Tidak seperti forum
sebelumnya, kali ini Forum Seniman Banten menggelar diskusi seputar kopi, dari
sejarahnya hingga permainan korporasi global. Di Diva Coffee (Banyu Biru
Nusantara) Ciceri, Kota Serang, Banten pada 31 Mei 2018 mulai pukul 21.00 WIB
itu, Kang Ari sebagai narasumber yang dipandu seniman grafis Wahyu Widyantono,
mengupas banyak aspek tentang kopi. Mulai dari menerangkan di mana kopi bisa
tumbuh, jenis-jenis kopi, hingga permainan korporasi global yang meraup untung
dari komoditas dagang, yang ternyata telah diperebutkan sejak era kolonial,
selain tak lupa juga Kang Ari Banyu Biru mempraktekkan bagaimana meracik kopi
asli yang enak untuk dinikmati.
Dalam diskusi yang akrab
itu, Kang Ari Banyu Biru juga memaparkan segala sisi ironis tentang negeri kita
Indonesia, sebagai penghasil kopi terbesar keempat di dunia, namun belum punya
brand sebagaimana kopi Brazil atau Vietnam, padahal segala macam kopi yang ada
di dunia berasal dari Indonesia, seperti dari Gayo, Kerinci, Jawa Barat, Bali,
Flores dan masih banyak lagi tempat-tempat di Indonesia sebagai penghasil kopi.
Dan ternyata, yang lebih
mengenaskan lagi, kepemilikan penanaman dan pengolahan hingga distribusi dan
penjualan kopi Indonesia yang banyak ragam dan jenisnya itu masih dikuasai PMA
(Penanaman Modal Asing), hingga nyaris asing lah yang paling mendapat
keuntungan ekonomi dari keberadaan kopi Indonesia. Belum lagi, seperti
dipaparkan Kang Ari Banyu Biru, kelompok-kelompok separatis di Indonesia,
semisal OPM dan yang lainnya itu adalah boneka asing (yang dalam hal ini
Amerika) dalam rangka mengamankan lahan bisnis mereka agar tak ada investor
lain yang datang. Itulah kenapa gerakan-gerakan separatis di Indonesia tidak merongrong
aset-aset Amerika, Freeport misalnya.
Tidak luput pula
dipaparkan Kang Ari Banyu Biru, bagaimana korporasi-korporasi global
mengerahkan modal mereka untuk menguasai bisnis kopi ini, semisal Starbucks,
yang lagi-lagi berani mengeluarkan dana yang tak kecil untuk menguasai kopi
Indonesia, tapi tidak mencantumkan nama Indonesia sebagai brand mereka. Miris
sekali! Namun, selain membahas itu semua, Kang Ari Banyu Biru, tak lupa
menerangkan bagaimana seorang barista yang piawai dalam meracik kopi bisa dimaknai
sebagai seorang seniman yang butuh kepekaan rasa.
Diskusi yang dihadiri para
seniman, yang diantaranya adalah Edi Bonetski, Qbro Pandamprana, Deden Mulyana,
Kang Uki, Peri Sandi, juga dari kalangan dosen seperti Hendra Sutan Pangeran,
penggerak ekonomi kreatif seperti Kang AG, fotografer Ade Wahyu, jurnalis Kabar
Banten Gito Waluyo juga yang lainnya, tampak khidmat meski dalam suasana rileks
diselingi canda tawa sembari menikmati hidangan kopi yang disediakan para
barista Diva Coffee (Banyu Biru Nusantara). Sementara itu, pihak penyelenggara
yang diwakili Sulaiman Djaya (penyair) menyatakan bahwa obrolan itu kemungkinan
akan dilanjutkan dalam bentuk acara yang lebih cair untuk publik yang lebih
luas.