“Zionisme adalah
antitesa agama,”
demikian ungkap rabbi Yisroel saat diwawancara oleh jurnalis.
Di
majalah Madina edisi Juni 2008 ada kolom wawancara menarik dengan Rabi Yahudi,
Yisroel Dovid Weiss, yang berkunjung ke Indonesia dalam rangka peringatan 60
tahun Pendudukan Israel di Palestina yang diadakan oleh Penerbit Mizan, 15 Mei
2008, di Universitas Al Azhar, Jakarta. Ada informasi menarik yang keluar dari
mulut rabi yang sekaligus aktivis Naturei Karta Internasional (kelompok Yahudi
yang menentang Pendudukan Palestina) ini. Yisroel mengatakan, bahwa Zionisme
dan Judaisme adalah dua hal yang jauh berbeda.
Di
masyarakat kebanyakan saat ini apa yang dilakukan oleh Zionisme memang
benar-benar kabur. Pergerakan itu terdistorsi sedemikian rupa, sehingga
Zionisme bercampur aduk dan masyarakat luas jadi menganggap bahwa Zionisme
adalah satu paket dengan agama Yahudi (Yudaisme) secara keseluruhan. Ternyata,
kenyataannya Zionisme dan Yudaisme berdiri sendiri-sendiri, walaupun memang ada
saling mempengaruhi di antara keduanya. Walaupun begitu, keduanya memiliki
karakteristik yang berbeda, bahkan saling bertolak belakang.
Yisroel
mengatakan, bahwa sebenarnya Zionisme adalah paham yang sama sekali tidak
melandaskan agama, untuk hal ini Yudaisme (agama Yahudi), dalam setiap
pergerakannya. Berdasarkan wawancara Yisroel itu, hal yang sebenarnya terjadi
dalam Zionisme adalah, bahwa mereka (kaum Zionis) berusaha untuk ‘memutuskan
ikatan’ dengan segala tradisi dan kepercayaan masa lalu kaum Yahudi. Hal itu
berarti, Zionisme sedang berusaha sekuat tenaga untuk menghilangkan kepercayaan
Yudaisme di segala segi kehidupan masyarakat Yahudi.
“Yudaisme
adalah agama yang telah berusia ribuan tahun. Zionisme adalah kepercayaan yang
baru berusia sekitar seratus tahun. Zionisme didirikan oleh orang-orang Yahudi
yang sepenuhnya tidak relijius,” kata Yisroel dalam wawancaranya di majalah
Madina. Yisroel juga menunjukkan sebuah dokumen berupa catatan harian milik
Theodorl Hertzl yang isinya tentang, bagaimana kaum Yahudi modern haruslah
menjadi generasi terakhir kaum Yahudi yang melaksanakan ajaran Judaisme. Di
catatan harian Hertzl juga, ada tulisan yang menyatakan, bahwa orang Yahudi
yang masih taat pada ajaran Yudaisme akan diperlakukan sebagai warga kelas dua
di Israel, karena Israel adalah negara kebangsaan dan bukan negara agama.
Melihat isi yang terkandung dalam catatan harian itu (bila memang benar
begitu), bisa disimpulkan kalau Zionisme adalah sebuah pergerakan yang
mempunyai ciri sekuler.
Berdasarkan
wawancara Yisroel itu tergambar, bahwa dalam pergerakannya, Zionisme justru
‘menunggangi’ Yudaisme untuk mencapai tujuan politik-kekuasaannya sendiri. Hal
ini juga tercermin dalam pernyataannya tentang Pendudukan Israel selama ini.
“Awal mulanya,” katanya dalam petikan wawancara, “rencana asli kaum Zionis
untuk negara Yahudi adalah Uganda. Pada akhirnya, mereka memilih Palestina,
sebab orang Yahudi berdoa setiap hari sesuai petunjuk Torah (Taurat) agar Tuhan
membebaskan kami dari keadaan terusir, eksil, ini. Dalam kitab kami, disebutkan
penghancuran Kuil Solomon, dan sejak itu bangsa Yahudi menjadi eksil. Kami
dianggap tak layak untuk tinggal di suatu negeri sebagai sebuah bangsa. Ini,
menurut kitab kami, karena dosa-dosa kami. Kami harus menunggu sampai Tuhan
mengakhiri keadaan eksil ini. Kami percaya suatu saat nanti, Tuhan akan
melakukan sebuah perubahan metafisikal. Dalam perubahan ini, seluruh dunia akan
mengenali keagungan-Nya, dan seluruh umat manusia akan mengabdi dalam damai dan
keselarasan.
Kami
berdoa setiap hari untuk keadaan ini. Kami tidak berdoa untuk kehadiran sebuah
negara-bangsa. Kami berdoa untuk hadirnya perdamaian.”
Dalam
kaitannya dengan pendudukan Israel, menurut Yisroel, kaum Zionis mengetahui
dengan tepat bagaimana memanfaatkan relijiusitas kaum Yahudi. Bagaimana mereka,
kaum Yahudi itu, begitu merindukan sebuah tanah di Palestina, karena disitulah
segalanya berawal bagi hamba Yahweh itu. Di tanah itulah reruntuhan kerajaan
Salomon berada. Maka, kaum Zionis memanfaatkannya dengan mengajak kaum Yahudi
untuk menduduki tanah yang memang mereka rindukan dalam setiap doa-doanya itu.
Dalam
kitab Torah terdapat suatu wahyu yang diturunkan kepada Nabi Solomon (Sulaeman
dalam Islam), dimana kaum Yahudi diharuskan bersumpah terhadap wahyu tersebut.
Menurut Yisroel, sumpah tersebut ditujukan kepada kaum Yahudi untuk tiga hal:
pertama, kaum Yahudi tidak boleh mendatangi Palestina dalam jumlah besar.
Kedua, kaum Yahudi harus menjadi warga negara yang patuh di setiap negeri
dimana kaum Yahudi itu tinggal. Ketiga, jangan mencoba mengakhiri eksil
mendahului kehendak Tuhan. Bisa dibilang, sumpah ini adalah sebuah penebusan
atas dosa-dosa yang telah dilakukan oleh Bangsa Yahudi.
Bila
memang dalam kitab Torah terdapat wahyu seperti demikian, maka pendudukan
Israel selama ini jelas-jelas telah melanggar sumpah yang telah diambil oleh
Bangsa Yahudi. Terutama sumpah bagian terakhir, yaitu tidak mengakhiri eksil
mendahului kehendak Tuhan. Jelas, disamping motif kekuasaan belaka, alasan
menjemput Messiah atau penyelamat yang pada gilirannya mengakhiri eksil Bangsa
Yahudi merupakan salah satu alasan diantara alasan-alasan lainnya dalam
Pendudukan Israel selama ini. Walaupun, untuk alasan ini, kaum Zionis terdengar
seperti memanipulasinya agar memperoleh dukungan kuat dari kaum Yahudi relijius
seperti yang dikatakan oleh Yisroel (bila memang itu benar). Tetapi, bila
mengambil rujukan terhadap Kitab Torah seperti yang telah ditunjukan oleh
Yisroel itu, terutama pada bagian wahyu yang berisi sumpah, maka berarti selama
ini berdirinya negara Israel telah bertentangan dengan isi Kitab Torah.
Lalu,
masih berdasarkan wawancara Yisroel, ada informasi lainnya yang menarik seputar
Pendudukan Israel selama ini di Palestina. Kaum Zionis, ketika memulai
Pendudukan, sebenarnya mengutip Kitab Injil untuk membenarkan tindakannya itu.
Hal itu dilakukan, karena dalam Kitab Torah mengambil tindakan Pendudukan tidak
dibenarkan. Namun, dalam Injil, terdapat suatu bagian dimana isinya mengatakan,
bahwa Tuhan telah memberikan Palestina sebagai tanah bagi orang Yahudi, tanah
yang dijanjikan. Hal itu dimanfaatkan oleh Kaum Zionis untuk memanipulasi orang
Yahudi.
Ada
satu lagi kutipan wawancara yang cukup menarik juga yang keluar dari Yisroel,
“Zionisme adalah antitesa agama. Mereka menghancurkan tanah dan membunuh orang
Palestina. Tapi mereka juga menghancurkan jiwa orang Yahudi. Sebetulnya, Anda
akan melihat bahwa orang Yahudi yang relijius di mana pun di seluruh dunia,
adalah anti-Zionisme. Di mana pun Anda melihat komunitas Yahudi yang relijius,
Anda akan menemukan mereka anti-Zionisme.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar