri dan forum bisnis Indonesia-Korea Selatan, akhir September 2013 (Kompas, 10/10). Dalam pertemuan tersebut Indonesia meminta Korsel untuk lebih ramah lagi mentransfer hasil-hasil teknologinya kepada Indonesia agar lebih mandiri dan dapat menikmati nilai tambah produk-produk SDA-nya untuk meningkatkan perekonomian masyarakat. Gagasan tersebut terlihat baik dan  memberikan harapan Indonesia ke depan  akan mampu mandiri dalam industrialisasi produk-produk SDA-nya serta tidak lagi dipandang sebagai Negara  tujuan  market dari produk-produk  negara maju. Namun, ide tersebut tersebut ternyata menjadi fokus perhatian di masa Pemerintahan Orde Baru dengan melakukan program besar-besaran di bidang alih teknologi di sektor Pangan dan Industri, pada saat itu bidang yang diprioritaskan adalah pengembangan teknologi Pangan dan Industrialisasi di sektor manufaktur dengan jargon High Technology,  sehingga pada saat itu Indonesia berhasil mencapai swasembada pangan dan mampu merancang bangun beberapa industri strategis termasuk membuat Pesawat Terbang.

Ironis sekali, saat ini kita dihadapkan dengan ancaman krisis pangan, defisit transaksi berjalan dan melemahnya kurs Rupiah terhadap valuta asing akibat volume import kita lebih tinggi dari eksport, hal ini menggambarkan model transfer teknologi yang kita anut selama ini untuk kemandirian dan peningkatan produktivitas bangsa dapat dikatakan gagal, dan  ternyata dalam jangka panjang tidak memberikan solusi permasalahan bangsa, karena bisa jadi teknologi yang kita serap tersebut tidak sesuai lagi dengan situasi dan kebutuhan bangsa kita, apalagi di era globalisasi ini perubahan di segala aspek sangat cepat, hari ini teknologi yang kita serap bisa saja sangat canggih namun beberapa hari kemudian bisa jadi sudah usang.

Mungkin kasus Indonesia ini menjadi pelajaran bagi Negara-Negara berkembang (Emerging Markets) didalam mengelola perencanaan jangka panjang pembangunan bangsanya, Iran yang mulanya Negara yang diluluhlantak oleh perang ternyata hari ini berhasil menjadi Negara yang disegani dalam penguasaan teknologi, mengapa? Karena Republik Islam tersebut sadar hanya dengan penguasaan sains dan teknologi berbasiskan riset mereka akan dapat bertahan dan maju menjadi Negara yang disegani oleh lawan-lawan mereka, bahkan dalam posisi di embargopun Iran sanggup bertahan dan unggul dibidang riset-riset sains dibanding Negara-Negara kaya minyak disekitarnya.

Fenomena Iran ini akhirnya menjadikan kekuatiran bagi AS dan Israel dalam perimbangan pengaruh di Timur Tengah,  sehingga dengan alasan yang dibuat-buat AS dan Israel menuduh  Iran sedang berupaya memproduksi senjata nuklir  dan mengancam akan menyerang Iran untuk menghentikan pengayaan Uranium diseluruh Reaktor nuklir milik Iran, keadaan ini hanya disikapi dingin oleh Presiden super tangguh Iran Mahmoud Ahmadinejad kala itu dengan ucapan “ Negara-negara Imperialis yang arogan sesungguhnya tidak takut kepada pengaruh politik dan kekuatan militer Iran. Yang mereka cemaskan adalah kemajuan pesat sains dan teknologi Iran yang dapat mematahkan dominasi mereka yang menghegemoni dunia berabad-abad”

Sikap emosional AS dan Israel terhadap Iran dapat dipahami ketika  melirik sejenak seperti apa sebenarnya perkembangan sains dan teknologi di Iran. Berdasarkan catatan Husain Heriyanto (2013) dalam bukunya “Revolusi Saintifik Iran”  menjadikan kita tercengang terhadap lompatan perkembangan sains dan teknologi Iran, sejak Revolusi  Islam  tahun 1979 ternyata Iran yang dikenal dengan negara para Mullah tersebut memberikan focus perhatian pada  riset untuk pengembangan sains dan teknologi. Sehingga sampai dengan saat ini Iran telah menguasai secara mandiri  berbagai jenis teknologi tinggi dan memproduksinya secara massal untuk kebutuhan dalam negeri maupun eksport, diantaranya teknologi nuklir, teknologi kelistrikan, teknologi antariksa, Bioteknologi, nanoteknologi, teknologi bahan dan komposit, transfalasi sel punca dan sebagainya.

Bahkan untuk teknologi pertahanan Iran sudah dapat mengimbangi negara-negara maju dengan prestasi luar biasa dengan memproduksi secara mandiri kapal perang canggih, kapal selam, rudal balistik, Tank, pesawat tempur super canggih, pesawat mata-mata tanpa awak, dan sebagainya.

Terhadap prestasi luar biasa ini Royal Society Report (laporan tahun 2011) sangat kagum terhadap lompatan perkembangan sains dan teknologi Iran sehingga menjulukinya sebagai “the fastest growing country for science”,  demikian juga Menteri BUMN Dahlan Iskan sewaktu berkunjung ke Iran sebagai Dirut PLN tahun 2011 menyatakan kekagumannya terhadap penguasaan teknologi kelistrikan Iran dengan ungkapan “….Iran sudah berhasil menguasai teknologi pembangkit listrik tenaga gas, baik open cycle maupun combine cycle……Pabrik turbin itu sangat besar. Bukan hanya bisa merangkai , tetapi juga membuat keseluruhannya. Bahkan Iran sudah mampu membuat blade-blade turbin sendiri. Termasuk mampu menguasai teknologi coating blade yang bisa meningkatkan efesiensi turbin. Inilah negara Islam pertama yang mampu membuat turbin dan keseluruhan pembangkit listriknya” (Husain, 2013).

Lompatan besar penguasaan Iran terhadap teknologi tinggi berbasis riset tersebut ternyata tidak semudah yang kita bayangkan, selain kerja keras para pemimpin dan rakyatnya ternyata Iran menggelontorkan dana yang tidak sedikit untuk riset pengembangan sains dan teknologi, di tahun 2009 saja Iran yang memiliki perkembangan ekonomi nomor 17 dunia tersebut (IMF, 2012) membelanjakan anggaran negara sebesar 0,87 % PDB dan pada tahun 2030 ditargetkan mencapai 4% PDB, sementara Indonesia pada tahun 2011 hanya menggelontorkan anggaran 0,03% PDB sehingga anggaran riset Iran lebih besar 30 kali lipat dibanding Indonesia.

Bagi Indonesia sebenarnya tidak perlu berkecil hati terhadap lompatan Iran tersebut, jumlah tenaga ahli kita yang menguasai sains dan teknologi sangat banyak meskipun berpencar di seantero jagad, kapasitas ekonomi kitapun masih sangat potensial untuk dikembangkan terutama disisi keunggulan komparatif, tren pertumbuhan ekonomi juga masih positif, kondisi demografi yang mendukung produktifitas dan sebagainya, memberi harapan kepada bangsa Indonesia suatu saat unggul dalam penguasaan sains dan teknologi.

Syaratnya Pemerintah dan rakyat Indonesia harus berbenah, system politik, hukum, ekonomi dan social bangsa besar ini harus dibenahi secara fundamental. Tidak strategis jika kita masih ngotot mempertahankan ide-ide lama yang memarginalkan, negara yang sarat beban dan masalah ini harus kita overhaul dan dirancang ulang untuk mampu berlari cepat dan gesit mengejar ketertinggalannya. Pengalaman Iran sebagai negara yang lahir dari Revolusi Islam patut di teladani dan di apresiasi. Peta jalan yang sudah, sedang dan akan dilalui Iran untuk meraih ketinggian peradaban patut menjadi referensi disetiap kesempatan. Dan berharap suatu saat rengekan Menko Perekonomian RI Hatta Rajasa seperti hari ini kepada Korsel untuk mentransfer teknologinya tidak terulang lagi. 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar