Rabu, 28 Mei 2014

Fisika dan Tuhan


Seorang astronot dan seorang ahli bedah otak pernah berdiskusi tentang agama, ahli bedah itu seorang Kristen dan seorang astronot tersebut adalah orang yang tidak beragama. Sang astronot pun berkata: “Saya pergi keluar angkasa berkali-kali tapi tidak pernah melihat Tuhan dan Malaikat”. Mendengar perkataan seperti itu sang ahli bedah otak pun berkata: “Dan aku mengoperasi banyak otak cemerlang, namun aku tidak pernah menemukan satu pikiran pun.”

Dari perkataan sang ahli bedah otak itu menunjukkan bahwa bukan berarti pikiran itu tidak ada walaupun setiap waktu manusia menggunakan pikirannya, meski tak pernah sekali pun kita melihat wujud dari pikiran itu sendiri, pikiran bukanlah materi yang terlihat. Andaikata pikiran adalah materi, maka pikiran itu bisa dipecah-pecah menjadi bagian-bagian yang paling kecil seperti layaknya benda atau zat. Pisau yang bagaimana yang dapat memecah pikiran kita? Tidak ada tentunya. Begitu juga dengan perkataan sang astronot itu tidak membuktikan kalau Tuhan dan Malaikat tidak ada melainkan tidak terlihat karena bukan materi. Sejauh apapun Astronot menjelajahi ruang angkasa, pasti tidak akan pernah menemukan malaikat apalagi Tuhan.

Sekarang Bagaimana Sains Memahami Ini?

Dalam dunia fisika kita mengenal adanya dimensi ekstra, menurut fisika partikel setidaknya ada sepuluh dimensi ruang dan demensi waktu yang ada dalam penciptaan alam semesta. Jika ruang yang kita tempati ini adalah ruang material tempat planet-planet dan galaksi-galaksi, maka dimensi di luar dimensi kita adalah ruang immaterial. Tiga dimensi ruang dan waktu yang kita tempati saat ini, sehingga kita bisa melihat benda-benda yang berada di dimensi kita. Sedangkan enam dimensi lainnya ada di alam semesta sebagai dimensi yang sangat kompak yang membungkus dimensi kita.

Ruang 3 dimensi dibungkus oleh ruang 4 dimensi, anggap saja ini adalah lapisan pertama

Ruang 4 dimensi dibungkus oleh ruang 5 dimensi, anggap saja ini adalah lapisan kedua

Ruang 5 dimensi dibungkus oleh ruang 6 dimensi, anggap saja ini adalah lapisan ketiga

Ruang 6 dimensi dibungkus oleh ruang 7 dimensi, anggap saja ini adalah lapisan keempat

Ruang 7 dimensi dibungkus oleh ruang 8 dimensi, anggap saja ini adalah lapisan kelima

Ruang 8 dimensi dibungkus oleh ruang 9 dimensi, anggap saja ini adalah lapisan keenam

Ruang 9 dimensi dibungkus oleh ruang 10 dimensi, anggap saja ini adalah lapisan ketujuh

Makhluk di ruang dimensi 3 tidak akan bisa melihat makhluk yang ada di ruang dimensi 4, tetapi ini tidak berlaku sebaliknya, sedangkan makhluk di ruang dimensi 4 bisa melihat makhluk di ruang dimensi 3, begitu seterusnya, yang pada dasarnya makhluk di suatu dimensi tidak akan mampu melihat makhluk yang berada di dimensi yang lebih tinggi, sedangkan makhluk di dimensi yang lebih tinggi akan mampu melihat makhluk yang berada di dimensi lebih rendah. Dengan demikian misalnya ada makhluk di ruang dimensi 5, maka dia bisa melihat makhluk di ruang dimensi 4 dan 3. Dan seterusnya.

Untuk Mempermudah Memahaminya Dapat Kita Uraikan Seperti Ini:

Bayangkan kita sebagai pengamat alam semesta yang di dalamnya hanya berisi dua dimensi ruang (katakanlah x dan y), sehingga perlu satu dimensi lagi (katakanlah z) dari pada makhluk-makhluk yang hidup di dalamnya di dua alam dimensional ini. Katakanlah Budi memandang Ali, maka Budi hanya melihat satu sisi Ali dalam satu waktu (bagian depan, bagian belakang, samping kiri ataukah samping kanan) tergantung di mana posisi Budi, yang bentuknya hanya bidang, Budi tidak akan mampu melihat Ali secara utuh dalam satu waktu. Untuk mengetahui Ali secara utuh maka Budi harus mengelilingi Tubuh Ali, sehingga gambaran tubuh Ali secara utuh hanya ada pada pikiran Budi. Meskipun demikian, sebagai pengamat, dari dunia tiga dimensional kita bisa melihat Budi dan Ali secara keseluruhan. Andai Budi atau Ali bersembunyi di dalam kamar, maka kita sebagai pengamat masih bisa melihatnya karena dinding temboknya tidak meluas ke dimensi kita, tetapi mereka tidak bisa melihat kita sebagai pengamat. Dengan memahami tentang ruang dimensional ini, kita bisa memahami mengapa malaikat dan Tuhan tidak bisa kita lihat.

Mengapa Tuhan Tidak Bisa Kita Lihat?

Allah SWT. Berfirman:

“Dan tatkala Musa datang untuk pada waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman kepadanya, berkatalah Musa, Yaa Tuhanku, tampakkanlah kepadaku agar aku melihat kepada Engkau, Tuhan berfirman, kamu sekali-kali tidak sanggup melihatku, tapi lihatlah ke bukit itu maka jika ia tetap di tempatnya niscaya kamu dapat melihatKu. Tatkala Tuhannya menampakkan diri kepada gunung itu, dijadikanNya gunung itu hancur luluh dan Musa-pun jatuh pingsan. Maka setelah Musa sadar kembali dia berkata: Maha suci Engkau, aku bertaubat kepada Engkau dan aku orang yang pertama-tama beriman.(al Qur’an Surah Al-A’raaf: 143)

Jika kita percaya dan menyakini bahwa alam semesta ini adalah ciptaan Tuhan bukan lahir dari keabadian, maka kesepuluh dimensi yang membentuk alam semesta dijalankan oleh Tuhan. Karena Dia yang telah menciptakan Dimensi Ruang dan Dimensi Waktu di alam semesta ini. Kita yang berada di ruang dimensi 3 dan waktu, tidak akan mampu melihat segala sesuatu yang berada di ruang dimensi 4 sampai dengan 10, kecuali jika ada makhluk dari dimensi lain yang masuk ke dalam dimensi kita. Apalagi melihat yang menjalankan dan menciptakan dimensi-dimensi ruang dan waktu tersebut, yaitu Tuhan. Tuhan tidak butuh dimensi untuk memempatkan di mana diriNya, karena Dia ada sebelum dimensi ruang dan waktu tercipta dan Tuhan Kuasa untuk melihat seluruh makhluknya tanpa terkecuali.

Dalam surat Al-An’aam ayat 103 Allah SWT. Berfirman: “Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedangkan Dia dapat melihat segala yang kelihatan dan Dia yang Maha halus lagi Maha mengetahui.”

Bagaimana dengan Malaikat?

Malaikat tidak bisa kita lihat karena Mereka berdimensi lebih tinggi dari pada kita, walaupun kita tidak tahu persis di dimensi berapakah mereka. Disebutkan dalam sebuah hadits, dari riwayat Abu Hurairah, katanya: Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya Allah itu mempunyai malaikat yang menyebar di jalan untuk mencari kumpulan orang-orang yang ahli berzikir. Jikalau mereka menemukan sekelompok kaum yang berzikir kepada Allah, lalu mereka berseru: “Marilah, di sini dapat terpenuhi hajatmu semua.” Mereka itu mengibas-ngibas sayap-sayap mereka sehingga datang di langit dunia.”  

Pada saat kita berzdikir bersama-sama dalam suatu majlis zdikir, pernahkah kita bersenggolan dengan para malaikat?, atau bertemu dengannya di jalan saat kita berangkat ke majlis zdikir? Padahal kita yakin bahwa malaikat hadir di situ. 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar