Senin, 17 Februari 2014

Zionisme Bukan Judaisme


“Zionisme adalah antitesa agama,” demikian ungkap rabbi Yisroel saat diwawancara oleh jurnalis.

Di majalah Madina edisi Juni 2008 ada kolom wawancara menarik dengan Rabi Yahudi, Yisroel Dovid Weiss, yang berkunjung ke Indonesia dalam rangka peringatan 60 tahun Pendudukan Israel di Palestina yang diadakan oleh Penerbit Mizan, 15 Mei 2008, di Universitas Al Azhar, Jakarta. Ada informasi menarik yang keluar dari mulut rabi yang sekaligus aktivis Naturei Karta Internasional (kelompok Yahudi yang menentang Pendudukan Palestina) ini. Yisroel mengatakan, bahwa Zionisme dan Judaisme adalah dua hal yang jauh berbeda.

Di masyarakat kebanyakan saat ini apa yang dilakukan oleh Zionisme memang benar-benar kabur. Pergerakan itu terdistorsi sedemikian rupa, sehingga Zionisme bercampur aduk dan masyarakat luas jadi menganggap bahwa Zionisme adalah satu paket dengan agama Yahudi (Yudaisme) secara keseluruhan. Ternyata, kenyataannya Zionisme dan Yudaisme berdiri sendiri-sendiri, walaupun memang ada saling mempengaruhi di antara keduanya. Walaupun begitu, keduanya memiliki karakteristik yang berbeda, bahkan saling bertolak belakang.

Yisroel mengatakan, bahwa sebenarnya Zionisme adalah paham yang sama sekali tidak melandaskan agama, untuk hal ini Yudaisme (agama Yahudi), dalam setiap pergerakannya. Berdasarkan wawancara Yisroel itu, hal yang sebenarnya terjadi dalam Zionisme adalah, bahwa mereka (kaum Zionis) berusaha untuk ‘memutuskan ikatan’ dengan segala tradisi dan kepercayaan masa lalu kaum Yahudi. Hal itu berarti, Zionisme sedang berusaha sekuat tenaga untuk menghilangkan kepercayaan Yudaisme di segala segi kehidupan masyarakat Yahudi.

“Yudaisme adalah agama yang telah berusia ribuan tahun. Zionisme adalah kepercayaan yang baru berusia sekitar seratus tahun. Zionisme didirikan oleh orang-orang Yahudi yang sepenuhnya tidak relijius,” kata Yisroel dalam wawancaranya di majalah Madina. Yisroel juga menunjukkan sebuah dokumen berupa catatan harian milik Theodorl Hertzl yang isinya tentang, bagaimana kaum Yahudi modern haruslah menjadi generasi terakhir kaum Yahudi yang melaksanakan ajaran Judaisme. Di catatan harian Hertzl juga, ada tulisan yang menyatakan, bahwa orang Yahudi yang masih taat pada ajaran Yudaisme akan diperlakukan sebagai warga kelas dua di Israel, karena Israel adalah negara kebangsaan dan bukan negara agama. Melihat isi yang terkandung dalam catatan harian itu (bila memang benar begitu), bisa disimpulkan kalau Zionisme adalah sebuah pergerakan yang mempunyai ciri sekuler.

Berdasarkan wawancara Yisroel itu tergambar, bahwa dalam pergerakannya, Zionisme justru ‘menunggangi’ Yudaisme untuk mencapai tujuan politik-kekuasaannya sendiri. Hal ini juga tercermin dalam pernyataannya tentang Pendudukan Israel selama ini. “Awal mulanya,” katanya dalam petikan wawancara, “rencana asli kaum Zionis untuk negara Yahudi adalah Uganda. Pada akhirnya, mereka memilih Palestina, sebab orang Yahudi berdoa setiap hari sesuai petunjuk Torah (Taurat) agar Tuhan membebaskan kami dari keadaan terusir, eksil, ini. Dalam kitab kami, disebutkan penghancuran Kuil Solomon, dan sejak itu bangsa Yahudi menjadi eksil. Kami dianggap tak layak untuk tinggal di suatu negeri sebagai sebuah bangsa. Ini, menurut kitab kami, karena dosa-dosa kami. Kami harus menunggu sampai Tuhan mengakhiri keadaan eksil ini. Kami percaya suatu saat nanti, Tuhan akan melakukan sebuah perubahan metafisikal. Dalam perubahan ini, seluruh dunia akan mengenali keagungan-Nya, dan seluruh umat manusia akan mengabdi dalam damai dan keselarasan.

Kami berdoa setiap hari untuk keadaan ini. Kami tidak berdoa untuk kehadiran sebuah negara-bangsa. Kami berdoa untuk hadirnya perdamaian.”

Dalam kaitannya dengan pendudukan Israel, menurut Yisroel, kaum Zionis mengetahui dengan tepat bagaimana memanfaatkan relijiusitas kaum Yahudi. Bagaimana mereka, kaum Yahudi itu, begitu merindukan sebuah tanah di Palestina, karena disitulah segalanya berawal bagi hamba Yahweh itu. Di tanah itulah reruntuhan kerajaan Salomon berada. Maka, kaum Zionis memanfaatkannya dengan mengajak kaum Yahudi untuk menduduki tanah yang memang mereka rindukan dalam setiap doa-doanya itu.

Dalam kitab Torah terdapat suatu wahyu yang diturunkan kepada Nabi Solomon (Sulaeman dalam Islam), dimana kaum Yahudi diharuskan bersumpah terhadap wahyu tersebut. Menurut Yisroel, sumpah tersebut ditujukan kepada kaum Yahudi untuk tiga hal: pertama, kaum Yahudi tidak boleh mendatangi Palestina dalam jumlah besar. Kedua, kaum Yahudi harus menjadi warga negara yang patuh di setiap negeri dimana kaum Yahudi itu tinggal. Ketiga, jangan mencoba mengakhiri eksil mendahului kehendak Tuhan. Bisa dibilang, sumpah ini adalah sebuah penebusan atas dosa-dosa yang telah dilakukan oleh Bangsa Yahudi.

Bila memang dalam kitab Torah terdapat wahyu seperti demikian, maka pendudukan Israel selama ini jelas-jelas telah melanggar sumpah yang telah diambil oleh Bangsa Yahudi. Terutama sumpah bagian terakhir, yaitu tidak mengakhiri eksil mendahului kehendak Tuhan. Jelas, disamping motif kekuasaan belaka, alasan menjemput Messiah atau penyelamat yang pada gilirannya mengakhiri eksil Bangsa Yahudi merupakan salah satu alasan diantara alasan-alasan lainnya dalam Pendudukan Israel selama ini. Walaupun, untuk alasan ini, kaum Zionis terdengar seperti memanipulasinya agar memperoleh dukungan kuat dari kaum Yahudi relijius seperti yang dikatakan oleh Yisroel (bila memang itu benar). Tetapi, bila mengambil rujukan terhadap Kitab Torah seperti yang telah ditunjukan oleh Yisroel itu, terutama pada bagian wahyu yang berisi sumpah, maka berarti selama ini berdirinya negara Israel telah bertentangan dengan isi Kitab Torah.

Lalu, masih berdasarkan wawancara Yisroel, ada informasi lainnya yang menarik seputar Pendudukan Israel selama ini di Palestina. Kaum Zionis, ketika memulai Pendudukan, sebenarnya mengutip Kitab Injil untuk membenarkan tindakannya itu. Hal itu dilakukan, karena dalam Kitab Torah mengambil tindakan Pendudukan tidak dibenarkan. Namun, dalam Injil, terdapat suatu bagian dimana isinya mengatakan, bahwa Tuhan telah memberikan Palestina sebagai tanah bagi orang Yahudi, tanah yang dijanjikan. Hal itu dimanfaatkan oleh Kaum Zionis untuk memanipulasi orang Yahudi.

Ada satu lagi kutipan wawancara yang cukup menarik juga yang keluar dari Yisroel, “Zionisme adalah antitesa agama. Mereka menghancurkan tanah dan membunuh orang Palestina. Tapi mereka juga menghancurkan jiwa orang Yahudi. Sebetulnya, Anda akan melihat bahwa orang Yahudi yang relijius di mana pun di seluruh dunia, adalah anti-Zionisme. Di mana pun Anda melihat komunitas Yahudi yang relijius, Anda akan menemukan mereka anti-Zionisme.” 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar