Oleh Yunita Fatmawati
Badan Intelijen Rusia, Glavnoye
Razvedovatel’noye Upravlenie (GRU), membuat pernyataan mengejutkan bahwa
Intelijen Amerika Serikat telah melakukan sabotase terhadap pesawat Sukhoi
Superjet SSJ100 sehingga jatuh di Indonesia. Pesawat Sukhoi tersebut dikemudikan
oleh Pilot yang memiliki jam terbang yang tinggi, Aleksander Yablontsev, dan
Co-Pilot Aleksander Kochetkov.
Pada tanggal 9 Mei 2012 lalu, tepat pada hari
kecelakaan pesawat Sukhoi tersebut, sebuah pesawat Amerika USAF C-17 tiba di
Halim Perdanakusuma, dan diparkir di Apron Selatan. Rusia mempertanyakan kenapa
pesawat USAF C-17 tersebut berangkat meninggalkan Halim setelah Pesawat Sukhoi
SSJ 100 menghilang dari radar ATC. Pihak Intelijen Rusia menjelaskan bahwa 20
menit setelah lepas landas, Pilot turun dari 10.000 kaki (3.000 Meter) hingga
6.000 kaki (1.800 Meter). Pesawat mulai berbelok ke kanan dan turun kemudian
menghilang dari layar Radar pada ketinggian 6.200 kaki di daerah pegunungan, 60
Kilometer dari Jakarta.
Badan Intelijen Rusia mengklaim bahwa Amerika
Serikat menggunakan teknologi khusus untuk mengacaukan sinyal pesawat naas
tersebut sehingga menyebabkan kerusakan sistem pada pesawat yang sedang
terbang. Ini adalah murni sabotase Amerika. Selain Amerika Serikat memiliki
teknologi khusus untuk mengacaukan Sinyal Pesawat, mereka juga menyoroti dan
mempertanyakan kehadiran Militer AS di Bandara Halim tepat pada saat pesawat
lepas landas pada tanggal 9 Mei 2012 lalu.
Rusia juga telah memiliki bukti-bukti bahwa
Badan Intelijen AS memiliki akses khusus untuk mengontrol jalur penerbangan
pesawat di Indonesia melalui ATC. Pesawat Sukhoi SSJ-100 tersebut diarahkan
secara otomatis dan ditabrakkan ke Gunung Salak.
Pesawat Sukhoi SSJ100 tersebut tidak lepas
landas dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta, tapi dari Lapangan Terbang
Halim Perdanakusuma. Halim adalah tempat Pasukan Khusus AS melatih pasukan
Indonesia dalam hal taktik Angkatan Udara, serta taktik perang elektronik untuk
mengacaukan sistem navigasi pesawat musuh. Badan Intelijen Rusia membeberkan
bukti-bukti bahwa pelatihan-pelatihan di Halim Perdanakusuma disponsori oleh
Komando Pasifik AS di Hawai.
Menurut para Ahli Penerbangan di Rusia,
pesawat Sukhoi telah memenuhi persyaratan dari maskapai penerbangan di Rusia,
Amerika Serikat, dan Uni Eropa. Pesawat Sukhoi telah memenuhi standard aturan
Penerbangan AP-25, FAR-25, dan JAR-25. Selain itu, Pilot Aleksander Yablontsev
adalah Pilot yang terbaik yang dimiliki Rusia. Kegagalan mesin maupun human
error adalah hal yang mustahil sebagai penyebab kecelakaan tersebut.
Badan Intelijen Rusia merilis bahwa ini bukan
pertama kalinya sabotase Amerika terhadap Rusia. Oktober 2011 lalu, AS
melakukan sabotase sehingga hilangnya pesawat penyelidikan Antariksa Rusia.
Begitu juga dengan kecelakaan pesawat buatan Rusia, Tu-144, pada saat demo
terbang. Ketika itu tiba-tiba TU-144 terhenti pada ketinggian 4.000 kaki dan
kemudian menukik jatuh, terbakar dan meledak. Enam Kru Rusia dan delapan
Wartawan Perancis meninggal. Tiga anak kecil yang bermain di depan rumahnya tewas
seketika tersambar potongan puing Tu-144, enam puluh orang luka berat dan 15
rumah hancur total.
Tahun lalu seorang ilmuwan Rusia dibunuh
secara misterius melalui kecelakaan pesawat. Pada malam hari tanggal 20 Juni
2011 lalu, sebuah pesawat Jet Rusia Tupolev-134 dengan 43 penumpang dan Kru
pesawat berangkat dari Moskow ke Petrozavodsk, sekitar 950 Km ke arah utara.
Pesawat Tupolev-134 tersebut kehilangan kendali di ketinggian dan jatuh ke
jalan raya di Republik Utara Karelia. Ilmuwan Reaktor Nuklir Rusia, Sergei
Ryzhov, yang ikut dalam penerbangan itu tewas seketika.
Badan Intelijen Rusia menjelaskan bahwa pada
tahun 1982, Presiden AS Ronald Reagan secara rahasia menyetujui rencana CIA
untuk menyabotase sistem Airlines Uni Soviet melalui teknologi rahasia yang
berisi perangkat lunak. Defense Advanced Research Projects Agency (DARPA)
adalah sebuah Lembaga di Departemen Pertahanan Amerika yang dibentuk untuk
mengemban tugas khusus pengembangan teknologi sabotase sistem navigasi Avionics
Electronic pesawat.
Perlu diketahui bahwa salah satu persyaratan
pesawat untuk mendapatkan Lisensi terbang di Eropa dan Amerika adalah wajib
memiliki Avionics Electronic. Ini adalah suatu persyaratan yang wajib ditaati
pesawat-pesawat Komersil. Pesawat Sukhoi SSJ100 juga memasang Avionics
Electronic di pesawat-pesawat mereka karena Sukhoi tidak akan mendapatkan
Sertifikat Keamanan Amerika dan Eropa jika pesawat-pesawat Sukhoi tidak
memiliki sistem navigasi Avionics Electronic di pesawat-pesawat mereka.
Tekhnologi Avionics Electronic ini
memungkinkan bagi Pentagon untuk mengambil alih Remote setiap pesawat yang
menggunakannya dan dapat mengarahkan pesawat ke arah manapun. Mereka dapat
memecahkan kode, mengunci, memotong jalur komunikasi, serta menonaktifkan
peralatan digital dalam pesawat dengan menggunakan sinyal gelombang mikro dari
satelit.
Badan Intelijen Rusia menjelaskan bahwa
pesawat Polandia yang jatuh di Smolensk juga memiliki sistem navigasi Avionics
Electronic ini. Rusia mengetahui bahwa kecelakaan pesawat Polandia tersebut
adalah murni kepentingan Amerika untuk mengadu domba Rusia dan Polandia. Iran
juga memiliki teknologi yang sama dengan Amerika Serikat. Baru-baru ini Iran
mendaratkan pesawat mata-mata tanpa awak milik Amerika yang melintasi wilayah
Iran. Kejadian ini membuat Amerika marah dan merasa mendapatkan saingan terberat.
Badan Intelijen Rusia mengklaim bahwa masuknya
pasar Sukhoi ke Indonesia adalah ancaman besar bagi bisnis Boeing karena harga
pesawat Sukhoi SSJ100 sepertiga lebih murah dari Boeing. Selain harganya lebih
murah, pesawat Sukhoi juga lebih bersih, Interiornya lebih nyaman, dan mesinnya
lebih halus daripada pesawat Boeing. Dalam kunjungannya ke Indonesia, Presiden
Obama menandatangani kesepakatan dengan Lion Air untuk pembelian 230 pesawat
Boeing dengan jaminan pinjaman Bank sebesar US$ 22,000,000,000,-.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar