Makalah Kuliah Umum
Salihara | Februari 2011 oleh R Matindas
Pengantar
Kierkegaard tidak
dapat disangkal adalah salah satu tokoh yang dikagumi banyak filsuf. Bahkan ada
filsuf yang secara terbuka mengatakan Kierkegaard adalah empu yang kemampuannya
jauh di atas filsuf-filsuf lainnya. Ludwig Wittgenstein mengatakan bahwa
Kierkegaard adalah filsuf abad 19 yang pikirannya paling mendalam. Meskipun
demikian, paling tidak dalam kesan saya, banyak pikiran Kierkegaard yang
kelihatannya terlepas satu dari lainnya. Hal ini mungkin disebabkan seringnya
Kierkegaard menulis dengan nama samaran, sehingga tentu saja ia tidak bebas
dalam mengaitkan gagasan dalam satu karya (yang ditulis dengan nama samaran
tertentu) dengan karya lain yang ditulis dengan nama samaran yang berbeda.
Tulisan saya ini
adalah upaya mengintergrasikan pikiran-pikirannya ke dalam suatu kerangka
pikiran yang memungkinkan setiap gagasan itu dikaitkan satu dengan lainnya. Untuk
kepentingan itu, saya menggunakan suatu kerangka pemikiran yang dinamai
Analisis SaHaBaT.
Kata SaHaBaT memang
sengaja ditulis dengan cara yang tidak lazim. Tujuannya adalah untuk
mengingatkan bahwa kata ini merupakan singkatan dari Sasaran, Hambatan, Bantuan
dan Tindakan. Dengan demikian, mengalisis SaHaBaT Kierkegaard adalah mencoba
memahami Sasaran yang ingin ia capai, Hambatan-hambatan yang ia temui,
Bantuan-bantuan yang dapat ia manfaatkan,
serta akhirnya Tindakan yang ia lakukan.
Dalam upaya
menganalisis SaHaBaT Kierkegaard, saya terutama mengacu pada riwayat hidup
Kierkegaard sebagaimana yang ia ungkapkan dalam buku hariannya. Tentu saja saya
tidak pernah membaca buku harian aslinya, yang ditulis dalam bahasa Denmark.
Selain itu, peristiwa-peristiwa sejarah yang terjadi sekitar masa kehidupan
Kierkegaard adalah juga bagian dari data yang dianalisis untuk memahami
Hambatan yang dihadapi dan Bantuan yang diperoleh Kierkegaard dalam
mengusahakan sasarannya. Ada beberapa hal yang saya jadikan bahan dasar
analisis. Di samping kedua hal tersebut, beberapa bagian dari analisis
dilakukan dengan menyadari bahwa Kierkegaard sangat sering menulis dengan menggunakan
nama samaran.
Agar jalan pikiran
penulis dalam merumuskan SaHaBaT Kierkegaard dapat diikuti pembaca, naskah ini akan diawali
dengan penjelasan singkat tentang paradigma SaHaBaT dan dilanjutkan dengan
paparan mengenai riwayat hidup Kierkegaard serta peristiwa-peristiwa penting di
jamannya. Setelah itu barulah diajukan uraian mengenai Sasaran, Hambatan,
Bantuan dan Tindakan Kierkegaard. Khusus mengenai Tindakan Kierkegaard yang
diulas bukanlah perbuatan sehari-hari, melainkan pikiran/gagasan yang ia
kemukakan.
Sekilas Tentang Analisis SaHaBaT
Analisis SaHaBaT adalah
sebuah pendekatan yang sering saya gunakan untuk memahami ‘perilaku’ individu,
komunitas maupun organisasi. Ketiga entitas ini tidak bisa disamakan dengani
benda mati atau benda yang identitasnya bersifat statis. Contoh benda
beridentitas statis adalah meja, kursi atau kalkulator. Di lain pihak manusia
dan organisasi dan juga pemikiran adalah contoh dari hal-hal yang terus berubah
tetapi tidak berganti. Berubah tapi tidak berganti mengandung pengertian bahwa
walaupun entitas yang bersangkutan tidak persis sama dari waktu ke waktu, namun
kita yakin ada sesuatu yang menetap padanya. Contoh sederhana adalah seorang
yang bernama Don Telmi, yang memiliki tampilan maupun perbuatan yang sangat
berbeda pada saat bayi, remaja dan dewasa. Meskipun demikian, orang-orang tetap
percaya bahwa dia adalah Don Telmi. Perubahan yang terjadi pada manusia maupun organisasi
dapat dilihat sebagai perkembangandan juga pengembangan diri.
Perkembangan mengacu
pada perubahan yang terutama dipengaruhi oleh kekuatan dari luar dan
pengembangan adalah perubahan yang diusahakan oleh orang atau organisasi yang
bersangkutan. Dengan kata lain, paradigma Analisis SaHaBaT mengakui bahwa
manusia dan organisasi memiliki kehendak dan berupaya memujudkan kehendak itu.
Kehendak ini diproyeksikan menjadi sebuah sasaran yang ingin dicapai baik dalam
jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Perlu untuk diingatkan bahwa pada
tiap-tiap saat, individu maupun organisasi bisa saja memiliki lebih dari satu
sasaran, dan ada kemungkinan sasaran-sasaran itu tidak sejalan satu dengan
lainnya. Oleh karena itu upaya mengenali sasaran utama seseorang harus
dilakukan dengan mencari persamaan yang ada dalam berbagai sasaran yang
berbeda-beda.Tujuan atau sasaran yang ingin dicapai seseorang biasanya akan
dirintangi oleh sejumlah Hambatan dan dimudahkan oleh adanya Bantuan.
Baik BANTUAN maupun
HAMBATAN dapat bersifat internal, maupun yang bersifat eksternal. Hambatan dan
Bantuan yang bersifat eksternal adalah keadaan lingkungan tempat yang
bersangkutan berkembang dan mencakup hal-hal yang bersifat fisik. Di lain pihak
Hambatan dan Bantuan yang bersifat internal adalah segala sesuatu yang melekat sebagai
ciri kepribadian orang yang bersangkutan.
Demi pencapaian tujuan, maka dengan mempertimbangkan hambatan dan bantuan,
orang atau organisasi yang bersangkutan harus melakukan sejumlah TINDAKAN.
Istilah Tindakan mencakup semua hal yang dilakukan seseorang baik yang bersifat
overt (perbuatan yang tampak dari luar) maupun yang bersifat covert (pikiran,
perencanaan dan juga perasaan).
Sekali lagi, dalam
menganalisis SaHaBaT Kierkegaard, yang diuraikan sebagai tindakannya adalah gagasan-gagasan
yang ia kemukakan.
Riwayat Hidup Kierkegaard
Kierkegaard yang
bernama lengkap Søren Aabye Kierkegaard lahir di Kopenhagen (Denmark) pada
tanggal 5 Mei 1813. Ayahnya adalah seorang pendeta yang tampilsaleh dan
tergolong sebagai orang yang kaya. Dengan ayahnya, Kierkegaard mempunyai
hubungan yang sangat dekat. Mereka sering bermain dan melalui permainan ini
Kierkegaard mengaku mendapat modal yang kuat dalam mengembangkan imajinasinya.
Kierkegaard sangat menghormati ayahnya walaupun juga kecewa karena ternyata
ayahnya telah berhubungan seks dengan ibunya sebelum mereka menikah.
Masa kehidupan
Kiekegaard adalah masa ketika hampir seluruh orang di Eropa beragama Kristen.
Orang menjadi Kristen terutama karena mengikuti arus. Mereka terlahir dalam
keluarga Kristen dan di sekolah juga mendapat pelajaran mengenai aturan-aturan
Kristen. Mereka menganut agama Kristen tanpa membuat keputusan yang didahului
oleh pertimbangan yang matang. Maka masyarakat melakukan ritual agama tanpa
secara kritis mempertanyakan
kebenarannya.
Gereja Negara Denmark
memiliki kedudukan yang sangat berpengaruh di dalam masyarakatnya. Posisi
Gereja Negara Denmark ini sedikit berbeda dengan kondisi di Inggris maupun
Prancis yang telah mengalami revolusi. Revolusi di Inggris sekitar 150 tahun
sebelum kelahiran Kierkegaard telah mengakibat berakhirnya hak-hak ilahi para
raja. Hampir seratus tahun kemudian revolusi di Prancis yang juga menghancurkan
sistem monarki serta mengikis privilege yang semula dimiliki kaum bangsawan dan
rohaniwan. Efek domino dari perisitiwa itu mengakibatkan banyak revolusi yang
berlangsung di Eropa Barat pada masa kehidupan Kierkegaard.
Meskipun di beberapa
negara Eropa telah terjadi pembaharuan, namun di Denmark, gereja masih punya
pengaruh yang kuat dan ayah Kierkegaard kebetulan adalah seorang pendeta yang
mendidik anaknya secara keras dalam soal keagamaan. Ayah Kierkegaard bahkan berharap
bahwa Kierkegaard kelak juga akan menjadi pendeta. Kierkegaard memang sempat
mempelajari teologi.Selain pengaruh kekuasaan Gereja, masyarakat ilmiah di
Denmark pada waktu itu juga sangat terpengaruh oleh filsafat dialektika Hegel
yang pada intinya mengatakan
bahwa pengetahuan manusia berasal dari interaksinya dengan hal yang
diketahuinya. (Orang) yang mengetahui akan terpengaruh (oleh pengetahuannya)
sehingga bereaksi dengan cara tertentu dalam menghadapi hal yang diketahui itu.
Reaksi ini akan membawa pengaruh yang mengubah apa yang diketahui, sehingga
keadaan dari (hal) yang diketahui pada saat tertentu bisa saja tidak 100% sama
dengan keadaannya beberapa waktu yang lalu.
Perubahan itu bisa
disadari oleh (orang) yang mengetahui dan selanjutnya akan mungkin menampilkan
reaksi yang berbeda dari reaksi sebelumnya. Proses ini akan berlangsung terus
menerus sebagai sebuah dialektika. Dalam usahanya memahami ajaran Hegelian,
Kierkegaard kemudian merasa bahwa rasionalitas yang mendasari filsafat Hegel
tidak membantunya mencapai kedamaian dengan dirinya sendiri, khususnya ketika
ia dihadapkan pada keragu-raguan mengenai apa yang harus ia putuskan dalam
suatu situasi tertentu. Salah satu situasi/peristiwa penting yang dialami
Kierkegaard adalah kisah cintanya dengan Regina Olsen. Meskipun ia sangat
mencintai Regina, dan sempat bertunangan dengan Regina,
Kierkegaard kemudian memutuskan pertunangan itu tanpa sebuah alasan yang
dipahami orang. Ia hanya menyatakan bahwa ia tidak layak untuk Regina karena ia
memiliki sifat dan masa lalu yang tidak baik.
Sasaran Kierkegard
Usaha memahami
Kierkegaard saya mulai dengan mempertanyakan hal yang sebetulnya ingin dicapai
Kierkegaard. Untuk menjawab pertanyaan ini saya tidak bisa tidak menelusuri
riwayat hidupnya. Saya kemudian menyimpulkan bahwa Kierkegaard sangat ingin
mengatasi konflik batinnya. Ia ingin pembenaran terhadap keputusan moralnya.
Dalam hal ini ia bukan mengharapkan
pembenaran dari orang lain, melainkan pembenaran oleh diri sendiri.
Psikologi mengenal hal
ini sebagai rasionalisasi, yaitu usaha yang dilakukan kesadaran manusia untuk
melindungi dirinya dari perasan bersalah atau perasaan lain yang menimbulkan
ketidaknyamanan. Kebutuhan akan pembenaran oleh diri sendiri bisa dipahami
karena ia berasal dari keluarga Kristen yang punya reputasi. Ayahnya adalah seorang
pendeta sehingga sejak kecil ia telah ”dicekoki” oleh aturan-aturan normatif.
Ia jadi percaya bahwa ia harus begini dan tidak boleh begitu. Ketika ia
melakukan yang berbeda dengan keharusan, kesadarannya menghukum dirinya.
Paling tidak ada dua
kesadaran yang sangat menghukum Kierkegaard. Yang pertama adalah pengetahuannya
bahwa ayahya telah menghamili ibunya, jauh sebelum mereka menikah secara resmi.
Yang kedua adalah ”dosa pribadinya” yang hanya secara samar-samar ia akui,
terutama dalam membuat putusan mengakhiri hubungan pertunangannya dengan
Regina. Kierkegaard memang tidak pernah berterus terang mengenai apa kesalahan
yang pernah ia lakukan sehingga ia merasa tidak layak menikahi Regina, tapi ia
jelas mengatakan ia tidak pantas untuk Regina.
Keyakinan akan ajaran
moral di satu pihak dan kesadaran bahwa ayahnya telah melanggar ajaran moral
itu pasti mengganggu ketenangan Kierkegaard, demikian juga dengan anggapannya
bahwa ia tak layak jadi suami Regina yang sangat ia cintai dan juga membalas
cintanya. Keputusannya untuk mengakhiri hubungan pertunangan dengan Regina
mungkin sekali disebabkan oleh anggapan bahwa ia— sebagai orang yang
berdosa—tidak layak menikahi Regina dan menyeret orang yang dicintainya ke
dalam lembah aib.
Hubungan baik dan
kekaguman pada ayahnya membuat Kierkegaard juga tidak leluasa untuk ’menyerang’
ayahnya. Cintanya kepada ayahnya membuat ia harus dapat mengampuni kesalahan
ayahnya. Bukti bahwa ia berusaha tidak menyakiti ayahnya tampak pada
keputusannya untuk ”menunda” kritik terhadp Gereja Denmark sampai ayahnya
meninggal. Artinya ia hanya mau bicara jujur tentang kritiknya terhadap gereja
kalau ayahnya sudah meninggal.Karena kegelisahan yang mencekam Kierkegaard
adalah konflik batin, ia kemudian—sadar maupun tidak—mencari cara untuk
menyelesaikan konflik batin itu melalui pemikiran yang dapat ia terima.
Pemikiran yang murni rasional ternyata tidak mampu memberikan kedamaian hati
dan karena itu ia kemudian mengembangkan sebuah pemikiran (yang sebetulnya
tetap rasional) untuk menyimpukan perlunya pemahaman tentang manusia sebagai
sesuatu yang memiliki tiga dunia; dunia indrawi, dunia moral dan
dunia religi. Ketiga dunia ini memiliki
cara menilai kebenaran yang berbeda-beda.
Dalam pergulatan
batinnya, Kierkegaard memang terkesan ingin ’berontak’ terhadap otoritas yang
dianggapnya munafik. Kierkegaard jelas berusaha merumuskan sebuah cara berpikir
yang menghasilkan kriteria yang dapat diandalkan untuk menilai benar-tidaknya
sebuah keputusan. Inilah yang saya anggap sebagai Sasaran utama Kierkegaard. Hambatan
yang dihadapi Kierkegaard Untuk menghasilkan sebuah paradigma berpikir yang
baru, Kierkegaard dihadapkan pada kenyataan bahwa main stream pemikiran pada
waktu itu adalah pemikiran Hegel yang berambisi untuk menjadikan filsafat
sebagai sumber segala ilmu. Hal ini
merupakan hambatan karena sadar-atau tidak, cara berpikir seseorang tidak
mungkin dilepaskan dari pengaruh cara berpikir yang diajarkan kepadanya sejak
bayi (ketika belum bisa berpikir).
Hambatan lainnya
adalah rasa hormatnya pada ayahnya sehingga apapun yang akan ia lakukan ia
tidak ingin melukai hati ayah. Ini berkaitan dengan kemungkinan membenarkan
diri (dari kesadaran yang menghukum) dengan mengatakan bahwa ”aturan itu tidak
betul”. Kierkegaard tidak bisa mengatakan bahwa ajaran Kristen salah karena hal
itu akan berseberangan dengan kepentingan ayahnya sebagai seorang pendeta yang
punya reputasi. Bahwa Kierkegaard sebetulnya merasa ada yang salah dalam ajaran
Kristen, belakangan terungkap dalam kritiknya terhadap Gereja. Ia memilih
mengeritik Gereja dan bukan inti ajaran Kristen juga antara lain karena ia
tidak berani menyalahi Tuhan dan ajaran Tuhan yang ia peroleh lewat ayahnya.
Bantuan bagi Kierkegaard
Kierkegaard jelas
terbantu oleh kecerdasan dan kondisi ekonominya. Kedua hal ini merupakan
modalnya dalam bersekolah dan juga dalam menerbitkan karya-karyanya. Selain
kecerdasan dan kondisi ekonominya, Kierkegaard juga terbantu oleh gejolak yang
terjadi pada masanya. Revolusi Ingris (1688) yang mengikis hak ilahi para
rajanya paling tidak memberi inspirasi untuk tidak perlu seratus persen
mempercayai pemimpin yang mengatas namakan Tuhan.
Selanjutnya terjadi
pula revolusi Prancis yang mengakhiri kejayaan monarki. Banyak kerajaan di
Eropa yang telah berusia ratusan tahun mengalami keruntuhan. Ini menunjukkan
bahwa sesuatu yang sudah lama diyakini sebagai ’kebenaran” bisa saja kemudian
diragukan kebenarannya. Perang yang diakhiri dengan kemenangan terhadap
kekuasaan absolut mungkin mengilhami Kierkegaard tentang adanya kebenaran baru.
Selain peristiwa-peristiwa sejarah, Kierkegaard juga terbantu oleh rumusan Kant
mengenai kenyataan (noumena, das ding an sich) dan pemahaman (phenomena). Kant
mengatakan bahwa manusia tidak mungkin mengenali kenyataan yang sejati. Yang
bisa dipahami manusia sebagian dari kenyataan.
Gagasan Kant ini
kemudian diserap Kierkegaard dalam pernyataannya bahwa manusia tidak pernah
bisa mengenali Tuhan, sehingga yang lebih penting adalah berserah diri kepada
Tuhan. Hal lain yang bisa dianggap membantu Kierkegaard adalah pengalaman batin
yang ia miliki. Berbagai peristiwa yang ia tulis dalam catatan hariannya jelas
”memaksa”nya untuk mengembangkan sebuah penalaran-moral yang dapat menenangkan
dirinya. [Bersambung]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar