Konferensi di Bali, Indonesia
Sebanyak 189 negara
anggota PBB yang konsen terhadap lingkungan hidup sepakat mengadakan konferensi
internasional mengenai perubahan iklim di Bali 3 - 14 Desember 2007. Pada
pertemuan di Bali ini, dihasilkan beberapa kesepakatan yang dikenal dengan nama
Bali Road Map, yang isinya sebagai berikut:
[1] Adaptasi
Negara peserta konfrensi
sepakat membiayai proyek adaptasi di negara-negara berkembang yang ditanggung
melalui Clean Development Mechanism (CDM) yang ditetapkan Protokol
Kyoto. Proyek ini dilaksanakan oleh Global Environment Facility (GEF).
Kesepakatan ini memastikan
dana adaptasi akan operasional pada tahap awal periode komitmen pertama
Protokol Kyoto (2008-2012) sebesar 37 juta euro.
[2] Teknologi
Negara peserta konfrensi
sepakat untuk memulai program strategis untuk alih-teknologi mitigasi dan
adaptasi yang dibutuhkan negara-negara berkembang. Tujuan program ini adalah
memberikan contoh proyek yang konkret, menciptakan lingkungan investasi yang menarik,
termasuk memberikan insentif untuk sector swasta yang melakukan alih-teknologi.
[3] REDD
Reducing Emissions from
Deforestation in Developing Countries
(REDD) merupakan isu utama dalam Bali Summit. Semua
negara menyepakati bahwa langkah nyata dalam mereduksi emisi dari deforestasi
dan degradasi hutan merupakan kepentingan mendesak. Program kerja telah
ditetapkan dan difokuskan pada, misalnya, kajian perubahan tutupan lahan dan
emisi GRK, metode untuk mendemonstrasikan pengurangan emisi dari deforestasi.
Persetujuan dilakukannya demonstration activities degradasi,
deforestrasi dan pengelolaan hutan yang berkelanjutan dimasukkan dalam
mekanisme REDD National dan Sub-National baselines.
[4] IPCC
Peserta sepakat untuk
mengakui Laporan Assesment Keempat dari The Intergovermental Panel on
Climate Change (IPCC) sebagai assessment yang paling komprehensif dan
otoritatif.
[5] CDM
Peserta sepakat untuk menggandakan
batas ukuran proyek penghutanan kembali menjadi 16 kiloton CO2 per
tahun. Peningkatan ini akan mengembangkan angka dalam jangkauan wilayah negara
CDM ke negara yang sebelumnya tak bisa mengikut mekanisme ini.
[6] Negara Miskin
Peserta sepakat
memperpanjang The Least Developed Countries (LDCs) Expert Group.
Grup ini menyediakan saran kritis untuk negara miskin dalam menentukan
kebutuhan adaptasi. UNFCCC sepakat negara-negara miskin harus didukung karena
kapasitas adaptasinya yang rendah. Sedangkan
keputusan yang belum disahkan diantaranya: pembatasan peningkatan suhu global 2
derajat celsius dibanding tingkat praindustri pada 2050.
Konferensi di Copenhagen, Denmark
Konferensi Perubahan Iklim
2009 (UN Climate ChangeConference 2009) atau biasa
disebut COP 15 yang merupakan KTT internasional mengenai perubahan iklim yang diselenggarakan
di Copenhagen (Denmark) pada Senin 7 Desember 2009 dengan dihadiri oleh sekitar
15-ribu utusan dari 192 negara. Konferensi ini akan berlangsung hingga tanggal
18 Desember 2009. Hasil akhir pertemuan di kopenhagen ini dikenal dengan nama Copenhagen
Accord. Substansi Copenhagen Accord menggarisbawahi prinsip-prinsip
pokok sebagai berikut:
·
Accord menetapkan pembatasan peningkatan suhu global 2 derajat celsius
dibanding tingkat pra-industri pada 2050.
·
Accord memuat komitmen negara maju untuk menyediakan US30 miliar selama
2010-2012 bagi adaptasi dan mitigasi negara berkembang. Untuk mengelola dana
perubahan iklim global, akan dibentuk Copenhagen Green Climate Fund yang
ada dibawah pengawasan COP.
·
Accord menyepakati satu format penyampaian informasi tentang upaya mitigasi
melalui target pembatasan dan penurunan emisi yang harus dapat dikuantifikasi
bagi negara maju dan indikasi aksi mitigasi yang sejalan dengan pembangunan
berkelanjutan oleh negara berkembang. Informasi ini dijadikan tolok ukur dalam
mencermati keseriusan mereka melaksanakan kontribusi terhadap upaya stabilisasi
gas rumah kaca di atmosfer.
·
Accord mengenali Proses Mid-Review, yaitu bahwa Accord akan dikaji ulang pada
tahun 2015 termasuk kemungkinan mengubah target stabilisasi menjadi 1,5 derajat
celsius.
Selain Accord, konvensi
ini menyetujui beberapa keputusan terpisah, seperti pelaksanaan Adaptation
Fund, bantuan terhadap negara berkembang dalam menyusun laporan nasional
tentang pelaksanaan konvensi yang biasa disebut National Communication,
pengesahan hasil kerja Expert Group on Technology Transfer dan tindak lanjut
Program Kerja Nairobi (Nairobi Work Program on Impacts, Vulnerability, and
Adaptation to Climate Change).
Banyak
disebutkan bahwa hasil Copenhagen Accord merupakan suatu kegagalan (kombinasi
yang alot), hal ini didasari oleh beberapa fakta berikut:
·
Kombinasi kemauan politik, tekanan dari publik dan bantuan ekonomi dirasa
kurang cukup untuk membuat banyak negara mau mengikuti apa yang telah
ditetapkan dalam Copenhagen Accord.
·
Negosiasi yang terjadi dalam kesepakatan kemungkinan besar merupakan posisi
terendah tawar menawar yang diberikan oleh sebagian besar Negara, karena
Copenhagen Accord tidak menyebutkan secara transparan jumlah emisi yang wajib
dikurangi.
·
Tidak ada tindakan verifikasi dilakukan di negara berkembang, kecuali jika
mereka dibayar oleh negara maju.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar