Minggu, 01 Februari 2015

SaHaBaT Kierkegaard Bagian Pertama



Makalah Kuliah Umum Salihara | Februari 2011 oleh R Matindas

Pengantar

Kierkegaard tidak dapat disangkal adalah salah satu tokoh yang dikagumi banyak filsuf. Bahkan ada filsuf yang secara terbuka mengatakan Kierkegaard adalah empu yang kemampuannya jauh di atas filsuf-filsuf lainnya. Ludwig Wittgenstein mengatakan bahwa Kierkegaard adalah filsuf abad 19 yang pikirannya paling mendalam. Meskipun demikian, paling tidak dalam kesan saya, banyak pikiran Kierkegaard yang kelihatannya terlepas satu dari lainnya. Hal ini mungkin disebabkan seringnya Kierkegaard menulis dengan nama samaran, sehingga tentu saja ia tidak bebas dalam mengaitkan gagasan dalam satu karya (yang ditulis dengan nama samaran tertentu) dengan karya lain yang ditulis dengan nama samaran yang berbeda.

Tulisan saya ini adalah upaya mengintergrasikan pikiran-pikirannya ke dalam suatu kerangka pikiran yang memungkinkan setiap gagasan itu dikaitkan satu dengan lainnya. Untuk kepentingan itu, saya menggunakan suatu kerangka pemikiran yang dinamai Analisis SaHaBaT.

Kata SaHaBaT memang sengaja ditulis dengan cara yang tidak lazim. Tujuannya adalah untuk mengingatkan bahwa kata ini merupakan singkatan dari Sasaran, Hambatan, Bantuan dan Tindakan. Dengan demikian, mengalisis SaHaBaT Kierkegaard adalah mencoba memahami Sasaran yang ingin ia capai, Hambatan-hambatan yang ia temui, Bantuan-bantuan yang dapat ia manfaatkan, serta akhirnya Tindakan yang ia lakukan.

Dalam upaya menganalisis SaHaBaT Kierkegaard, saya terutama mengacu pada riwayat hidup Kierkegaard sebagaimana yang ia ungkapkan dalam buku hariannya. Tentu saja saya tidak pernah membaca buku harian aslinya, yang ditulis dalam bahasa Denmark. Selain itu, peristiwa-peristiwa sejarah yang terjadi sekitar masa kehidupan Kierkegaard adalah juga bagian dari data yang dianalisis untuk memahami Hambatan yang dihadapi dan Bantuan yang diperoleh Kierkegaard dalam mengusahakan sasarannya. Ada beberapa hal yang saya jadikan bahan dasar analisis. Di samping kedua hal tersebut, beberapa bagian dari analisis dilakukan dengan menyadari bahwa Kierkegaard sangat sering menulis dengan menggunakan nama samaran.

Agar jalan pikiran penulis dalam merumuskan SaHaBaT Kierkegaard dapat  diikuti pembaca, naskah ini akan diawali dengan penjelasan singkat tentang paradigma SaHaBaT dan dilanjutkan dengan paparan mengenai riwayat hidup Kierkegaard serta peristiwa-peristiwa penting di jamannya. Setelah itu barulah diajukan uraian mengenai Sasaran, Hambatan, Bantuan dan Tindakan Kierkegaard. Khusus mengenai Tindakan Kierkegaard yang diulas bukanlah perbuatan sehari-hari, melainkan pikiran/gagasan yang ia kemukakan.

Sekilas Tentang Analisis SaHaBaT

Analisis SaHaBaT adalah sebuah pendekatan yang sering saya gunakan untuk memahami ‘perilaku’ individu, komunitas maupun organisasi. Ketiga entitas ini tidak bisa disamakan dengani benda mati atau benda yang identitasnya bersifat statis. Contoh benda beridentitas statis adalah meja, kursi atau kalkulator. Di lain pihak manusia dan organisasi dan juga pemikiran adalah contoh dari hal-hal yang terus berubah tetapi tidak berganti. Berubah tapi tidak berganti mengandung pengertian bahwa walaupun entitas yang bersangkutan tidak persis sama dari waktu ke waktu, namun kita yakin ada sesuatu yang menetap padanya. Contoh sederhana adalah seorang yang bernama Don Telmi, yang memiliki tampilan maupun perbuatan yang sangat berbeda pada saat bayi, remaja dan dewasa. Meskipun demikian, orang-orang tetap percaya bahwa dia adalah Don Telmi. Perubahan yang terjadi pada manusia maupun organisasi dapat dilihat sebagai perkembangandan juga pengembangan diri.  

Perkembangan mengacu pada perubahan yang terutama dipengaruhi oleh kekuatan dari luar dan pengembangan adalah perubahan yang diusahakan oleh orang atau organisasi yang bersangkutan. Dengan kata lain, paradigma Analisis SaHaBaT mengakui bahwa manusia dan organisasi memiliki kehendak dan berupaya memujudkan kehendak itu. Kehendak ini diproyeksikan menjadi sebuah sasaran yang ingin dicapai baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Perlu untuk diingatkan bahwa pada tiap-tiap saat, individu maupun organisasi bisa saja memiliki lebih dari satu sasaran, dan ada kemungkinan sasaran-sasaran itu tidak sejalan satu dengan lainnya. Oleh karena itu upaya mengenali sasaran utama seseorang harus dilakukan dengan mencari persamaan yang ada dalam berbagai sasaran yang berbeda-beda.Tujuan atau sasaran yang ingin dicapai seseorang biasanya akan dirintangi oleh sejumlah Hambatan dan dimudahkan oleh adanya Bantuan.

Baik BANTUAN maupun HAMBATAN dapat bersifat internal, maupun yang bersifat eksternal. Hambatan dan Bantuan yang bersifat eksternal adalah keadaan lingkungan tempat yang bersangkutan berkembang dan mencakup hal-hal yang bersifat fisik. Di lain pihak Hambatan dan Bantuan yang bersifat internal adalah segala sesuatu yang melekat sebagai ciri kepribadian orang yang  bersangkutan. Demi pencapaian tujuan, maka dengan mempertimbangkan hambatan dan bantuan, orang atau organisasi yang bersangkutan harus melakukan sejumlah TINDAKAN. Istilah Tindakan mencakup semua hal yang dilakukan seseorang baik yang bersifat overt (perbuatan yang tampak dari luar) maupun yang bersifat covert (pikiran, perencanaan dan juga perasaan).

Sekali lagi, dalam menganalisis SaHaBaT Kierkegaard, yang diuraikan  sebagai tindakannya adalah gagasan-gagasan yang ia kemukakan.

Riwayat Hidup Kierkegaard

Kierkegaard yang bernama lengkap Søren Aabye Kierkegaard lahir di Kopenhagen (Denmark) pada tanggal 5 Mei 1813. Ayahnya adalah seorang pendeta yang tampilsaleh dan tergolong sebagai orang yang kaya. Dengan ayahnya, Kierkegaard mempunyai hubungan yang sangat dekat. Mereka sering bermain dan melalui permainan ini Kierkegaard mengaku mendapat modal yang kuat dalam mengembangkan imajinasinya. Kierkegaard sangat menghormati ayahnya walaupun juga kecewa karena ternyata ayahnya telah berhubungan seks dengan ibunya sebelum mereka menikah.

Masa kehidupan Kiekegaard adalah masa ketika hampir seluruh orang di Eropa beragama Kristen. Orang menjadi Kristen terutama karena mengikuti arus. Mereka terlahir dalam keluarga Kristen dan di sekolah juga mendapat pelajaran mengenai aturan-aturan Kristen. Mereka menganut agama Kristen tanpa membuat keputusan yang didahului oleh pertimbangan yang matang. Maka masyarakat melakukan ritual agama tanpa secara kritis mempertanyakan kebenarannya.

Gereja Negara Denmark memiliki kedudukan yang sangat berpengaruh di dalam masyarakatnya. Posisi Gereja Negara Denmark ini sedikit berbeda dengan kondisi di Inggris maupun Prancis yang telah mengalami revolusi. Revolusi di Inggris sekitar 150 tahun sebelum kelahiran Kierkegaard telah mengakibat berakhirnya hak-hak ilahi para raja. Hampir seratus tahun kemudian revolusi di Prancis yang juga menghancurkan sistem monarki serta mengikis privilege yang semula dimiliki kaum bangsawan dan rohaniwan. Efek domino dari perisitiwa itu mengakibatkan banyak revolusi yang berlangsung di Eropa Barat pada masa kehidupan Kierkegaard.

Meskipun di beberapa negara Eropa telah terjadi pembaharuan, namun di Denmark, gereja masih punya pengaruh yang kuat dan ayah Kierkegaard kebetulan adalah seorang pendeta yang mendidik anaknya secara keras dalam soal keagamaan. Ayah Kierkegaard bahkan berharap bahwa Kierkegaard kelak juga akan menjadi pendeta. Kierkegaard memang sempat mempelajari teologi.Selain pengaruh kekuasaan Gereja, masyarakat ilmiah di Denmark pada waktu itu juga sangat terpengaruh oleh filsafat dialektika Hegel yang pada intinya mengatakan bahwa pengetahuan manusia berasal dari interaksinya dengan hal yang diketahuinya. (Orang) yang mengetahui akan terpengaruh (oleh pengetahuannya) sehingga bereaksi dengan cara tertentu dalam menghadapi hal yang diketahui itu. Reaksi ini akan membawa pengaruh yang mengubah apa yang diketahui, sehingga keadaan dari (hal) yang diketahui pada saat tertentu bisa saja tidak 100% sama dengan keadaannya beberapa waktu yang lalu.

Perubahan itu bisa disadari oleh (orang) yang mengetahui dan selanjutnya akan mungkin menampilkan reaksi yang berbeda dari reaksi sebelumnya. Proses ini akan berlangsung terus menerus sebagai sebuah dialektika. Dalam usahanya memahami ajaran Hegelian, Kierkegaard kemudian merasa bahwa rasionalitas yang mendasari filsafat Hegel tidak membantunya mencapai kedamaian dengan dirinya sendiri, khususnya ketika ia dihadapkan pada keragu-raguan mengenai apa yang harus ia putuskan dalam suatu situasi tertentu. Salah satu situasi/peristiwa penting yang dialami Kierkegaard adalah kisah cintanya dengan Regina Olsen. Meskipun ia sangat mencintai Regina, dan sempat bertunangan dengan Regina, Kierkegaard kemudian memutuskan pertunangan itu tanpa sebuah alasan yang dipahami orang. Ia hanya menyatakan bahwa ia tidak layak untuk Regina karena ia memiliki sifat dan masa lalu yang tidak baik.

Sasaran Kierkegard

Usaha memahami Kierkegaard saya mulai dengan mempertanyakan hal yang sebetulnya ingin dicapai Kierkegaard. Untuk menjawab pertanyaan ini saya tidak bisa tidak menelusuri riwayat hidupnya. Saya kemudian menyimpulkan bahwa Kierkegaard sangat ingin mengatasi konflik batinnya. Ia ingin pembenaran terhadap keputusan moralnya. Dalam hal ini ia bukan mengharapkan pembenaran dari orang lain, melainkan pembenaran oleh diri sendiri.

Psikologi mengenal hal ini sebagai rasionalisasi, yaitu usaha yang dilakukan kesadaran manusia untuk melindungi dirinya dari perasan bersalah atau perasaan lain yang menimbulkan ketidaknyamanan. Kebutuhan akan pembenaran oleh diri sendiri bisa dipahami karena ia berasal dari keluarga Kristen yang punya reputasi. Ayahnya adalah seorang pendeta sehingga sejak kecil ia telah ”dicekoki” oleh aturan-aturan normatif. Ia jadi percaya bahwa ia harus begini dan tidak boleh begitu. Ketika ia melakukan yang berbeda dengan keharusan, kesadarannya menghukum dirinya.  

Paling tidak ada dua kesadaran yang sangat menghukum Kierkegaard. Yang pertama adalah pengetahuannya bahwa ayahya telah menghamili ibunya, jauh sebelum mereka menikah secara resmi. Yang kedua adalah ”dosa pribadinya” yang hanya secara samar-samar ia akui, terutama dalam membuat putusan mengakhiri hubungan pertunangannya dengan Regina. Kierkegaard memang tidak pernah berterus terang mengenai apa kesalahan yang pernah ia lakukan sehingga ia merasa tidak layak menikahi Regina, tapi ia jelas mengatakan ia tidak pantas untuk Regina.

Keyakinan akan ajaran moral di satu pihak dan kesadaran bahwa ayahnya telah melanggar ajaran moral itu pasti mengganggu ketenangan Kierkegaard, demikian juga dengan anggapannya bahwa ia tak layak jadi suami Regina yang sangat ia cintai dan juga membalas cintanya. Keputusannya untuk mengakhiri hubungan pertunangan dengan Regina mungkin sekali disebabkan oleh anggapan bahwa ia— sebagai orang yang berdosa—tidak layak menikahi Regina dan menyeret orang yang dicintainya ke dalam lembah aib.

Hubungan baik dan kekaguman pada ayahnya membuat Kierkegaard juga tidak leluasa untuk ’menyerang’ ayahnya. Cintanya kepada ayahnya membuat ia harus dapat mengampuni kesalahan ayahnya. Bukti bahwa ia berusaha tidak menyakiti ayahnya tampak pada keputusannya untuk ”menunda” kritik terhadp Gereja Denmark sampai ayahnya meninggal. Artinya ia hanya mau bicara jujur tentang kritiknya terhadap gereja kalau ayahnya sudah meninggal.Karena kegelisahan yang mencekam Kierkegaard adalah konflik batin, ia kemudian—sadar maupun tidak—mencari cara untuk menyelesaikan konflik batin itu melalui pemikiran yang dapat ia terima. Pemikiran yang murni rasional ternyata tidak mampu memberikan kedamaian hati dan karena itu ia kemudian mengembangkan sebuah pemikiran (yang sebetulnya tetap rasional) untuk menyimpukan perlunya pemahaman tentang manusia sebagai sesuatu yang memiliki tiga dunia; dunia indrawi, dunia moral dan dunia religi. Ketiga dunia ini  memiliki cara menilai kebenaran yang berbeda-beda.

Dalam pergulatan batinnya, Kierkegaard memang terkesan ingin ’berontak’ terhadap otoritas yang dianggapnya munafik. Kierkegaard jelas berusaha merumuskan sebuah cara berpikir yang menghasilkan kriteria yang dapat diandalkan untuk menilai benar-tidaknya sebuah keputusan. Inilah yang saya anggap sebagai Sasaran utama Kierkegaard. Hambatan yang dihadapi Kierkegaard Untuk menghasilkan sebuah paradigma berpikir yang baru, Kierkegaard dihadapkan pada kenyataan bahwa main stream pemikiran pada waktu itu adalah pemikiran Hegel yang berambisi untuk menjadikan filsafat sebagai  sumber segala ilmu. Hal ini merupakan hambatan karena sadar-atau tidak, cara berpikir seseorang tidak mungkin dilepaskan dari pengaruh cara berpikir yang diajarkan kepadanya sejak bayi (ketika belum bisa berpikir).

Hambatan lainnya adalah rasa hormatnya pada ayahnya sehingga apapun yang akan ia lakukan ia tidak ingin melukai hati ayah. Ini berkaitan dengan kemungkinan membenarkan diri (dari kesadaran yang menghukum) dengan mengatakan bahwa ”aturan itu tidak betul”. Kierkegaard tidak bisa mengatakan bahwa ajaran Kristen salah karena hal itu akan berseberangan dengan kepentingan ayahnya sebagai seorang pendeta yang punya reputasi. Bahwa Kierkegaard sebetulnya merasa ada yang salah dalam ajaran Kristen, belakangan terungkap dalam kritiknya terhadap Gereja. Ia memilih mengeritik Gereja dan bukan inti ajaran Kristen juga antara lain karena ia tidak berani menyalahi Tuhan dan ajaran Tuhan yang ia peroleh lewat ayahnya.

Bantuan bagi Kierkegaard

Kierkegaard jelas terbantu oleh kecerdasan dan kondisi ekonominya. Kedua hal ini merupakan modalnya dalam bersekolah dan juga dalam menerbitkan karya-karyanya. Selain kecerdasan dan kondisi ekonominya, Kierkegaard juga terbantu oleh gejolak yang terjadi pada masanya. Revolusi Ingris (1688) yang mengikis hak ilahi para rajanya paling tidak memberi inspirasi untuk tidak perlu seratus persen mempercayai pemimpin yang mengatas namakan Tuhan.

Selanjutnya terjadi pula revolusi Prancis yang mengakhiri kejayaan monarki. Banyak kerajaan di Eropa yang telah berusia ratusan tahun mengalami keruntuhan. Ini menunjukkan bahwa sesuatu yang sudah lama diyakini sebagai ’kebenaran” bisa saja kemudian diragukan kebenarannya. Perang yang diakhiri dengan kemenangan terhadap kekuasaan absolut mungkin mengilhami Kierkegaard tentang adanya kebenaran baru. Selain peristiwa-peristiwa sejarah, Kierkegaard juga terbantu oleh rumusan Kant mengenai kenyataan (noumena, das ding an sich) dan pemahaman (phenomena). Kant mengatakan bahwa manusia tidak mungkin mengenali kenyataan yang sejati. Yang bisa dipahami manusia sebagian dari kenyataan.

Gagasan Kant ini kemudian diserap Kierkegaard dalam pernyataannya bahwa manusia tidak pernah bisa mengenali Tuhan, sehingga yang lebih penting adalah berserah diri kepada Tuhan. Hal lain yang bisa dianggap membantu Kierkegaard adalah pengalaman batin yang ia miliki. Berbagai peristiwa yang ia tulis dalam catatan hariannya jelas ”memaksa”nya untuk mengembangkan sebuah penalaran-moral yang dapat menenangkan dirinya. [Bersambung]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar