Seorang
astronot dan seorang ahli bedah otak pernah berdiskusi tentang agama, ahli
bedah itu seorang Kristen dan seorang astronot tersebut adalah orang yang tidak
beragama. Sang astronot pun berkata: “Saya pergi keluar angkasa berkali-kali
tapi tidak pernah melihat Tuhan dan Malaikat”. Mendengar perkataan seperti itu
sang ahli bedah otak pun berkata: “Dan aku mengoperasi banyak otak cemerlang,
namun aku tidak pernah menemukan satu pikiran pun.”
Dari
perkataan sang ahli bedah otak itu menunjukkan bahwa bukan berarti pikiran itu
tidak ada walaupun setiap waktu manusia menggunakan pikirannya, meski tak
pernah sekali pun kita melihat wujud dari pikiran itu sendiri, pikiran bukanlah
materi yang terlihat. Andaikata pikiran adalah materi, maka pikiran itu bisa
dipecah-pecah menjadi bagian-bagian yang paling kecil seperti layaknya benda
atau zat. Pisau yang bagaimana yang dapat memecah pikiran kita? Tidak ada
tentunya. Begitu juga dengan perkataan sang astronot itu tidak membuktikan
kalau Tuhan dan Malaikat tidak ada melainkan tidak terlihat karena bukan
materi. Sejauh apapun Astronot menjelajahi ruang angkasa, pasti tidak akan
pernah menemukan malaikat apalagi Tuhan.
Sekarang Bagaimana
Sains Memahami Ini?
Dalam
dunia fisika kita mengenal adanya dimensi ekstra, menurut fisika partikel
setidaknya ada sepuluh dimensi ruang dan demensi waktu yang ada dalam
penciptaan alam semesta. Jika ruang yang kita tempati ini adalah ruang material
tempat planet-planet dan galaksi-galaksi, maka dimensi di luar dimensi kita
adalah ruang immaterial. Tiga dimensi ruang dan waktu yang kita tempati saat
ini, sehingga kita bisa melihat benda-benda yang berada di dimensi kita.
Sedangkan enam dimensi lainnya ada di alam semesta sebagai dimensi yang sangat
kompak yang membungkus dimensi kita.
Ruang
3 dimensi dibungkus oleh ruang 4 dimensi, anggap saja ini adalah lapisan
pertama
Ruang
4 dimensi dibungkus oleh ruang 5 dimensi, anggap saja ini adalah lapisan kedua
Ruang
5 dimensi dibungkus oleh ruang 6 dimensi, anggap saja ini adalah lapisan ketiga
Ruang
6 dimensi dibungkus oleh ruang 7 dimensi, anggap saja ini adalah lapisan
keempat
Ruang
7 dimensi dibungkus oleh ruang 8 dimensi, anggap saja ini adalah lapisan kelima
Ruang
8 dimensi dibungkus oleh ruang 9 dimensi, anggap saja ini adalah lapisan keenam
Ruang
9 dimensi dibungkus oleh ruang 10 dimensi, anggap saja ini adalah lapisan
ketujuh
Makhluk
di ruang dimensi 3 tidak akan bisa melihat makhluk yang ada di ruang dimensi 4,
tetapi ini tidak berlaku sebaliknya, sedangkan makhluk di ruang dimensi 4 bisa
melihat makhluk di ruang dimensi 3, begitu seterusnya, yang pada dasarnya
makhluk di suatu dimensi tidak akan mampu melihat makhluk yang berada di
dimensi yang lebih tinggi, sedangkan makhluk di dimensi yang lebih tinggi akan
mampu melihat makhluk yang berada di dimensi lebih rendah. Dengan demikian
misalnya ada makhluk di ruang dimensi 5, maka dia bisa melihat makhluk di ruang
dimensi 4 dan 3. Dan seterusnya.
Untuk Mempermudah
Memahaminya Dapat Kita Uraikan Seperti Ini:
Bayangkan
kita sebagai pengamat alam semesta yang di dalamnya hanya berisi dua dimensi
ruang (katakanlah x dan y), sehingga perlu satu dimensi lagi (katakanlah z)
dari pada makhluk-makhluk yang hidup di dalamnya di dua alam dimensional ini.
Katakanlah Budi memandang Ali, maka Budi hanya melihat satu sisi Ali dalam satu
waktu (bagian depan, bagian belakang, samping kiri ataukah samping kanan)
tergantung di mana posisi Budi, yang bentuknya hanya bidang, Budi tidak akan
mampu melihat Ali secara utuh dalam satu waktu. Untuk mengetahui Ali secara
utuh maka Budi harus mengelilingi Tubuh Ali, sehingga gambaran tubuh Ali secara
utuh hanya ada pada pikiran Budi. Meskipun demikian, sebagai pengamat, dari
dunia tiga dimensional kita bisa melihat Budi dan Ali secara keseluruhan. Andai
Budi atau Ali bersembunyi di dalam kamar, maka kita sebagai pengamat masih bisa
melihatnya karena dinding temboknya tidak meluas ke dimensi kita, tetapi mereka
tidak bisa melihat kita sebagai pengamat. Dengan memahami tentang ruang
dimensional ini, kita bisa memahami mengapa malaikat dan Tuhan tidak bisa kita
lihat.
Mengapa Tuhan
Tidak Bisa Kita Lihat?
Allah
SWT. Berfirman:
“Dan
tatkala Musa datang untuk pada waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah
berfirman kepadanya, berkatalah Musa, Yaa Tuhanku, tampakkanlah kepadaku agar
aku melihat kepada Engkau, Tuhan berfirman, kamu sekali-kali tidak sanggup
melihatku, tapi lihatlah ke bukit itu maka jika ia tetap di tempatnya niscaya
kamu dapat melihatKu. Tatkala Tuhannya menampakkan diri kepada gunung itu, dijadikanNya
gunung itu hancur luluh dan Musa-pun jatuh pingsan. Maka setelah Musa sadar
kembali dia berkata: Maha suci Engkau, aku bertaubat kepada Engkau dan aku
orang yang pertama-tama beriman.(al Qur’an Surah Al-A’raaf: 143)
Jika
kita percaya dan menyakini bahwa alam semesta ini adalah ciptaan Tuhan bukan
lahir dari keabadian, maka kesepuluh dimensi yang membentuk alam semesta
dijalankan oleh Tuhan. Karena Dia yang telah menciptakan Dimensi Ruang dan Dimensi
Waktu di alam semesta ini. Kita yang berada di ruang dimensi 3 dan waktu, tidak
akan mampu melihat segala sesuatu yang berada di ruang dimensi 4 sampai dengan
10, kecuali jika ada makhluk dari dimensi lain yang masuk ke dalam dimensi
kita. Apalagi melihat yang menjalankan dan menciptakan dimensi-dimensi ruang
dan waktu tersebut, yaitu Tuhan. Tuhan tidak butuh dimensi untuk memempatkan di
mana diriNya, karena Dia ada sebelum dimensi ruang dan waktu tercipta dan Tuhan
Kuasa untuk melihat seluruh makhluknya tanpa terkecuali.
Dalam
surat Al-An’aam ayat 103 Allah SWT. Berfirman: “Dia tidak dapat dicapai oleh
penglihatan mata, sedangkan Dia dapat melihat segala yang kelihatan dan Dia
yang Maha halus lagi Maha mengetahui.”
Bagaimana dengan
Malaikat?
Malaikat
tidak bisa kita lihat karena Mereka berdimensi lebih tinggi dari pada kita,
walaupun kita tidak tahu persis di dimensi berapakah mereka. Disebutkan dalam
sebuah hadits, dari riwayat Abu Hurairah, katanya: Rasulullah shollallahu
‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya Allah itu mempunyai malaikat yang
menyebar di jalan untuk mencari kumpulan orang-orang yang ahli berzikir.
Jikalau mereka menemukan sekelompok kaum yang berzikir kepada Allah, lalu
mereka berseru: “Marilah, di sini dapat terpenuhi hajatmu semua.” Mereka itu
mengibas-ngibas sayap-sayap mereka sehingga datang di langit dunia.”
Pada
saat kita berzdikir bersama-sama dalam suatu majlis zdikir, pernahkah kita
bersenggolan dengan para malaikat?, atau bertemu dengannya di jalan saat kita
berangkat ke majlis zdikir? Padahal kita yakin bahwa malaikat hadir di situ.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar